JAKARTA – Mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto bukan hal mudah. Tapi bukan tidak mungkin, karena Indonesia punya modal cukup untuk bisa merealisasikan target melalui hilirisasi.

Hilirisasi di sektor pertambangan jadi motor penggerak sekaligus penopang dalam mengejar pertumbuhan ekonomi. Kenapa bisa begitu?

Dari kondisi yang sudah berjalan selama beberapa tahun sejak pemerintah jadikan hilirisasi sebagai agenda utama dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi, hilirisasi telah mendorong transformasi ekonomi dari konsumtif menjadi produktif.

Lihat saja hilirisasi nikel telah membuktikan bahwa pengolahan mineral di dalam negeri dapat meningkatkan nilai tambah secara signifikan. Ekspor produk olahan nikel melonjak dari US$3 miliar per tahun menjadi US$30 miliar pada 2022.

Sumber : Kementerian ESDM, Diolah : Dunia Energi

Kegiatan pertambangannya saja jadi penyumbang terbesar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Meskipun sangat dipengaruhi fluktuasi harga komoditas dunia tapi PNBP Minerba tetap mendominasi kontribusi PNBP sektor ESDM. Pada tahun 2024 lalu saja PNBP Minerba tercatat Rp140,5 triliun.

Strategi pemerintah untuk menggenjot produksi komoditas tambang ini dibarengi dengan peningkatan kapasitas atau kemampuan industri pengolahan sehingga menghasilkan produk yang punya nilai jual jauh lebih tinggi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam lima tahun terakhir industri pengolahan punya kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto Nasional (PDB).

Pada tahun 2020 kontribusi industri pengolahan terhadap PDB mencapai 19,87%, kemudian jadi 19,24% di tahun 2021. Kontribusinya memang masih menurun menjadi 18,34% di tahun 2022 namun kembali meningkat pada tahun 2023 menjaid 18,67% dan tahun 2024 kembali tumbuh menjadi 18,98%.

Kontribusi pada industri pengolahan juga diikuti oleh industri pertambangan dan galian dimana sepanjang tahun 2020 kontribusinya hanya 6,43% tapi tumbuh di dua tahun berikutnya yakni 2021 dan 2022 masing-masing menjadi 8,97% dan 12,22%. Untuk tahun 2023 kontribusinya menjadi 10,52% dan tahun lalu sebesar 9,15%.

Sumber : BPS, Diolah : Dunia Energi

Untuk urusan pengolahan ini Indonesia punya aktor utama yang jadi motor penyumbang kontribusi terbesar yang dimotori oleh MIND ID Group.

Berbagai proyek strategis kini digawangi anggota MIND ID yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM), PT Bukit Asam Tbk, PT Freeport Indonesia, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), PT Timah Tbk, hingga PT Vale Indonesia Tbk menjalankan fungsinya sebagai penggerak hilirisasi mineral pertambangan di Indonesia.

ANTAM memimpin pembangunan ekosistem baterai kendaraan listrik (EV Battery Ecosystem), mencakup rantai nilai nikel dari tambang hingga fasilitas daur ulang baterai. ANTAM menjadi inisiator dalam pembangunan enam proyek hilirisasi di Halmahera Timur dan Karawang untuk mendukung pengembangan ekosistem industri baterai kendaraan listrik melalui Indonesia Battery  Corporation (IBC) ataupun langsung ANTAM yang bekerja sama dengan CBL. Adapun ekosistem tersebut mulai dari tambang nikel, pembangunan pabrik RKEF dan industrial park, pembangunan smelter HPAL, fasilitas produksi battery material, battery cell serta proyek daur ulang baterai.

Di sektor alumina, ANTAM mengerjakan proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah melalui anak yakni PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) bekerja sama dengan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Saham memegang porsi saham 40% sementara Inalum 60%.

