NEGERI ini memang sudah mahsyur namanya sebagai pemilik cadangan mineral yang diprediksi jadi penentu arah perkembangan zaman dan teknologi manusia di masa depan. Nikel jadi komoditas mineral paling dicari di dunia saat ini. Utamanya untuk kendaraan masa depan, kendaraan listrik. Indonesia adalah negara dengan jumlah cadangan nikel terbesar di dunia.
Secara global, sumber daya nikel diperkirakan mengandung lebih dari 350 juta ton nikel, dengan 54 persen dalam laterit dan 35 persen dalam endapan sulfida magmatik. Indonesia menjadi negara dengan kepemilikan cadangan nikel paling banyak di dunia, yaitu diperkirakan mencapai 55 juta ton.
Di urutan kedua, cadangan nikel terbesar berada di Australia, yaitu 24 juta ton. Kemudian, disusul oleh Brasil sebesar 16 juta ton, Rusia sebesar 8,3 juta ton.
Keunggulan itu bagaikan pisau bermata dua. Jika dikelola dengan bijak maka nikel bisa jadi jalan keluar sekaligus perantara bagi Indonesia menuju kejayaannya menuju peradaban masa depan. Sementara di sisi lain melimpahnya nikel bisa jadi kutukan. Kita mungkin tidak akan mendapatkan manfaat apapun jika sumber daya alam dikelola dengan serampangan.
Pulau Obi jadi satu dari sekian banyak wilayah Indonesia yang diberikan anugerah saat tanahnya dijejali nikel berlimpah. Kegiatan tambang nikel di Obi diinisiasi oleh PT Trimegah Bangun Persada Tbk anak usaha Harita Nickel.
Berbicara tentang tambang, tidak akan pernah bisa kita hilangkan pandangan negatif dari aktivitas tersebut. Padahal peradaban masa depan manusia bergantung pada nikel dan produk turunannya. Untuk itu, selain menambang, ada misi lain dari Harita yang mungkin bagi banyak pihak sulit percaya.
Sejak mulai mengekstraksi nikel, Harita punya pendekatan yang tidak setengah-setengah, khususnya untuk urusan sekitar wilayah operasi tambang, baik itu lingkungan ataupun manusianya. Tujuannya satu, ingin tumbuh bersama masyarakat pulau Obi. Bonusnya, mengubah paradigma negatif yang selalu melekat pada pelaku usaha tambang.
Berbagai langkah ditempuh untuk membuktikan bahwa tidak semua aktivitas pertambangan menghasilkan luka. Ada juga tambang yang secara sadar justru berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kondisi lingkungan yang lestari.
Selain itu, tambang membuat roda ekonomi bergerak tanpa kenal henti di pulau Obi. Kegiatan Harita disana seakan jadi motor penggerak. Tidak hanya sebagai pekerjanya, masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan tambang ikut merasakan perputaran roda ekonomi dari operasi Harita.
Dindin Makinudin, Community Affairs General Manager Harita Nickel, menyatakan salah satu poin utama dalam kegiatan operasional Harita adalah kinerja ESG perusahaan melalui pengelolaan lingkungan hidup maupun masyarakat. Ia mengungkapkan tren saat ini yang berkembang adalah industri jasa keuangan terutama investor dan bank ingin memastikan bahwa investasi yang mereka tanamkan di perusahaan lebih aman dan memberikan kinerja yang lebih baik.
“ESG kini jadi pertimbangan dalam keputusan berinvestasi,” ungkap Dindin di sela diskusi yang digelar Energy Editor Society (E2S) dengan tema Uncovering ESG Transformation in Indonesia’s Nickel Mining Industry di Jakarta, Jumat (4/7/2025).
Prinsip-prinsip ESG diterapkan Harita secara optimal agar bisa memaksimalkan manfaat dari keberadaan sumber daya alam yang bisa dirasakan masyarakat. Dindin menjelaskan perputaran ekonomi dengan praktik tambang yang sesuai dengan ESG yang dijalankan Harita sangat besar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Halmahera Selatan, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Halmahera Selatan terlihat meningkat dengan drastis setelah adanya aktivitas hilirisasi nikel.
Selama lima tahun terakhir, sektor Industri Pengolahan menjadi kontributor terbesar PDRB Kabupaten Halmahera Selatan menurut Lapangan Usaha. Sektor ini memberikan kontribusi yang terus meningkat dari 33,97% di tahun 2020 menjadi 54,59% di tahun 2024.

