Di tengah tren terhadap transisi energi menuju Energi Baru Terbarukan (EBT) ternyata ada satu perusahaan swasta nasional yang tetap fokus mengembangkan bisnis minyak dan gas bumi yang notabena adalah energi fosil. Siapa lagi kalau bukan PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC). Medco tidak bisa lagi dipandang sebelah mata, karena agresifitasnya kini membuat mereka tidak lagi dipandang sebagai salah satu “kuda hitam” di antara pemain bisnis migas global khususnya Asia, tapi sudah jadi salah satu pemain utama. Bagaimana tidak?, Medco merupakan salah satu perusahaan paling aktif untuk urusan akuisisi aset-aset migas.

Mulai dari akuisisi Ophir Energi Plc yang diinisasi pada tahun 2019. Aset-aset Ophir yang tersebar di berbagai negara termasuk di Indonesia kini sudah dikuasai Medco. Kemudian pada akhir tahun 2023 Medco menyelesaikan akuisisi 20% kepemilikan di dua Exploration and Production Sharing Agreements (EPSA) di Kesultanan Oman dari OQ Exploration & Production LLC (OQEP).

Tidak berhenti sampai di situ, dua tahun berselang atau pertengahan tahun 2025, Medco kembali memperluas pengaruhnya di kegiatan operasi produksi migas di wilayah Sumatera bagian selatan dengan mengglentorkan Rp6,89 triliun untuk mengakuisisi anak usaha Repsol E&P S.à.r.l., Fortuna International (Barbados) Inc. Akuisisi tersebut sama saja menambah hak partisipasi atau participating interest (PI) Medco di Corridor sebesar 24%. Sehingga kini Medco memegang PI mayoritas di Corridor sebesar 70% sementara sisanya digenggam oleh Pertamina Hulu Energi (PHE) sebesar 30%.

Jelang tutup tahun 2025 ternyata Medco belum habis. Justru makin tancap gas dengan mengakuisisi dua blok migas sekaligus dari Repsol yakni blok Sakakemang dengan PI dengan akuisisi PI sebesar 45% dan South Sakakemang dengan PI yang diakuisisi mencapai 80%. Di Sakakemang Medco menjadi partner dari dua perusahaan lain Petronas dengan kepemilikan 45% dan 10% oleh Mitsui Oil Exploration Co Ltd (MOECO). Sementara di South Sakakemang, Medco akan bermitra dengan MOECO yang memiliki PI sebesar 20%.

Selain itu,Medco juga telah menambah kepemilikan pada PT Transportasi Gas Indonesia (“TGI”), meningkatkan kepemilikan efektif Perseroan menjadi 40%. TGI menyalurkan gas bumi dari PSC Corridor yang dioperasikan Perseroan serta pemasok lain di kawasan Sumatra Selatan–Jambi melalui jaringan pipa kepada pembeli di Riau, Batam, dan Singapura. Konsolidasi portofolio Perseroan ini selaras dengan strategi Medco untuk mengakuisisi aset dengan potensi pertumbuhan yang signifikan, didukung infrastruktur yang telah tersedia, serta akses pasar yang kuat.

Agresifitas Medco di bisnis migas memang jadi salah satu rencana jangka panjang perusahaan yang menegaskan bahwa bisnis hulu migas tetap akan menjadi backbone perusahaan.

Strategi akuisisi aset-aset juga dibarengi dengan komitmen manajemen dalam menjaga kestabilan aset-aset eksisting agar tetap beproduksi secara optimal. Beberapa proyek yang sukses dirampungkan pada tahun ini antara lain ekspansi Letang Tengah Rawa di Blok Corridor dengan tambahan produksi gas sebesar 70 juta kaki kubik per hari (MMscfd).

Selanjutnya ada pengembangan aset-aset di wilayah Natuna yakni  South Natuna Sea Block B.  Ada dua lapangan yang sudah mulai berproduksi Forel dan Terubuk dengan total tambahan produksi migas sebesar 20 ribu (bph) minyak dan 60 MMscfd gas. Kedua lapangan itu bahkan diresmikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto, menegaskan bagaimana pemerintah memperhatikan betul pertumbuhan yang dicapai Medco dan industri migas pada umumnya.