ANTAM juga kerja sama strategis dengan PT Freeport Indonesia dalam pasokan emas minimal 30 ton per tahun dan rencana pembangunan pabrik logam mulia di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Gresik untuk memperkuat industri hilir logam mulia nasional.

Kemudian PT Bukit Asam Tbk (PTBA), tengah menggarap proyek percontohan (pilot project) mengkonversi batu bara menjadi Artificial Graphite dan Anode Sheet yang digunakan sebagai bahan baku baterai lithium-ion. Proyek yang diluncurkan pada 15 Juli 2024 lalu ini bertujuan untuk mendukung program hilirisasi batu bara.

Hilirisasi juga menyasar pada komoditas tembaha yang digawangi oleh anggota MIND ID lainnya yakni PT Freeport Indonesia (PTFI) yang sudah memiliki fasilitas pengolahan tembaga 1,3 juta konsentrat per tahun melalui PT Smelting dimana kepemilikan Freeport sebesar 66,02% . Produk utama smelter ini adalah katoda tembaga.

PTFI sekarang juga telah mengoperasikan smelter lainnya di Manyar, Gresik dengan kapasitas 1,7 juta konsentrat tembaga per tahun. Menggunakan Double Flash Smelting & Converting serta PMR: Hydrometallurgy produk utama yang dihasilkan dari smelter Freeport ini antara lain Katoda Tembaga sebesar 600.000 ton per tahun, Emas 50 ton per tahun, serta Perak Murni Batangan sebesar 200 ton/tahun.

Selanjutnya untuk Inalum, selain bekerja sama dalam proyek SGAR di Mempawah dengan ANTAM, kini juga tengah menggarap smelter alumunium baru  dengan kapasitas 600 KTPA yang rencananya akan diintegrasikan juga dengan SGAR fase dan fase 2.

PT Timah Tbk mendirikan anak perusahaan PT Timah Industri yang fokus pada pengembangan hilirisasi tin ingot menjadi berbagai produk seperti tin solder, tin solder powder dan tin chemical  telah lima pabrik produksi hilirisasi yakni pabrik Stannic Chloride Plant dengan kapasitas 3.000 ton/tahun yang digunakan sebagai bahan kimia sebagai prekursor, untuk industri kaca, katalis dan stabilizer.

Kedua, pabrik Tin Intermediate Plant dengan kapasitas produksi 8.000 ton/tahun. Produk ini digunakan untuk panel surya, kabel listrik dan bahan bangunan tahan panas. Ketiga, Tin Stabilizer Plant dengan kapasitas produksi 10.00 ton/tahun yang digunakan sebagai bahan baku untuk industri otomotif, stabilizer pipa/pvc dan konstruksi. PT Timah Industri juga memiliki pabrin Tins solder dengan kapasitas 2000 ton/tahun dan Solder Powder dengan kapasitas 100 ton/tahun.

Selanjutnya ada PT Vale Indonesia Tbk (INCO), salah satu anggota grup MIND ID yang fokus pada produksi dan pengolahan nikel. Vale kini tengah mengerjakan tiga proyek strategis nasional sekaligus yakni Indonesia Growht Project (IGP) Pomalaa, IGP Sorowako Limonite dan IGP Morowali. Untuk IGP Pomalaa bekerja sama dengan Ford, Huayou Cobalt kapasitas pengolahan 120 ribu ton per tahun nikel dalam MHP. Lalu IGP Sorowako Limonite bekerja sama dengan Huayou Cobalt kapasitas pengolahan 60 ribu ton dalam MHP serta IGP Morowali bekerja sama dengan GEM Co., Ltd yang akan membangun smelter dengan kapasitas 66 ribu ton nikel per tahun. Dirancang sebagai operasi net-zero, dilengkapi R&D dan knowledge transfer ke Indonesia.

Dengan berbagai proyek hilirisasi yang tengah digarap dan sudah dikerjakan, MIND ID menjelma jadi aktor protagonis yang punya peran krusial menuju pertumbuhan ekonomi yang dicita-citakan.