Sumber : Data BPS, Diolah : Dunia Energi
Masih berdasarkan data BPS, kondisi peningkatan tersebut disebabkan karena terdapat beberapa perusahaan tambang besar serta terdapatnya smelter di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan. Perusahaan tambang di Pulau Obi terus mengalami pembangunan. Di tahun tahun 2022 terdapat pembangunan perusahaan baru dan perektrutan tenaga kerja yang masih berkelanjutan hingga tahun 2024. Kemudian pada posisi kedua adalah sektor Pertambangan dan Penggalian. Sama halnya dengan Industri Pengolahan, kategori ini juga masih mengalami pertumbuhan dengan nilai yang cukup tinggi pada tahun 2024 hingga industri ini menggeser kontribusi dari Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan untuk menjadi kontributor terbesar kedua dengan kontribusi yang terus meningkat dari 13,91% di tahun 2020 menjadi 16,36% di tahun 2024. Setelah dua sektor itu baru mengikuti sektor lainnya seperti lapangan usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Lalu diikuti lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran.
“Pertumbuhan ekonomi stabil tumbuh. Industri pengolahan sangat dominan mendorong perekonomian lokal artinya hilirisasi sukses memantik pertumbuhan ekonomi di Halmahera Selatan,” ungkap Dindin.
Tidak terlalu sulit untuk melihat dan merasakan pengaruh kegiatan tambang bagi perekonomian masyarakat Pulau Obi. Gambarannya, dengan adanya kegiatan tambang maka dibutuhkan pekerja yang tidak sedikit. Pekerja pasti membutuhkan makan. Kebutuhan bahan makanan setiap hari untuk para pekerja Harita saja sangat banyak. Manajemen sudah melakukan kalkulasi, untuk beras saja, setiap bulannya dibutuhkan 20.732 sak beras kemasan 25 kg. Ikan Dasar Beku dibutuhkan paling tidak 22.776 kg ikan setiap bulan. Daging ayam, setidaknya dibutuhkan labih dari 22.012 kg setiap bulan. Belum lagi dengan kebutuhan sayur mayur dan berbagai bahan makanan lainnya dibutuhkan masing-masing ribuan kg setiap bulannya.
Dindin menyatakan dengan jumlah karyawan yang banyak di Pulau Obi ada kebutuhan logistik yang besar, manajemen Harita memilih untuk melibatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan makan para pekerjanya dengan program One Village One Product Suplly Chain. Jadi satu desa ditargetkan mampu untuk memasok paling tidak satu produk bahan makanan yang dibutuhkan perusahaan. Jika memang belum bisa memasok keseluruhan maka pembinaan dilakukan agar minimal masyarakat pulau Obi tetap mendapatkan manfaat dari memasok kebutuhan perusahaan.
“Jadi tidak hanya peluang kerja, tetapi juga membuka peluang berusaha. Masyarakat mau mengikuti syarat dan ketentuan yang ditentukan perusahaan baik dari segi kualitas, kuantitas dan kontinuitasnya. Harapannya dengan adanya peluang tersebut menjadi pemantik hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan antara perusahaan dengan masyarakat yang ada di sekitarnya,” jelas Dindin.
Berbagai program pembinaan diinisiasi mulai dari pengembangan Agrikultur dan Perikanan dengan membentuk 26 kelompok tani dengan total anggota mencapai 414 orang dan UMKM serta terbentuknya 65 suplier bahan makanan lokal dengan 254 karyawan sehingga mampu menciptakan lapangan kerja bagi 729 warga.
Dampak ekonomi yang sudah dihasilkan tidak main-main, karena selain sukses menciptakan 729 wirausahawan binaan, pendapatan terekam setiap bulan bahkan mencapai total miliaran rupiah. “Per bulan sekitar Rp14 miliar untuk perputaran di lokal,” ujar Dindin.
Berbagai sektor yang dekat dengan kehidupan masyarakat pulau Obi terus dikembangkan. Sebut saja Agrikultur dan Perikanan yang diusung Harita kini tidak bisa dipandang sebelah mata karena manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat. Ada 22 kelompok tani terlibat dengan total 420 anggota yang mengikuti delapan program pertanian diantaranya SENTANI (Sentra Ketahanan Pengan Obi), OBI SEHATI (Sentra Hortikulturan dan Agribisnis Tanggap Iklim), KABAR MAPAN (Kampung Baru Mandiri Pangan), SUPER HORTIMA (Sentra Usaha Petani Hortikultura dan Mina Air Tawar), IMPRESIF (Inisiasi Model Peternakan Progresif), SUTAN (Sentra Pengolahan Ikan Nelayan), SALAM KAWASI (Bersama belajar pada alam kawasi) serta PROPAM (Program Pupuk Alami).
