GEDUNG Heritage Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada awal bulan Oktober lalu kembali menjadi saksi sejarah pengelolaan industri energi Tanah. Air. Hiruk pikuk puluhan awak media terdengar yang sudah diundang sedari pagi. Belasan kaki-kaki kamera (tripod) sudah berjejalan di depan teras belakang gedung Heritage. Hampir seperempat lapangan belakang Kementerian ESDM bahkan sudah dipadati awak media cetak, online dan televisi. Judul agenda konferensi pers yang tertulis di undangan cukup menggelitik. Perkembangan terbaru realisasi implementasi sumur minyak rakyat.
Sekitar pukul 2 siang WIB akhirnya rombongan keluar dari Ruang Sarulla, gedung Sekretariat Jendral Kementerian ESDM. Dipimpin Bahlil yang siang itu mengenakan kemeja berwarna merah lengan panjang. Sedari awal keluar dari ruangan, rombongan terlihat berbeda, ada gairah tersendiri menyelimuti mereka. Di dalam rombongan pejabat selevel menteri tidak hanya Bahlil tapi ada juga Maman Abdurrahman, Menteri UMKM. Tidak berbeda dengan Bahlil, Maman juga terlihat sumringah. Keduanya berbincang kecil sebelum memulai konferensi pers.
Mereka tidak sendiri, di sebelah kiri Bahlil ada Laode Sulaeman, Dirjen Migas Kementerian ESDM. Menggunakan kacamata “bunglon” tidak terlihat sorot mata Laode yang biasanya ramah. Tapi jika diperhatikan senyumnya merekah , tanda sedang ada angin baik menerpa.
Ada juga Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto di sebelah kanan Maman. Sosok sentral dibalik ide legalisasi sumur rakyat ini seperti biasa punya sorot mata tajam. Tidak seperti biasanya dimana suasana hatinya sulit terbaca, kali ini Djoksis -sapaan akrab kepala SKK Migas- sangat terlihat seperti orang yang baru saja menerima kabar gembira. Tidak ada kerutan di dahi yang biasa terlihat kala dia sedang memikirkan jawaban ketika ditanya tentang kondisi industri migas tanah air saat ini. Mikik wajahnya tampak optimis menatap ke depan dan bersemangat menunggu pengumuman dari Menteri ESDM.
Diawali dengan salam, Bahlil tidak langsung berbicara. Helaan nafasnya terdengar jelas di speaker. Seperti sudah kebiasaan, senyumnya mengembang sebelum memulai berbicara ke awak media.
Suara Bahlil lantang menyapa, untuk selanjutnya membeberkan hasil pembahasan dalam rapat yang telah berlangsung lebih dari satu jam itu.
“Dari Bupati, Walikota ke Gubernur sudah menginventarisir kurang lebih sekitar 45 ribuan potensi sumur yang selama ini dikelola oleh rakyat. Ini kita serahkan kepada rakyat, kepada daerah lewat koperasi, UMKM dan BUMD. Dengan memperhatikan pengelolaannya keselamatan, baik keselamatan kerja maupun dalam aspek lingkungan,” kata Bahlil dalam konferensi pers (9/10).
Pengumuman itu adalah tanda bahwa Indonesia memasuki era baru dalam industri migas. Era di mana untuk pertama kalinya sumur – sumur rakyat yang selama ini dianggap bermasalah justru dirangkul, tidak diabaikan.
Era dimana sumur – sumur minyak rakyat yang kerap dianggap bagaikan aib bagi industri migas, justru diajak untuk berbenah, untuk memastikan keamanan bagi para pekerjanya ataupun lingkungannya.
Era dimana sumur rakyat kini menjadi berkah, tidak hanya bagi rakyat tapi bagi negara. Puluhan ribu barel minyak nantinya setiap hari diproyeksikan tercatat dan jadi tambahan dalam produksi minyak secara nasional.
Dalam data terbaru pemerintah paling tidak ada 45.095 sumur minyak rakyat sudah terdata berdasarkan rapat gabungan lintas Kementerian dan lembaga serta enam pemerintah provinsi yakni Sumatera Selatan, Aceh, Jambi, Sumatera Utara, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Jumlah Sumur Rakyat di enam provinsi berdasarkan hasil konsolidasi lintas Kementerian dan Lembaga (Sumber : Kementerian ESDM, Diolah : Dunia Energi)
Dari keenam provinsi tersebut Sumatera Selatan jadi provinsi paling banyak untuk lokasi sumur rakyat dengan jumlah sumur rakyat sebanyak 26.300 sumur. Dilanjutkan dengan Jambi sebanyak 11.509 sumur minyak. Kemudian di tempat ketiga ada Jawa Tengah 4.391 sumur. Untuk Aceh ada 1.490 sumur, Jawa Timur 798 sumur dan Sumatera Utara sebanyak 607 sumur rakyat.
