JAKARTA – Kebutuhan akan energi dipastikan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terus dikejar. Sejauh ini Indonesia masih mengandalkan energi fosil seperti migas untuk memenuhi kebutuhan energinya, meskipun kebijakan transisi energi tetap dijalankan. Untuk itu pemerintah terus mendorong para pelaku usaha di industri hulu migas tetap berinvestasi demi meningkatkan produksinya.

PT Medco Energi Internasional (MEDC), sukses jadi salah satu aktor dibalik upaya peningkatan produksi migas nasional. Medco sukses menambah cadangan migasnya di Natuna dan Corridor sehingga menambah umur produksi higga 9,7 tahun. Berdasarkan data perusahaan jumlah cadangan Medco meningkat 10 juta barel setara minyak (Barrel Oil Equivalent/BOE) dari 481 juta BOE menadi 491 juta BOE.

Sumber : Medco

Roberto Lorato, CEO Medco Energi, menyatakan bahwa manajemen menegaskan bahwa bisnis migas sebagai salah satu bisnis yang dijaga betul keberlanjutannya.

“Laporan terbaru kami memperlihatkan cadangan Natuna dan Corridor yang lebih besar, yang menunjukkan kapabilitas MedcoEnergi yang baik dan hasil investasi berkelanjutan pada assetaset kami yang berkualitas tinggi. Untuk meningkatkan nilai Perseroan, kami akan terus fokus pada cost leadership dan penyelesaian proyek utama,” kata Robertao dalam keterangan resminya yang dikutip pada Sabtu (18/11).

Salah satu komitmen perusahaan dalam bisnis migas dan berburu cadangan ini ditunjukkan dengan investasi yang digelontorkan sepanjang sembilan bulan atau hingga September 2023 mencapai US$ 155 juta atau 73% dari seluruh belanja modal yang sudah dikeluarkan perusahaan yakni sebesar US$210 juta. “Belanja modal minyak dan gas sebesar US$155 juta, terutama untuk penyelesaian beberapa proyek pembangunan di Natuna dan Corridor,” ujar Roberto.

Sepanjang tahun ini, MEDC menganggarkan belanja modal US$ 250 juta untuk migas dan US$ 80 juta untuk bisnis ketenagalistrikan.

Realisasi produksi migas Medco sukses dijaga sehingga bisa stabil dalam beberapa tahun terakhir ditengan tantangan adanya penurunan produksi secara alami. Laporan terbaru membeberkan produksi migas berada di level 161 ribu barel setara minyak (Barrel Oil Equivalent Per Day/BOEPD) lebih tinggi dibandingkan rencana atau target perusahaan yakni 160 ribu BOEPD dengan biaya produksi terbilang sangat efisien yakni US$7,5 per barrel oil equivalent (BOE) jauh dibawah target yakni US$10 per BOE.

Secara detail hingga kuartal III tahun ini produksi minyak bumi Medco sebesar 31,6 ribu Barel Per Hari (BPH) dan gas sebesar 706,2 juta kaki kubik per hari (MMscfd) atau naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni 691,4 MMscfd.

Seperti diketahui ada beberapa proyek migas dikerjakan Medco pada tahun ini. Medco E&P Natuna Ltd. berhasil menyelesaikan Proyek Gas Bronang di Wilayah Kerja South Natuna Sea Block B Laut Natuna, Kepulauan Riau pada September 2023 lalu. Rampungnya proyek ini ditandai dengan selesainya start-up fasilitas produksi di Anjungan Lepas Pantai Bronang yang lebih cepat dari target. Proyek ini sendiri mampu menambah produksi gas Medco sebesar 50 juta kaki kubik per hari (MMscfd). Selesinya proyek Bronang ini melanjutkan proyek gas sebeumnya di di Natuna yang pada akhir tahun 2022 lalu baru diselesaikan proyek  Belida Extension dan menghasilkan tambahan produksi gas sebesar 30 MMscfd.