Sepanjang lima bulan pertama tahun 2025 total pendapatan agrikultur perikanan yang diperoleh kelompok tani mencapai lebih dari Rp550 juta. Ini tentu bukan jumlah yang sedikit karena peningkatan pendapatan langsung bisa dirasakan oleh para anggota kelompok tani.
Semangat hilirisasi juga ditularkan kepada warga Pulau Obi melalui produk olahan dari Kelapa. Beberapa produk yang dihasilkan antara lain White Copra, Coconut Fiber, Coconut Netting, Coco Oeat dan Coconut Briquettes. Sejauh ini total kapasitas green house kelapa mencapai 500 kg dengan produksi rata-rata 200 kg per bulan. Selanjutnya adalah minyak Atsiri atau essensial oil untuk aromaterapi dan kesehatan. Menariknya bahan baku minyak Atsiri dari pulau Obi berasal dari area reklamasi yang ditanami tanaman Serai Wangi dan Daun Eucalyptus. Tempe dan Tahu tidak ketinggalan menjadi objek yang dikembangkan kelompok masyarakat Pulau Obi.
Selanjutnya adalah hilirisasi dari buah pala yang merupakan bagian dari program Produk Unggulan Olahan Rempah Maluku Utara atau Propala. Untuk melatih mama-mama di permukiman baru Desa Kawasi mengolah produk turunan buah pala, Harita Nickel secara khusus menghadirkan pegiat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dari Kota Ternate. Harita Nickel juga telah memfasilitasi lima produk Propala memperoleh sertifikat izin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) dari Dinas Penanaman Modal dan PTSP Halmahera Selatan. Kelima produk itu meliputi sirup, sari buah, air guraka, selai, dan dodol.
Pendidikan
Sektor pendidikan juga tidak ketinggalan jadi fokus pembinaan oleh Harita. Ada beberapa program yang diusung manajemen guna meningkatkan kapasitas dan kualitas pendidikan anak-anak Pulau Obi. Sebut saja PELITA – Vokasional yang langsung memberikan pendidikan pengoperasian crane serta pelatihan bahasa mandarin yang sudah diikuti 42 peserta. Selanjutnya ada HARITA Gemilang merupakan program beasiswa untuk anak-anak yang memiliki mimpi menyelesaikan pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Sejauh ini sudah ada 60 mahasiswa/mahasiswi yang tergabung dalam program ini.
Peningkatan literasi juga jadi perhatian khusus. di Pulau Obi, Harita mengusung program Taman Ceria. Program ini didorong untuk meningkatkan minat baca anak-anak melalui penyediaan 527 buku bacaan di enam sekolah. Selain itu sebanyak 1.222 siswa juga ikut bergabung bersama di program HARITA mengajar. Dukungan berbagai program pendidikan seperti pembangunan gedung sekilah SD,SMP, SMA di permukiman baru Desa Kawasi, penyediaan bus sekolah dan alat tulis serta fasilitas penunjang sekolah seperti projector, screen projector hingga laptop.
Hilirisasi Perikanan
Hidup di wilayah perairan membuat kebutuhan bahan makanan yang berasal dari laut pasti terus meningkat. Apalagi dengan adanya aktifitas operasional pertambangan nikel. Kondisi ini ternyata memang memberikan dampak positif bagi para nelayan, karena ikan sebagai bahan makanan masyarakat dan para pekerja tambang membuat rantai pasoknya menjadi jelas.
Berdasarkan data yang dihimpun tim Harita, kebutuhan ikan per bulan rata-rata total mencapai lebih dari 50 ribu kg ikan, terdiri dari Ikan Tuna 22.263 kg, Ikan Cakalang 13.232 kg serta Ikan Dasar Beku 12.409 kg.
Dengan adanya kebutuhan sebesar itu, para nelayan tidak akan sulit menjual hasil tangkapannya karena pasti ada yang menyerap, justru malah sebaliknya ketidaksiapan para nelayan untuk memenuhi kebutuhan ikan bagi masyarakat Pulau Obi akan sangat disayangkan. Untuk itu, Harita mempersiapkan para nelayan agar selalu bisa menjadi pemasok utama kebutuhan ikan bagi Pulau Obi dengan membangun Sentra Perikanan Pulau Obi. Melalui program tersebut hasil tangkapan ikan para nelayan diintegrasikan dengan fasilitas penyimpanan (freezer) sehingga bisa amankan stock ikan.