Sejak pemerintahan Prabowo Subianto bergulir, salah satu target utamanya adalah swasembada energi dan cara yang paling memungkinkan adalah dengan menggenjot produksi minyak dan gas bumi. Sejak beberapa tahun kebelakang rata-rata strategi yang dipilih adalah memaksimalkan sumur-sumur eksisting melalui program pemboran sumur pengembangan yang diperbanyak. Kegiatan work over dan well service (WOWS) juga terus digenjot.
Tapi cara ini tentu tidak akan bisa menambah secara signifikan karena kondisi sumur – sumur yang sudah tua sehingga ada penurunan produksi secara alami. Sehingga program pemboran dan WOWS sifatnya lebih kepada menekan laju penurunan produksi.
Pemerintah juga berupaya dengan cara mempercepat proses dari temuan cadangan hingga produksi. Tapi itu jelas membutuhkan waktu. Inovasi penggunaan teknologi mutakhir juga sifatnya masih untuk menekan laju penurunan produksi. Baru pada tahun ini terobosan yang belum pernah ditempuh sebelumnya direalisasikan yakni dengan merangkul sumur – sumur minyak rakyat yang selama ini malah diburu aparat untuk ditertibkan.
Djoko Siswanto, Kepala SKK Migas jadi tokoh sentral dibalik kebijakan pemerintah merangkul keberadaan sumur-sumur tradisional yang dulu dikenal sebagai ilegal. Pengalamannya selama puluhan tahun mengurus sektor migas memberikan perspektif berbeda dalam mengelola keberadaan sumur-sumur tradisional yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat. “jumlahnya banyak, ribuan bayangkan kalau tercatat jadi produksi nasional kan jadi bisa tambah produksi. 1 barel saja satu sumur kita ada 10-15 ribu sumur yang mungkin ekonomis jadi berapa produksi?,” kata Djoko saat berbincang dengan Dunia Energi beberapa waktu lalu.
Gayung bersambut, ide untuk merangkul sumur rakyat akhirnya benar-benar terealisasi pada awal tahun ini. Keseriusan pemerintah dalam memfasilitasi peningkatan produksi dari sumur minyak rakyat juga tidak main-main. Bahkan beleid sekelas Peraturan Menteri diterbitkan untuk jadi fondasi hukum sehingga kegiatan penambangan minyak yang dilakukan secara tradisional bisa dilakukan tanpa melanggar aturan yakni Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 14 tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi.
Karena judulnya tradisional, pemerintah tidak menutup mata akan tingginya risiko atau bahaya dari kegiatan produksi minyak oleh masyarakat untuk itu dalam aturan sumur – sumur minyak yang sudah terdata tidak serta merta bisa memproduksi dan menjual minyaknya ke KKKS.
Masyarakat yang selama menjadi penambang minyak tradisional wajib bergabung atau bernaung dibawah koperasi, UMKM ataupun BUMD yang sah. Nantinya mereka bakal mendapatkan pendampingan tentang teknik serta keselamatan dalam kegiatan produksi minyak.
Maman Abdurrahman, Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, menyatakan bahwa UMKM yang bisa mengelola sumur minyak rakyat ini adalah yang termasuk usaha menengah serta UMKM yang telah memenuhi syarat yang nanti akan didetailkan oleh Kementerian ESDM.
“UMKM ini bukan mikro ya, tapi usaha menengah. Jadi saya meluruskan karena ada persepsi di mata publik seakan-akan kalau UMKM itu identik semuanya itu hanya mikro. Mikro itu ya rata-rata pedagang kaki lima ataupun yang omsetnya di bawah 1 miliar. Yang diberikan kesempatan ini adalah usaha menengah ini pun berdasarkan usulan rekomendasi dari daerah. Tentunya syarat dan prasyarat ini berbeda dengan yang tambang,” jelas Maman.
Dalam beleid terbaru pemerintah memberikan ketentuan tentang bentuk kerja sama pengelolaan sumur rakyat. Pasal 2 ayat 2 disebutkan bentuk-bentuk kerja sama yang dapat dilakukan, misalnya kerja sama operasi dan/atau teknologi; kerja sama produksi sumur minyak oleh BUMD/Koperasi/UMKM; pengusahaan penambangan minyak bumi pada sumur tua; atau kerja sama lainnya. Bentuk kerja samanya sendiri adalah Bussiness to bussiness melalui persetujuan Kepala SKK Migas dan Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).