Medco saat ini telah memiliki 21 aset migas yang tersebar di Asia Tenggara, Timur Tengah serta Amerika. Hingga kuartal III atau selama sembilan bulan tahun ini rata-rata produksi migas Medco tercatat sebesar 150 ribu barel setara minyak per hari (boepd) dengan rincian untuk produksi minyak sebesar 42 ribu bph dan gas 586 MMscfd. Sementara hingga akhir tahun target yang dipatok sebesar 155 ribu boepd 160 ribu boepd.

Keseriusan Medco dalam meningkatkan kinerja bisnis migasnya bisa dilihat dari meningkatnya alokasi belanja modal hingga Oktober yakni sebesar US$276 juta. Capex difokuskan pada proyek-proyek pengembangan lapangan eksisting serta blok baru. Medco juga fokus dalam mencari cadangan migas untuk menjaga umur produksinya. Hingga September tercatat cadangan yang ditemukan tembus lebih dari setengah miliar barel atau 528 juta barel setara minyak (barrel oil equivalent/boe).

Medco stabil menjaga level produksi hingga temuan cadangan migas. (Sumber : Medco Energi, Diolah : Dunia Energi)

Perusahaan memang memilih jalan yang tidak biasa ditengah derasnya dorongan untuk meninggalkan energi fosil. Langkah yang diambil Medco tampak kontras dengan tren umum industri hulu yang kerap diidentikkan dengan peningkatan jejak karbon ketika menambah aset-asetnya.

Membangun Harmoni antara Ekspansi dan Dekarbonisasi

Meskipun agresif memburu cadangan migas demi memperkuat portofolio di bisnis, bukan berarti upaya transisi energi ditinggalkan begitu saja. Medco justru menunjukkan bahwa ekspansi dan dekarbonisasi dapat berjalan beriringan. Melalui modernisasi fasilitas produksi, penerapan sistem pemantauan emisi real time, serta optimalisasi penggunaan energi terbarukan di lapangan, perusahaan mampu menekan konsumsi bahan bakar internal dan mengurangi pelepasan gas buang.

Kecepatan Medco dalam berekspansi ternyata disandingkan dengan dengan berbagai upaya dekarbonisasi misalnya seperti instalasi 1.500 panel surya di blok Corridor. Pemasangan panel surya ini diperkirakan mampu menurunkan emisi 934 ton CO2e Per Tahun. Selanjutnya ada juga Optimasi Waste Heat Boiler (WHB) di lapangan Grissik dengan estimasi penurunan emisi 19.000 ton CO₂e per tahun. Lalu menerapkan optimasi pada fasilitas Terubuk-Belida dengan sistem pengaliran produksi tanpa kompresor. Langkah tersebut turut mengurangi emisi sekitar 24.000 ton CO₂e per tahun.

Medco Energi akan memperkuat agenda keberlanjutan melalui penerapan teknologi baru, seperti Organic Rankine Cycle (ORC), Steam Turbine Generators, dan sistem penyimpanan energi.

Ronald Gunawan, Direktur & Chief Operating Officer Medco Energi, menjelaskan efisiensi penggunaan gas bahan bakar dan pengurangan emisi bukan sekadar target teknis, tetapi merupakan bagian dari peta jalan keberlanjutan jangka panjang Medco Energi.

“Sejak 2022, berbagai inisiatif kami telah secara kumulatif menurunkan konsumsi bahan bakar gas sekitar 18 MMscfd. Hasil ini mencerminkan komitmen kami terhadap inovasi berkelanjutan, keunggulan operasional, dan pengembangan energi yang bertanggung jawab untuk menciptakan nilai jangka panjang bagi para pemangku kepentingan sekaligus menurunkan jejak karbon,” jelas Ronald dikutip dari keterangan resmi pada Jumat (31/10).

Selanjutnya Medco Energi akan terus memperkuat agenda keberlanjutan melalui peta jalan jangka menengah dan panjang, termasuk penerapan teknologi baru seperti Organic Rankine Cycle, Steam Turbine Generators, dan sistem penyimpanan energi.