Beberapa wilayah yang menjadi sentra kelompok nelayan di Pulau Obi untuk memasok ikan diantaranya Desa Laiwui terdiri dari dua kelompok nelayan dengan hasil tangkapan ikan mencapai 3.000 kg per hari. Selanjutnya desa Soligi terdapat dua kelompok nelayan dengan hasil tangkapan 2.200 kg per hari. Selanjutnya ada di pulau Gomumu ada dua kelompok nelayan dari dua desa. Pertama desa Loleo dengan hasil tangkapan 3.000 kg per hari dan Mano dengan hasil tangkapan 6.000 kg ikan per hari.
Selanjutnya ada tempat penyimpanan ikan di Kawasi dengan fasilitas Air Blast Freezer (ABF) berkapasitas 6.000 kg ikan per hari. Kemudian ada pabrik es dengan kapasitas 6.000 kg per hari. Satu kelompok nelayan yang mengelola fasilitas penyimpanan berpendingin (Cold Storage) berkapasitasa 63.000 kg.
Tingkatkan Kesejahteraan
Pengembangan permukiman Desa Sehat Berseri diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan yang didukung penuh oleh Harita.Menempati lahan seluas 103 hektar (ha) dimana sudah terbangun diatasnya 259 unit bangunan rumah terdiri dari empat tipe. Fasilitas di permukiman juga sudah modern dan dilengkapi dengan fasilitas sarana olahraga, pusat ekonomi seperti minimarket, pasar, food court,laudry dan Bank. Selain fasilitas beribadan, tidak lupa juga permukiman ini sudah dilengkapi dengan fasilitas sekolah mulai dari jenjang pendidikan taman kanak-kanak. Sekolah Islam terpadu, Sekolah Dasar, SMP hingga ke SMA. Serta yang paling utama adalah akses 24 jam untuk listrik dan air bersih.
Untuk menunjang perekonomian warga disediakan juga lahan untuk lahan pertanian yang diintegrasikan dengan fasilitas BUMdes.
Permukiman Desa Sehat Berseri juga memiliki area terbuka mencapai 1,5 ha. Ini jadi lahan terbuka bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan dan bersosialisasi. Selain itu juga memiliki dermaga sendiri serta yang tidak kalah penting sudah memiliki sistem pembuangan limbah yang terintegrasi, jadi dari sisi kelestarian lingkungan juga sangat diperhatikan.
Risna Resnawaty, Pakar CSR yang juga Wakil Dekan Sekolah Vokasi Universitas Padjajaran, menyatakan pelaksanaan program supply chain makanan yang dilakukan oleh Harita dengan menyasar kaum perempuan sebagai penerima manfaat utama merupakan gagasan yang baik. Dia menilai ide dari program juga jelas yakni sebagai peluang untuk mendapatkan pasokan makanan yang baik bagi karyawan. “Serta memberikan keterampilan untuk bercocok tanam, berwirausaha, serta melatih pengolahan makanan yang baik sehingga menjadi tambahan pendapatan bagi keluarga di pulau Obi,” ungkap Risna kepada Dunia Energi (30/8).
Lebih lanjut dia menjelaskan dilihat dari sudut pandang pemberdayaan, hal tersebut bisa dikatakan sebagai sharing power, sehingga masyarakat setempat memiliki ruang untuk meningkatkan kualitas hidup dan mendapatkan keuntungan.
Namun demikian Risna mengingatkan hal yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana perusahaan menjaga sustainability dari program, sebab saat ini kegiatan supply chain makanan ini masih tergantung untuk memenuhi kebutuhan perusahaan dan karyawan. Ada beberapa kegiatan UMKM seperti keripik yang mulai bisa memasarkan ke luar pulau, dengan tantangan yang cukup besar dari sisi biaya ekspedisi. “Perlu ada inovasi lanjutan untuk hal ini,” kata dia.
Menurut Risna yang juga merupakan tim penilai performa pengembangan dan pemberdayaan masyarakat Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), penguatan kualitas produk UMKM bisa jadi jalan untuk mengembangkan program yang diusung Harita sehingga produk pulau Obi ini benar-benar punya keunggulan dan diminati oleh pasar di luar pulau. Jadi dari sisi pemasaran dan mendevelop produk lokal menjadi unggul dan punya ciri khas.
“Sampai bisa lahir istilah, kalau mau beli ini harus yang buatan masyarakat pulau Obi. Karena dari sisi kualitas paling bagus, dari sisi rasa paling enak,” kata Risna.
Jaga Lingkungan, Jaga Masa depan
Tidak hanya mengerahkan segala daya upaya untuk tumbuh bersama manusia, Harita Nickel juga tidak lupa merawat lingkungan. Manajemen menargetkan tahun ini akan mereklamasi lahan bekas kegiatan tambang seluas 66 hektar (ha). Tercatat hingga 2024, dua unit usaha Harita Nickel sudah mereklamasi lahan seluas 231,53 ha.