Pada pasal 13 dijelaskan bahwa kontraktor (KKKS) bisa melakukan kerja sama produksi minyak dari sumur rakyat, dengan syarat-syarat tertentu. Dalam pasal 13 ayat 3 dikatakan kegiatan kerja sama produksi sumur minyak BUMD/Koperasi/UMKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada periode penanganan sementara paling lama 4 (empat) tahun sejak berlakunya Peraturan Menteri ini.
Dalam pasal ini juga dijelaskan bagaimana dalam periode penanganan, kontraktor sebagai pembina sumur rakyat wajib memenuhi ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup sesuai sejak dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam penerimaan minyak bumi sejak titik serah sumur minyak BUMD/Koperasi/UMKM.
Pemerintah juga melarang bertambahnya sumur-sumur rakyat baru diluar dari data sumur rakyat yang sudah diserahkan oleh masing-masing kepala daerah. jika ada sumur diluar data kedapatan mengebor sumur baru maka akan langsung ditindak dengan hukum yang berlaku.
Tidak Lupakan Keselamatan dan Lingkungan
Benny Hidajat, Vice President Production and Project Pertamina Hulu Energi (PHE) mengungkapkan peran KKKS juga ikut memberikan masukan teknis termasuk penggunaan teknologi dan aspek HSSE-nya. “Kita cari jalan bagaimana supaya bisa masuk. Kalau standarnya yang dipakai seperti halnya KKKS ya mungkin tidak bisa dijalankan oleh sumur rakyat tersebut,” kata Benny disela sosialisasi Permen ESDM No 14/2025 di Tangerang (9/10).
Pedoman good engineering practice yang termuat dalam regulasi di Permen kata Benny paling tidak memuat aspek-aspek keselamatan dan kesehatan kerja dan pengelolaan lingkungan hidup. “Jadi kita ingin ketahanan energinya dapat, tapi juga kita ingin mereka bisa mengoperasikannya dengan aman dan respect terhadap lingkungan,” jelas dia.
Kontraktor kata Benny bakal melakukan evaluasi berkala terhadap kegiatan produksi minyak sumur rakyat. Untuk bisa memastikan BUMD, UMKM atau Koperasi pengelola patuh menjalankan praktik tambang yang sesuai good engineering practice bakal diatur juga dalam perjanjian kerja sama. “Kalau itu masih tidak bisa dipatuhi juga, tentu saja nanti potensi penerapan sanksi dan penegakan hukum terhadap pelanggaran oleh tim gabungan setelah dievaluasi oleh tim gabungan,” tegas Benny.
Tutuka Ariadji, Guru Besar Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institute Teknologi Bandung (ITB) menilai sumur minyak rakyat berasal dari cadangan yang dangkal, biasanya hanya kecil. “Sehingga kalau diproduksikan tidak lama akan turun drastis produksinya,” kata Tutuka kepada Dunia Energi (4/11).
Lebih lanjut menurut sosok yang sempat jadi Dirjen Migas pada 2020-2024 itu, sumur rakyat jangan sampai dijadikan sebagai satu-satunya jalan untuk mengejar target atau penambahan produksi nasional dalam jangka pendek. Melainkan dengan konsepsi “dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat”. Apalagi konsep perhitungan bisnis pengelolaan sumur rakyat sekarang menurut Tutuka sudah jauh lebih baik ketimbang aturan main terdahulu.
Terkait imbalan dan harga, minyak rakyat bakal dibeli oleh kontraktor dengan harga 80% x ICP. Skema perhitungan ini dirasa sudah memadai, karena Peraturan menteri ESDM No 1 Tahun 2008 hanya dibayar ongkos angkut dan angkat sebesar 4.000 sampai 6.000 per liter. Sehingga untuk kali ini Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tidak akan permasalahkan konsep kemitraan dalam mengelola sumur rakyat.
“Artinya untuk rakyat setempat hasilnya, tidak perlu dikirim untuk pendapatan nasional. Tetap perlu dibukukan atau dicatat (dari sisi jumlah produksi),” jelas Tutuka.

Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat meninjau sumur rakyat di Musi Banyuasin (Foto/Dok/Kementerian ESDM)
Sementara itu, Medianestrian, Sekretaris Jendral Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), mengungkapkan pengelolaan sumur rakyat tentu memiliki potensi untuk membantu menjaga tingkat produksi minyak nasional, terutama dari sisi optimalisasi aset yang sudah ada. “Namun demikian, aspek keselamatan kerja dan perlindungan lingkungan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaannya,” jelas Medi kepada Dunia Energi, Senin (3/11).
