JAKARTA – Rencana pemerintah untuk mencatatkan produksi minyak dari sumur tua yang dikelola masyarakat (sumur rakyat) hingga kini belum terlaksana sehingga belum bisa dianggap sebagai produksi nasional. Sebelumnya memang sempat ditargetkan sudah ada kontrak antara pengelola sumur rakyat dengan Pertamina.
Djoko Siswanto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), menyatakan saat ini masih menunggu informasi lebih lanjut dari pemerintah daerah pihak mana saja yang akan berkontrak dengan Pertamina.
“Kita lagi tunggu usulan dari Pemda BUMD, UMKM atau Koperasi mana yang akan berkontrak dengan Pertamina,” kata Djoko ditemui Dunia Energi di Kementerian ESDM, Senin (11/8).
Sementara itu, Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan kebijakan legalisasi pengelolaan sumur tua oleh masyarakat bukan ditujukan untuk pembukaan sumur baru, melainkan memanfaatkan sumur yang sudah ada dan sudah berproduksi.
Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja Untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi.
“Ini sumur masyarakat, yang sudah terjadi pada masa lampau, sumur yang sejak sebelum Indonesia merdeka, sumur-sumur ini sudah ada, mereka sudah kerjakan, cuma selama ini ilegal. Mereka dikejar oleh oknum-oknum, aparat. Kasian mereka kan rakyat ini,” kata Bahlil.
Dia menjelaskan bahwa kebijakan ini atas persetujuan Presiden, namun dengan catatan dengan tetap memenuhi kaidah keselamatan kerja, keamanan, dan perlindungan lingkungan.
Adapun, hasil produksi dari sumur minyak tua ini nantinya juga akan dibeli oleh Pertamina dengan harga 70-80% dari Indonesia Crude Price (ICP). Dengan begitu, negara tetap mendapatkan penerimaan pajak.
“Supaya apa? Ini rakyat kita loh. Satu sumur itu mereka bisa menciptakan lapangan pekerjaan 10 orang. Bayangkan kalau ada sekitar 25-30 ribu sumur, berapa ratus ribu di negara kerja. Uang yang beredar dari rakyat. Satu sumur itu bisa 3 barel,” ujar Bahlil.
Berdasarkan Permen ESDM No. 14/2025 ini ditujukan untuk mendorong peningkatan produksi migas melalui tiga skema kerja sama antara Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan para mitra. Salah satunya kerja sama sumur minyak BUMD/Koperasi/UMKM.
Melalui skema ini, sumur minyak masyarakat yang sudah berproduksi akan dinaungi oleh BUMD, koperasi, atau pelaku UMKM yang ditunjuk, untuk kemudian bekerja sama dengan KKKS.
Tujuannya adalah menjamin keamanan dan legalitas operasi, serta mendorong perbaikan operasi sesuai dengan prinsip good engineering practice.
Dalam implementasinya, perbaikan dilakukan dalam periode penanganan sementara selama 4 tahun. Dalam regulasi ini secara tegas juga tidak memperbolehkan adanya tambahan sumur baru.
Setelah 4 tahun, jika tidak dilakukan perbaikan, maka akan dilakukan penegakan hukum (Gakkum).
Sementara itu, proses inventarisasi sumur minyak masyarakat dan penunjukan BUMD/Koperasi/UMKM ditargetkan selesai dalam waktu 1 bulan pasca Permen diterbitkan.
Berikut tindak lanjut pasca terbitnya permen ini:
1. Inventarisasi sumur oleh Gubernur/Bupati/Wali Kota dan Tim Gabungan.
2. Penetapan daftar hasil inventarisasi sumur tim gabungan (titik nol).
3. Penunjukan BUMD/Koperasi/UMKM oleh Gubernur.
4. BUMD/Koperasi/UMKM mengajukan usulan kerja sama ke KKKS.
5. KKKS mengajukan permohonan ke Menteri melalui SKK Migas/BPMA.
6. Menteri memberikan persetujuan atau penolakan.





Komentar Terbaru