Harita berkomitmen melakukan reklamasi seiring sejalan dengan kegiatan penambangan yang masih dilakukan perusahaan. Di mana, satu lahan akan segera dilakukan reklamasi bila sudah dalam kondisi mine out. Sejumlah tanaman digunakan untuk reklamasi yakni cemara laut, kayu putih, ketapang, kayu nani, hingga pohon gofasa.
Perusahaan juga membangun pusat pembibitan pohon yang diberi nama Loji Central Nursery. Di sinilah semua bibit pohon untuk reklamasi disiapkan, mulai dari biji. Di area ini juga terdapat shade house, greenhouse hidroponik, hingga gudang pupuk dan laboratorium lingkungan.
Perusahaan membentuk tim khusus untuk mengurusi reklamasi tambang. Selain itu, manajemen juga gelontorkan dana sekitar Rp 250 juta per hektar dalam upaya menjalankan kewajibannya menghijaukan kembali lahan tambang.
Tonny Gultom, Direktur Health and Safety Environment (HSE) Harita Nickel, mengatakan Harita Nickel sebagai perusahaan pertambangan dan teknologi pemrosesan nikel terintegrasi, senantiasa mengedepankan prinsip berkelanjutan dalam seluruh aspek operasionalnya. “Komitmen ini dilakukan untuk memberikan nilai tambah bagi perusahaan serta keberlanjutan bagi lingkungan sekitar,” kata dia.
Tonny menyebutkan salah satu capaian Harita Nickel dalam bidang lingkungan diantaranya keberhasilan program reklamasi lahan bekas tambang. Berdasarkan hasil pemantauan keanekaragaman hayati yang dilakukan oleh pihak ketiga independen, ditemukan bahwa ekosistem flora dan fauna di area operasional Harita Nickel tetap terjaga. Sementara untuk jenis satwa yang dikelompokkan dalam taksa mamalia, populasi burung, herpetofauna dan serangga menunjukkan tren stabil. Di dalamnya termasuk sejumlah satwa endemik khas Kepulauan Maluku, seperti Kubu Hijau (Dobsonia viridis) dan Burung Kapasan Halmahera (Lalage aurea).
Penelitian mencatat ada 28 spesies capung dari 8 famili dan 46 spesies kupu-kupu dari 4 famili yang hidup di kawasan hutan yang ada di sekitar area tambang termasuk lahan bekas tambang. Keberadaan capung dan kupu-kupu ini menjadi salah satu indikator kualitas lingkungan yang tetap terjaga. “Tahun ini kami juga telah berhasil melakukan revitalisasi nursery, dengan meningkatkan kapasitas luasan lahan untuk persemaian yang dilengkapi fasilitas modern,” ungkap Tonny.
Saat berkunjung ke pulau Obi, tim Dunia Energi mendapati kondisi lahan bekas tambang yang sukses direklamasi meskipun sekilas kondisi dan jenis tanah terlihat sulit untuk direklamasi. Inovasi yang menonjol sehingga program reklamasi sukses adalah dengan pemanfaatan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) yang dihasilkan dari proses pengolahan berbasis pirometalurgi berupa slag atau terak nikel yang dimanfaatkan sebagai pembenah tanah (soil ameliorant) dalam reklamasi lahan pascatambang.
Sebagai produk SHP, slag nikel sebelumnya membutuhkan pengelolaan khusus. Namun, melalui pendekatan inovatif yang dikembangkan oleh Tim Environment and Business Improvement Harita Nickel, slag nikel ini kini memiliki nilai tambah sebagai material pendukung reklamasi lahan tambang berkelanjutan. Sebelumnya slag nikel hanya digunakan dalam konstruksi infrastruktur, seperti batako, tetrapod, dan beton.
Komitmen Harita Nickel memenuhi praktik pertambangan berkelanjutan juga terlihat melalui penerapan sistem manajemen air tambang (mine water management). Sediment Pond (kolam pengendapan) menjadi cara Harita mengelola air pembuangan bekas kegiatan tambang kembali ke kadar semula sesuai ketentuan lingkungan untuk dialirkan ke laut sebagai muara terakhir. Sediment pond berada di beberapa lokasi di areal pertambangan dengan luas yang berbeda. Total luas kolam pengendapan saat ini telah mencapai 100 ha yang mampu menampung 1,2 juta meter kubik air limpasan.