Upaya peningkatan produksi minyak nasional lanjut Medi tidak bisa hanya bergantung pada program sumur rakyat. Pemerintah dan industri perlu menjalankan strategi komprehensif, antara lain dengan meningkatkan kegiatan eksplorasi untuk menemukan sumber daya baru.
Mempercepat konversi sumber daya menjadi produksi (resource to production) melalui kolaborasi seluruh pemangku kepentingan.
Medi juga menginatkan poin penting dalam rangka memastikan percepatan perizinan dan kepastian hukum, termasuk penyempurnaan skema kontrak kerja sama (PSC) dengan fiscal terms yang ekonomis jadi komponen yang tidak bisa dipisahkan untuk diperbaiki iklin investasi migas. Lalu pemanfaatan teknologi tepat guna agar kegiatan eksploitasi berlangsung efisien dan aman.
“Dengan sinergi tersebut, target peningkatan produksi minyak nasional dapat dicapai secara berkelanjutan tanpa mengorbankan keselamatan dan lingkungan,” jelas Medi.
Minyak dari sumur-sumur rakyat sendiri hampir dipastikan beragam jenisnya, karena tersebar di banyak tempat sehingga memiliki kualitas bermacam-macam. Namun jumlahnya tidak besar, berdasarkan kajian awal yang dilakukan pemerintah dan para kontraktor di seluruh Indonesia sekitar 10 ribu – 15 ribu barel per hari (bph) dan belum tentu semuanya ekonomis. Dengan kapasitas produksi nasional 600 ribu bph , hanya sekitar 1,6% sampai 2.5%. Sehingga jika di blending tidak terlaku berpengaruh secara signifikan.
Hadi Ismoyo, praktisi migas yang saat ini menjabat sebagai Presiden Direktur PT Petrogas Jatim Utama Cendana, menilai Niat baik pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM perlu dihargai dalam upaya menambah produksi minyak nasional. Efek positifnya tentu akan ada tambahan produksi dari KSO dari sumur/lapangan Idle. Namun perlu diingat walau jumlahnya sumur/lapangan idle banyak, produksi per sumurnya kecil dan menyebar di banyak tempat dan tidak semuanya ekonomis. Efek negativenya tentu ada, bahwa jika pengolaannya tidak sesuai standart HSE Migas justru akan kontra produktif.
“Di disinilah peran SKK Migas, Ditjen Migas dan Kontraktor PSC (production sharing contract) harus melakukan screening yang ketat agar operasional dan best practice di industri migas bisa diterapkan, mengingat operation di migas HSE standardnya cukup tinggi,” jelas Hadi saat dihubungi Dunia Energi, Selasa (5/11).
Salah satu hal paling penting yang memang harus diperhatikan menurut Hadi adalah untuk urusan keselamatan. Potensi kecelakaan kerja adalah sumur lama ini bisa terjadi pressure build (tekanan tinggi), dan well integrity yang kurang memadai. Kalau penanganannya tidak professional bisa terjadi leak (bocor). Ujungnya jika ada percikan api bisa terjadi blow out, sumur terbakar dan menimbulkan korban jiwa dan pencemaran lingkungan.
Di sinilah letak kritikalnya dimana BUMD/UMKM harus memahami Standar operasi migas. Kontraktor Pemilik wilayah kerja harus menunjuk atau membentuk struktur organisasi yang prudent untuk menjalankan operational, baik sendiri-sendiri dari unsur BUMD/UMKM atau gabungan. “Tujuan utamanya Operasional KSO++ ini bisa berjalan dengan baik , memenuhi harapan Pemerintah untuk peningkatan produksi,” ujar Hadi.
Keputusan pemerintah untuk merangkul sumur-sumur rakyat untuk dibina bukanlah keputusasaan melainkan jadi cara untuk memastikan masyarakat yang selama ini “kucing-kucingan” dengan aparat dalam memproduksi minyak bisa mendapatkan pemahaman yang utuh tentang pentingnya keselamatan dan keamanan bagi lingkungan dalam praktik pertambangan minyak. Satu hal yang wajib dipastikan adalah konsistensi pemerintah dalam mendorong sinergi antara pelaku pengelola sumur rakyat dan kontraktor sehingga potensi dari sumur rakyat yang sedang diincar bisa dimaksimalkan. Mendulang berkah dari sumur rakyat bukan lagi sekedar mimpi. (RI)





Komentar Terbaru