Selain di Natuna, tahun ini kegiatan di lapangan Suban blok Corridor juga diintensifkan dengan melakukan pemboran dua sumur pengembangan di sana.

Tidak hanya itu saat ini Medco juga tengah memfinalisasi proyek Forel di Natuna dan ditargetkan selesai akhir tahun ini dan mampu menghasilkan tambahan produksi 10 ribu barel minyak per hari (BPH) serta gas sebesar 43 MMscfd.

Nanang Abdul Manaf, Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), menyambut baik kinerja Medco dalam perburuan cadangan migas di tanah air. Dia menilai Medco merupakan perusahana nasional yang paling aktif dalam menambah cadangan demi keberlangsungan produksi migas.

Menurut Nanang apa yang dilakukan Medco sudah tepat dengan terus menggali potensi di lapangan eksisting. “Meningkat (umur cadangan) karena datanya lebih banyak sumurnya lebih banyak terus ada data tekanan tekanan formasinya ternyata setelah diproduksikan sekian lama itu nggak turun turun artinya storagenya itu besar,” kata Nanang kepada Dunia Energi saat ditemui di kantor SKK Migas (17/11).

Dia pun meminta pelaku usaha lain melakukan hal serupa seperti yang sukses dicapai oleh Medco. “Ssemua harus melakukan hal sama karena POD (Plan of Development) itu dimonitor nggak hanya produksinya tetapi parameter parameter lain juga,” ujar Nanang.

Dia menilai kiprah Medco bisa menjadi pecutan bagi perusahaan-perusahaan lain untuk terus mendorong investasi di tanah air sehingga ketahanan energi bisa diwujudkan oleh perusahaan nasional. Selama ini Indonesia dikenal sudah memiliki Pertamina padahal tidak hanya Pertamina yang beroperasi, Medco adalah salah satunya. Apalagi Medco kata Nanang juga sudah berani melakukan ekspansi bisnis ke luar negeri dan itu sangat positif bagi perkembangan industri migas.

“Medco juga perusahaan nasional kita ingin menjadi tuan rumah di dalam negeri, tetapi kita juga challneges ke luar negeri,” ungkap Nanang.

Sementara itu, Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute menyatakan bahwa Medco merupakan perusahaan swasta nasional yang paling memiliki kapasitas mumpuni di industri migas saat ini. “Jadi kalau BUMN ada Pertamina kemudian representasi swasta ya Medco yang bisa dikatakan karakteristik yang mirip dalam melakukan ekspansi,” ungkap Komaidi kepada Dunia Energi (19/11).

Selain itu menurut dia Medco juga sangat responsif untuk memenuhi ketahanan energi. Termasuk terhadap dinamika yang terjadi di era transisi energi.

“Ketika orang-orang belum masuk bisnis EBT mereka sudah masuk di panas bumi, bahan bakar nabati bahkan punya beberapa proyek-proyek berbasis pertanian di Indoensia timur yang juga rencananya akan dikaitkan keberlanjutan pasokan di dalam negeri,” jelas Komaidi.

Sebagai perusahaan terbuka, kinerja serta program yang diusung Medco pasti disambut positif pasar. Komaidi menilai strategi Medco yang tetap fokus untuk mengembangkan bisnis migas sekaligus mulai menata bisnis EBT sudah tepat.

“Mereka (Medco) masuk garap bisnis fosil berkelanjutan gasnya ditambah tapi juga masuk di EBT mereka kan sudah listing di bursa saya kira berbagai kondisi yang ada akan untungkan mereka. Jadi kalau fosil bagus ya saham akan bagus karena mereka juga masih garap bisnis fosil, kalau EBT naik terus berkembang bagus pasar menerima dengan baik mereka juga diuntungkan karena mereka ada di bisnis EBT strategi bagus, artinya kaki kanan kiri balance dua-duanya diuntungkan,” jelas Komaidi.