Kolam pengendapan ini digunakan untuk memisahkan partikel padat (sedimen) dari air yang digunakan dalam proses pengolahan nikel. Di mana, proses penjernihan air limbah tambang sejatinya sudah menjadi kewajiban perusahaan mengacu pada ketentuan pemerintah.
Keberadaan sediment pond mempunyai 2 fungsi, yaitu demi menjaga keselamatan operasional tambang berkaitan dengan curah hujan tinggi di Pulau Obi. Fungsi lain menjaga lingkungan sekitar pertambangan, di mana air yang mengalir ke laut sesuai dengan baku mutu yang diwajibkan pemerintah sehingga tidak mengganggu wilayah sekitar.
Proses pembuatan sediment pond ini tidak mudah. Diperlukan perencanaan dan perhitungan matang mulai dari pembuatan awal hingga mengelolanya saat kolam pengendapan sudah dibangun. Untuk membangun fasilitas ini Harita telah menggelontorkan biaya sekitar Rp 45 miliar.
Saat sudah terbangun, Harita kemudian menugaskan tim monitoring melakukan pemantauan terhadap kolam sedimen setiap hari, untuk mengetahui kondisi apapun di tempat ini. Pemantauan akan lebih intens saat kondisi cuaca curah hujan dengan debit yang tinggi.
Hendra Gunawan, Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan posisi Indonesia adalah pemain utama Nikel di dunia karena tercatat 5,3 miliar ton ore cadangannya yang bisa diproduksikan, serta mencapai 18,5 miliar ton ore sumber daya tersebar utamanya di timur indonesia. “Ini peluang dan tantangan dalam upaya transisi energi,” ujar Hendra disela diskusi yang digelar Energy Editor Society (E2S) belum lama ini.
Untuk mendukung transisi energi, Hendra menegaskan konsep pertambangan hijau merupakan suatu keniscayaan yang harus dijalankan sesuai dengan kerangka ESG.
“Sejalan hal tersebut, undang-undang pertambangan beserta peraturan turunnya terus mendukung dan mendorong pertambangan standar ESG sebagai landasan bagi praktik pertambangan hijau,” ungkap Hendra.
Sukarela Diaudit
Berbagai program yang dilakukan Harita tidak lain tidak bukan adalah demi bisa selaras dengan apa yang jadi amanat dari masyarakat. Lebih jauh, manajemen memilih untuk makin “tercebur” ke dalam pengawasan ketat berkegiatan tambang dengan mengikuti audit Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA).
IRMA sendiri merupakan audit terketat di dunia ini telah berlangsung sejak 2023 dan hasilnya akan rampung dalam waktu dekat. SCS Global Services, firma audit independen yang disetujui IRMA, melakukan penilaian, yang mencakup kajian dokumen (tahap 1) yang telah dilakukan sejak Oktober 2024 , diikuti oleh audit lapangan (tahap 2) pada April 2025.
Penilaian dilakukan menggunakan informasi dari berbagai unsur seperti anggota masyarakat sekitar, pejabat publik, perwakilan tenaga kerja, atau pihak berkepentingan lainnya.
Sertifikasi yang nanti dikeluarkan oleh IRMA merupakan salah satu perhatian khusus dari buyer nikel internasional untuk mengetahui pengelolaan supply chain sebuah produk akan membuka pasar Harita Nickel lebih luas. Selama ini, banyak pihak yang menilai ekspor komoditas nikel Harita hanya diperuntukkan untuk pasar Tiongkok. Padahal, produk nikel banyak dibutuhkan negara-negara lain, termasuk di negara-negara produsen otomotif dunia seperti Ford, BMW dan lain-lain.
Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), mengungkapkan saat ini perusahaan tambang nikel di Indonesia diketahui hampir menyentuh 400-an perusahaan. Dari jumlah sebanyak itu memang harus diakui ada perusahaan yang belum memenuhi ketentuan Good Mining Practice dengan berbagai alasan.
Langkah yang dilakukan Harita Nickel guna memvalidasi kegiatan tambang yang ramah lingkungan di Pulau Obi jadi terobosan yang patut jadi role model perusahaan lain. Hal ini semata-mata untuk memastikan pemanfaatan sumber daya alam bisa dilakukan dengan cara yang bijaksana.
“Apa yang dilakukan Harita ini langkah positif menunjukan ke dunia bahwa di industiri nikel kita sutainability adalah bagian dari penambangan kita,” kata Hendra saat bertemu Dunia Energi di Jakarta beberapa waktu lalu.