Dengan berbagai upaya yang sudah dilakukan, Medco sukses menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) Cakupan (scope) 1 dan 2 lebih dari 1,5 juta ton CO₂e dibandingkan tahun dasar 2019. Angka tersebut melampaui target pengurangan emisi 2025 yang ditetapkan sebesar 1,08 juta ton CO₂e, atau setara dengan 20 persen dari total emisi pada tahun dasar 2019.

“Hingga 2024 emisi GRK (Gas Rumah Kaca) scope 1 dan 2 berhasil turun 30% dibandingkan tahun 2019 ini lampaui target 2025 kami sebesar 20%,” kata Amri Siahaan, Director and Chief Administrative Officer Medco Energi dikutip dari public expose perusahaan.

Dia menjelaskan selain turunkan emisi GRK, Medco juga sukses “memukul mundur” emisi metana hingga tembus 46% sejak 2019. Realisasi ini tentu sangat jauh di atas target yang dipatok perusahaan sebesar 25%. Selanjutnya untuk kapasitas terpasang Energi Baru Terbarukan (EBT) tercatat sudah mencapai 27% di semester 1 tahun 2025 atau sudah lampaui target 2025 sebesar 26%.

Konsistensi Medco dalam upaya menurunkan emisi bukan sekedar “tongkosong nyaring bunyinya”, tapi ada isinya, karena diawasi dan diakui oleh masyarakat global. Ini ditandai dengan ganjaran peringkat ESG MSCI rating pada tahun 2024 yang melonjak dari sebelumnya A menjadi AA. “Ini menempatkan Medco Energi memimpin perusahaan sektor Eksplorasi dan dan Produksi migas,” ungkap Amri.

Selanjutnya Medco juga mempertahankan score B dalam penilaian CDP Climate Change. “Medco energi tetap jadi bagian dari IDX 45 Low Carbon Leader sejak 2022 dan KEHATI Sector leader. menegaskan posisi kami sebagai operator yang bertanggung jawab dan berkelanjutan,” tegas Amri.

Medco boleh jadi adalah satu dari banyak perusahaan energi yang memilih konsisten bergerak di bisnis energi fosil dan memlih fokus untuk meningkatkan upaya dalam menurunkan emisinya. Kini justru banyak perusahaan migas yang akhirnya juga memantapkan diri untuk kembali ke core business-nya dan mulai melihat strategi seperti yang dilakukan Medco.

Tumbur Parlindungan, praktisi migas yang juga mantan Presiden Indonesia Petroleum Association (IPA), mengungkapkan ketika perusahaan kembali ke core business yang diberengi dengan agresifitas dalam menurunkan emisi. Secara konsep menurut dia konsep transisi energi pasti banyak yang sepakat karena hal itu juga kini yang menjadi fokus industri migas.

“Namun di sisi lain, oil and gas company juga mempunyai objective untuk tetap men deliver apa yang dijanjikan kepada shareholders. profitable operation dengan ada pertumbuhan yang baik,” ujar Tumbur.

Sementara itu, Putra Adhiguna, Direktur Pelaksana Energy Shift Institute, menilai dalam masa transisi energi, migas tetap akan diperlukan terutama minyak untuk di Indonesia dimana produksinya terus alami penurunan. “Tapi tentu penting juga bagi perusahaan memantau emisi dan kebocoran gas metan yang memiliki imbas besar terhadap iklim,” kata Putra kepada Dunia Energi (31/10).

Lebih lanjut dia menyambut baik langkah berbagai perusahaan di sektor energi termasuk Medco yang konsisten berupaya menjaga komitmennya dalam menurunkan emisi. Selain itu, Putra juga mengingatkan langkah yang cukup ‘fair’ selain dari memantau scope 1-2 adalah clean-to-fossil ratio yang menunjukkan berapa besar tingkat investasi ke sektor tradisional dan ke energi terbarukan. “Hal tersebut memberikan indikator pelengkap bukan hanya hari ini tetapi juga skala investasi perusahaan ke depan,” ujar Putra.

Medco Energi boleh jadi adalah contoh atau role model  bagi perusahaan lain bahwa untuk fokus dan tumbuh di bisnis hulu migas yang notabena adalah energi fosil tidaklah salah. karena yang salah bukan pada sumber dayanya tapi emisinya. Itu lah yang harus terus ditekan dan dicarikan jalan keluar bagaimana mengatasinya melalui strategi dan inovasi teknologi yang tepat.