 

Fokus Tekan Emisi

Sumber : Medco

Sektor migas termasuk sektor yang didorong untuk ambil bagian dalam upaya penurunan emisi karbon dan Medco berinisiatif untuk turut serta dalam upaya tersebut dengan melakukan beberapa feasibility studies proyek Carbon Capture Storage (CCS). Sejauh ini ada 10 blok migas yang dikelola Medco sudah diidentifikasi sebagai wilayah yang cocok untuk menerapkan CCS.

Dalam kajian yang dilakukan manajemen beberapa kontrak tersebut bahkan bisa menjadi hub penyimpanan CO2 (CO2 storage hub) untuk berbagai industri termasuk jika ada peluang kerja sama dalam penyimpanan emisi karbon dengan negara tetangga.

Beberapa blok yang bisa jadi lokasi untuk implementasi proyek C2diantaranya Natuna Block B, Corridor, South Sumatera, Tomori, Sampang dan Madura Offshore.

Manajemen meyakini bahwa penerapan teknologi CCS bisa jadi kunci untuk mengembangkan potensi gas blok-blok yang dikelola Medco.

Sebagai perusahaan energi yang siap memenuhi kebutuhan masyarakat dan masih berbasis pada bisnis migas, manajemen Medco menyadari dengan adanya target peningkatan produksi migas untuk memenuhi peningkatan kebutuhan maka akan ada konsekuensi berupa emisi yang dihasilkan.

Kerangka keberlanjutan yang disusun manajemen Medco Energi telah memberikan landasan bagi strategi perubahan Iklim dan aspirasi emisi NZE. Medco Energi berkomitmen mencapai emisi Net Zero Scope 1 dan 2 pada tahun 2050 dan Scope 3 pada tahun 2060.

Ada tiga strategi utama Medco yang diusung untuk mendukung Indonesia mencapai NZE tahun 2060 atau lebih cepat.

Pertama adalah mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari kegiatan operasi Medco. Kedua mengurangi emisi metana dari kegiatan eksplorasi dan produksi migas dan ketiga dengan melakukan transisi energi yakni menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT).

Untuk strategi pertama,  beberapa langkah yang dilakukan misalnya menjalankan pilot project Carbon Capture and Storage (CCS) hulu migas pada tahun 2025. Lalu mengadopsi sumber energi terbarukan, hydrogen dan memperluas penangkapan natural karbon. Selanjutnya adalah berkolaborasi pada rantai pasok dan nilai untuk meningkatkan efisiensi serta mengungkap emisi cakupan 3 dan menetapkan target interim pada tahun 2025.

Sepanjang tahun 2022 Medco sukses menurunkan emisi gas rumah kaca di sektor migas sebesar 19% dan turunkan emisi gas metana sebesar 18%. Itu juga yang berkontribusi dalam peningkatan rangking ESG menjadi A dari sebelumnya BBB di tahun 2021.

Medco memiliki target bisa menurunkan emisi gas rumah kaca sebanyak 20% dan emisi gas metana 25% pada tahun 2025 serta menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 30% di tahun 2025 dan turunkan emisi gas metana 37% tahun 2030.

Emisi metana isu penting yang dibicarakan saat COP 26, karena dalam hal pemanasannya itu 25 kali lebih besar dari gas biasa. Sehingga penurunan sangat penting.

Adapun cara yang diusung Medco untuk menurunkan emisi metana antara lain dengan memperluas fokus pada pengurangan flaring, venting dan emisi fugitive. Kemudian dengan menghilangkan routine flaring pada tahun 2030 atau lebih cepat.

Hilmi Panigoro, Direktur Utama Medco Energi mengapresiasi kinerja operasional dan keuangan Perseroan. Penerbitan obligasi terbaru dan dukungan investor yang kuat menunjukkan keberhasilan Perseroan dalam memenuhi komitmen dan rencana deleveraging secara konsisten. “Dengan membaiknya harga komoditas dan permintaan energi, kami berharap dapat terus melanjutkan pertumbuhan yang berkelanjutan,” kata Hilmi. (RI)