Apalagi lanjut Hendra standar IRMA adalah standar paling tinggi untuk urusan kepastian kegiatan tambang berkelanjutan yang diakui negara-negara maju baik di Eropa maupun Amerika Serikat yang kini menjadi pusat pusat konsumen nikel dan produk turunannya. Setelah mengantongi standar IRMA maka Harita bisa dengan tenang melakukan ekspansi pasar.
“Ini (IRMA) standar termasuk tertinggi kalau bisa mencapai standar itu targetnya pasar, negara-negara yang standarnya lebih ketat antara lain Uni Eropa atau AS. Karena ujungnya EV Battery. Kendaraan listrik tidak hanya dari Tiongkok tapi eropa masuk di EV jadi memang positif,” jelas Hendra.
Uji standar IRMA terkenal cukup sulit lantara proses dan alurnya yang rijit. Untuk selesaikan stage 1 Harita membutuhkan waktu lebih dari satu tahun pelaksanaan audit. Sehingga baru bisa menjalani proses berikutnya yakni stage 2 yang sudah mulai berproses. Harita merupakan perusahaan Indonesia pertama yang sudah memasuki tahapan ini yang juga membutuhkan waktu tidak sedikit untuk merampungkannya. Saat ini sedang audit IRMA Harita berada difase penyusunan laporan audit. Ini merupakan fase ke lima dari total 10 fase yang harus dilalui Harita.
Secara total tak kurang dari 1.000 persyaratan dokumen maupun praktik lapangan standar IRMA yang akan melalui proses audit. Hasil penilaian akan berupa laporan audit publik yang dirilis secara lokal dan di situs IRMA.
Standar IRMA terdiri atas 26 bab yang mencakup 4 fokus area yakni Integritas Bisnis, antara lain kepatuhan hukum, uji tuntas HAM dan lainnya; Tanggung Jawab Sosial seperti hak tenaga kerja, perlindungan warisan budaya dan lainnya; Tanggung Jawab Lingkungan seperti pengelolaan air, emisi gas rumah kaca dan lainnya; dan Perencanaan Dampak Positif seperti dukungan dan manfaat bagi masyarakat, pemukiman kembali.
Selain IRMA, kesungguhan untuk mendapatkan perhatian dari masyarakat dunia tentang praktik tambang berkelanjutan juga membuat Harita memulai proses penilaian kesesuaian atas praktik pengadaan bertanggung jawab melalui Responsible Minerals Assurance Process (RMAP) dari Responsible Minerals Initiatives (RMI).
Meskipun terbilang harus melalui tahapan berliku dan panjang, inisiatif Harita bagi Hendra bisa jadi pemantik bagi perusahaan lain untuk mencurahkan daya upaya memastikan bahwa praktik penambangan di Indonesia memang sudah diakui secara global sebagai negara yang menghasilkan nikel dengan cara-cara yang bijaksana dan berkelanjutan.
“Tentu saja tidak mudah ini jadi satu langkah awal bagus kalau Harita bisa berhasil, bisa membuka untuk yang lain,” tutur Hendra.
Sementara itu, Bisman Bakhtiar, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), menilai standar audit IRMA merupakan standar tinggi meliputi aspek standar lingkungan, sosial dan tata kelola dengan standar global.
“Kita apresiasi Harita jadi pelopor audit IRMA. Artinya dengan menyandang audit IRMA menunjuk komitmen dan tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan, sosial dan tata kelola,” kata Bisman kepada Dunia Energi beberapa hari lalu.
lebih lanjua Bisman menjelaskan bahwa hasil audit ini juga bisa mengangkat reputasi perusahaan pada level global serta bisa membangun image positif industri pertambangan yang konotasi merusak lingkungan. “Harapannya audit ini benar merepresentasikan kondisi yang sebenarnya,” ungkap Bisman.
Bangun Industri Masa Depan di Obi
Harita Nickel merupakan bagian dari Harita Group yang mengoperasikan pertambangan dan pemrosesan nikel terintegrasi berkelanjutan di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Selain IUP Pertambangan, perusahaan sejak 2017 telah memiliki pabrik peleburan (smelter) nikel saprolit dengan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dan sejak 2021 juga memiliki fasilitas pengolahan dan pemurnian (refinery) nikel limonit dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL).
Saat ini Harita sudah memiliki tiga fasilitas smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang menghasilkan Feronikel yang merupakan bahan baku untuk memproduksi stainless steel. Ada tiga anak usaha yang mengelola parbik smelter Harita yakni PT Megah Surya Pertiwi (MSP), PT Halmahera Jaya Feronikel (HJF) dan PT Karunia Permai Sentosa (KPS). Total kapasitas pengolahan bijih nikel menjadi feronikel dari ketiga fasilitas tersebut saat ini mencapai 180 ribu ton. Ini pun dengan catatan KPS baru merampungkan fase I smelter.