Hilirisasi sektor mineral khususnya sarat akan investasi besar dan dinilai mampu mendorong efek berganda (multiplier effect), termasuk peningkatan kapasitas industri manufaktur dan penciptaan lapangan kerja yang lebih luas.

Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, mengatakan bahwa hilirisasi jadi salah satu agenda utama pembangunan nasional yang seiring dengan upaya memperkuat kemandirian dan ketahanan energi.

Lebih lanjut dia menegaskan bahwa hilirisasi sektor minerba sangat penting untuk menopang target pertumbuhan ekonomi 8% per tahun.

“Pemerintah menargetkan total investasi sebesar Rp13.000 triliun selama periode 2025–2029. Dari jumlah tersebut, proyek hilirisasi minerba diperkirakan menyumbang investasi hingga US$20 miliar,” kata Airlangga.

Potensi ini diproyeksikan dapat meningkatkan ekspor Indonesia hingga US$850 miliar, serta menambah Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar US$236 miliar pada tahun 2040.

Sepanjang 2024, MIND ID menyelesaikan sejumlah proyek strategis seperti Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Fase I di Mempawah, Smelter Tembaga dan Precious Metal Refinery (PMR), serta uji coba konversi batu bara menjadi artificial graphite dan anodized sheet.

Maroef Sjamsoeddin, Direktur Utama MIND ID, menjelaskan untuk tahun 2025, MIND ID memprioritaskan pembangunan SGAR Fase II di Mempawah, fasilitas RKEF & HPAL di Halmahera Timur, optimalisasi Precious Metal Refinery, pembangunan PLTG di Gresik, serta peningkatan angkutan batu bara Tanjung Enim–Keramasan. Perusahaan juga mengembangkan tiga proyek nikel strategis di Sulawesi—IGP Pomalaa, IGP Morowali, dan HPAL Sorowako—untuk memperkuat fondasi ekosistem kendaraan listrik nasional.

“Kami berkomitmen mendorong industrialisasi mineral yang berkelanjutan dan memperbesar kontribusi sektor tambang bagi tercapainya Indonesia Emas 2045,” ujar Maroef belum lama ini.

Sementara itu, Pria Utama, Corporate Secretary MIND ID,  menegaskan sebagai kepanjangan tangan pemerintah ujung tombak hilirisasi di sektor minerba, perusahaan konsisten menjalankan peran strategis sebagai penggerak utama hilirisasi sektor industri pertambangan nasional.

“Hilirisasi adalah mandat yang menjadi pedoman dalam setiap inisiatif strategis MIND ID. Bersama seluruh Anggota, kami berkomitmen memastikan bahwa setiap program hilirisasi memberikan manfaat maksimal bagi pertumbuhan ekonomi,” kata Pria.

Salah satu bentuk hilirisasi mineral yang tengah dijalankan adalah peingkatan nilai tambah bauksit menjadi aluminium. Melalui integrasi dalam Grup MIND ID, bauksit diolah untuk menjadi bahan baku strategis yang mendukung agenda industrialisasi nasional.

Proses integrasi ini mencakup optimalisasi tambang bauksit, pembangunan fasilitas Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR), hingga smelter aluminium. Seluruh rantai nilai tersebut mampu menciptakan dampak ekonomi yang besar di dalam negeri.

Sebagai gambaran, 1 ton bauksit yang bernilai sekitar US$40 dapat meningkat menjadi US$575 dalam bentuk alumina, dan kembali melonjak menjadi US$2.700 per ton saat telah berbentuk aluminium.

“Dengan memperkuat rantai pasok aluminium ini, kami percaya dampaknya akan signifikan. Tidak hanya bagi ekonomi nasional, tetapi juga bagi daerah-daerah yang akan menikmati pertumbuhan yang lebih merata dan berkeadilan,” pungkas Pria.