JAKARTA – Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) memiliki peran khusus pada proyek pengolahan sampah menjadi energi (waste to energy/WTE). Hal ini diatur dalam Peraturan Presiden nomor 109 tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan Melalui Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan yang diteken Presiden Prabowo Subianto sejak 10 Oktober 2025. Dalam pasal 5 beleid tersebut, disebutkan Danantara melalui holding investasi dan operasional akan melakukan pemilihan Badan Usaha Pengembang dan Pengelola PSEL atau yang disebut BUPP PSEL yang laik untuk menjalankan ke proyek.
PSEL sendiri adalah Pengolahan Sampah Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan menjadi Energi Listrik (PSEL) menjadi salah satu bentuk pengolahan sampah utama yang akan dijalankan pada proyek waste to energy
“Penunjukan BPI Danantara sebagai koordinator utama proyek PSEL adalah langkah yang positif dan strategis dalam rangka memberikan kepastian usaha dan investasi selain sebagai upaya penyederhanaan proses dan sentralisasi keahlian,” kata Surya Darma, Ketua Pusat Studi Energi Terbarukan Indonesia (ICRES/Indonesia Center for Renewable Energy Studies), kepada Dunia Energi, Sabtu(13/12).
Surya Darma menjelaskan, dengan keterlibatan Danantara melalui holding investasi dan operasional sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk memilih Badan Usaha Pengembang dan Pengelola PSEL (BUPP PSEL), proses pemilihan dan koordinasi menjadi lebih terpusat. Ini dapat mempercepat proses tender, mengurangi birokrasi, dan memastikan standar kelayakan proyek (komersial, finansial, dan teknis) terpenuhi secara konsisten di seluruh daerah.
Menurut Surya Darma, Danantara memiliki mandat untuk melaksanakan investasi dalam PSEL yang layak. Hal ini memberikan kepastian pendanaan dan dukungan finansial yang kuat dari pemerintah. Dukungan investasi langsung ini sangat penting untuk proyek infrastruktur berskala besar yang sering kali memiliki biaya awal tinggi.
Selain itu, peran Danantara untuk mempersiapkan kajian teknis dan keekonomian sebelum mencari BUPP PSEL akan dapat meminimalisir kegagalan proyek akibat perencanaan yang kurang matang atau kelayakan finansial yang lemah.
“Sementara itu, penugasan PT PLN (Persero) untuk membeli listrik yang dihasilkan PSEL memastikan adanya kepastian offtaker (pembeli energi). Kepastian ini, diperlukan karena selama ini, offtaker menjadi kendala besar karena ketidakpastian. Kepastian pembelian listrik ini adalah faktor kunci yang meningkatkan daya tarik proyek bagi investor swasta atau BUPP PSEL, sehingga mempercepat realisasi proyek,” ujarnya.
Namun, dibalik semua itu, kata Surya Darma, penunjukan BPI Danantara memiliki beberapa potensi risiko dan kekhawatiran yang perlu dicermati, seperti adanya potensi monopoli dan sentralisasi kekuasaan. Memberikan kekuasaan tunggal kepada Danantara untuk memilih BUPP PSEL dan melaksanakan investasi dapat menimbulkan risiko sentralisasi berlebihan. Hal ini berpotensi menghambat persaingan sehat jika kriteria pemilihan atau prosesnya tidak sepenuhnya transparan dan akuntabel. Investor atau pengembang daerah berpotensi merasa terdiskriminasi.
Lebih lanjut Surya Darma menjelaskan bahwa Danantara ditugaskan untuk mengkaji kelayakan teknis dan keekonomian, memilih BUPP PSEL, dan berinvestasi. Kompleksitas tugas ini, yang mencakup aspek teknis, finansial, dan operasional, bisa menjadi beban kerja yang terlalu berat.
“Jika Danantara tidak memiliki kapasitas dan sumber daya yang memadai untuk seluruh fungsi tersebut, dapat menghambat kecepatan implementasi PSEL di lapangan. Yang kami khawatirkan adalah keterlibatan langsung Danantara dalam investasi dan manajemen risiko PSEL, meskipun bertujuan baik, dapat membuat pemerintah terlalu dalam menanggung risiko bisnis proyek. Jika banyak PSEL gagal mencapai kelayakan komersial, beban finansial tersebut pada akhirnya akan ditanggung oleh negara,” ujarnya.
Ia mengatakan, penugasan PLN untuk membeli listrik adalah poin positif terhadap kepastian offtaker, namun mekanisme penetapan harga beli listrik (feed-in tariff) yang akan diterapkan oleh PLN sangat krusial. Jika harga yang ditetapkan tidak cukup menarik secara komersial, peran Danantara dalam mencari BUPP PSEL yang layak akan tetap sulit, karena proyek akan kehilangan daya tariknya bagi investor.
“Sehingga, dalam konteks ini bersifat baik, tetapi peran Danantara yang sangat dominan berpotensi menciptakan kemacetan birokrasi baru dan risiko fiskal bagi negara, terutama jika tidak diimbangi dengan transparansi ketat dan struktur kompetensi yang jelas,” kata Surya Darma.(RA)




Komentar Terbaru