JAKARTA – Sedikitnya 8 kabupaten/kota di Sumatera Utara terdampak banjir bandang dan longsor, dengan Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah sebagai wilayah paling parah. Puluhan ribu warga mengungsi, ribuan rumah hancur, serta ribuan hektare lahan pertanian rusak tersapu banjir.
Bencana tersebut paling parah melanda wilayah-wilayah yang berada di Ekosistem Harangan Tapanuli (Ekosistem Batang Toru), yaitu Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Kota Sibolga.
Ekosistem Harangan Tapanuli/Batang Toru merupakan salah satu bentang hutan tropis esensial terakhir di Sumatera Utara. Secara administratif, 66,7% berada di Tapanuli Utara, 22,6% di Tapanuli Selatan, dan 10,7% di Tapanuli Tengah. Sebagai bagian dari Bukit Barisan, hutan ini menjadi sumber air utama, mencegah banjir dan erosi, serta menjadi pusat Daerah Aliran Sungai (DAS) menuju wilayah hilir.
“Sudah jatuh korban manusia dan harta benda barulah pemerintah cq Kementerian Lingkungan hidup ambil sikap, sangat disayangkan lambatnya kementerian terkait mengantisipasi peringatan yang telah sejak lama disuarakan oleh masyarakat bahwa telah terjadi kebijakan ugal-ugalan disektor pertambangan dan perkebunan yang melanggar tata ruang daerah dan tata ruang nasional,” kata Yusri Usman, Direktur Eksekutif CERI, kepada Dunia Energi, Senin(8/12/2025).
Yusri mengatakan sebelum Kementerian LH berdiri sendiri, ada Ditjen GAKUM KLHK, tapi impoten dalam menertibakan pelanggaran soal lingkungan hidup dan kawasan hutan.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara menyebut tujuh perusahaan sebagai pihak yang diduga menjadi penyebab utama bencana ekologis yang melanda kawasan Tapanuli.
Perusahaan yang dimaksud:
1. PT Agincourt Resources – Tambang emas Martabe
2. PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) – PLTA Batang Toru
3. PT Pahae Julu Micro-Hydro Power – PLTMH Pahae Julu
4. PT SOL Geothermal Indonesia – Geothermal Taput
5. PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL) – Unit PKR di Tapanuli Selatan
6. PT Sago Nauli Plantation – Perkebunan sawit di Tapanuli Tengah
7. PTPN III Batang Toru Estate – Perkebunan sawit di Tapanuli Selatan
Ketujuhnya beroperasi di atau sekitar ekosistem Batang Toru, habitat orangutan Tapanuli, harimau Sumatera, tapir, dan spesies dilindungi lainnya.
“(Agincourt Resources – Tambang Emas Martabe), diduga terjadi pelanggaran dalam menambang di kawasan hutan dan lebih berbahaya karena letaknya di hulu dari Daerah Aliran Sungai (DAS), masuk ekosistem kawasan DAS Batang Toru,” kata Yusri.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) memutuskan menghentikan sementara operasional PT Agincourt Resources, PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III), dan PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) pengembang PLTA Batang Toru.
Berdasarkan temuan lapangan, mewajibkan audit lingkungan sebagai langkah pengendalian tekanan ekologis di hulu DAS yang memiliki fungsi vital bagi masyarakat.
“Mulai 6 Desember 2025, seluruh perusahaan di hulu DAS Batang Toru wajib menghentikan operasional dan menjalani audit lingkungan. Kami telah memanggil ketiga perusahaan untuk pemeriksaan resmi pada 8 Desember 2025 di Jakarta. DAS Batang Toru dan Garoga adalah kawasan strategis dengan fungsi ekologis dan sosial yang tidak boleh dikompromikan,” tegas Menteri LH/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, Sabtu (6/12).(RA)




Komentar Terbaru