Selain itu, ada juga dua fasilitas smelter dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) yang dioperasikan anak usaha Harita yakni PT Halmahera Persada Lygend (HPL), dan PT Obi Nickel Cobalt (ONC) yang menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dengan kapasitas produksi masing-masing sebesar 55 ribu ton MHP dan 65 ribu ton MHP per tahun. MHP merupakan bahan baku untuk menghasilkan nickel sulfate dan cobalt sulfate. Serta cobalt yang dihasilkan HPL sebesar 6,750 ton cobalt per tahun dan 7.500 ton cobalt per tahun oleh ONC.
Cobalt maupun Nickel Sulfate merupakan bahan baku untuk memproduksi precusor yang diperlukan untuk memproduksi katoda dan EV Battery Recyling. Keduanya adalah bahan utama untuk memproduksi baterai kendaran listrik dan kendaran listrik itu sendiri. Kedua fasilitas tersebut hadir untuk mendukung amanat hilirisasi dari pemerintah Indonesia.
Harita Group boleh jadi satu dari sekian banyak produsen nikel dengan fasilitas terintegrasi dari hulu hingga hilir dengan total luas area sekitar 11 ribu hektare (ha).
Jadi bijih nikel yang sudah ditambang diangkut ke pabrik pengolahan. Hal ini sudah dilakukan Harita sejak pemerintah memutuskan untuk melarang ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020. Ada dua jenis kandungan bijih nikel yang ditambang, yakni Saprolit atau nikel kadar tinggi yang dibawa ke pabrik pengolahan dengan teknologi RKEF yang akan menghasilkan Feronikel, bahan baku stainless steel.
Sementara untuk bijih nikel Limonite atau nikel berkadar rendah diolah oleh pabrik smelter berteknologi HPAL dengan produk yang dihasilkan Nickel Sulfate dan Cobalt Sulfate. Harita merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang mampu memproduksi dua bahan baku komponen utama kendaraan listrik itu.

Sumber : Harita Nickel
Pada enam bulan pertama tahun 2025, perusahaan membukukan pendapatan sebesar Rp 14,10 triliun atau tumbuh 10% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu yakni sebesar Rp12,8 triliun. Sementara EBITA tercatat Rp7,014 triliun atau tumbuh 32% jika dibandingkan paruh pertama tahun 2024 lalu yakni Rp5,2 triliun. Sementara untuk perolehan laba yang diatribusikan kepada pemilik saham pada semester I tahun ini tembus Rp 4,1 triliun atau naik 46% jika dibandingkan dengan realisasi laba sepanjang semester I tahun lalu yakni Rp2,8 triliun.

Sumber : Annual report Harita Nickel, Diolah : Dunia Energi
Realisasi kinerja keuangan hingga Juni 2025 ini ditopang oleh peningkatan output produksi dan volume penjualan di seluruh lini penambangan dan pengolahan, termasuk tambahan kapasitas dari sebagian proyek konstruksi yang telah selesai dan mulai beroperasi, meskipun diimbangi oleh penurunan harga komoditas nikel.
Lukito Gozali, Head of Investor Relations Harita Nickel, dalam keterangannya menyatakan, sebagai perusahaan nikel yang terintegrasi, Harita terus mengedepankan efisiensi operasional untuk memperkuat fundamental bisnis dan menjaga kinerja finansial yang berkelanjutan.
Struktur usaha yang terintegrasi memungkinkan kami mengendalikan biaya secara lebih efektif, meningkatkan produktivitas, serta mengoptimalkan rantai pasok.
“Dengan pendekatan ini, kami tidak hanya menciptakan nilai tambah dari sisi operasional, tetapi juga memastikan ketahanan dan daya saing perusahaan di tengah dinamika pasar global,” ungkap Lukito.
Kapasitas produksi terus berkembang seiring bertambahnya kapasitas smelter RKEF. Aktivitas penambangan juga mencatat kenaikan penjualan bijih nikel secara kuartalan, sejalan dengan meningkatnya kebutuhan pasokan bagi smelter dan fasilitas pemurnian di anak usaha Harita Nickel. Volume penjualan bijih nikel mencapai 12,36 juta wmt, didorong oleh permintaan internal dari unit-unit pengolahan yang mengandalkan pasokan langsung dari tambang. Realisasi penjualan bijin nikel melonjak 48% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu yakni 8,37 juta wmt.

Sumber Annual Report Harita Nickel, Diolah : Dunia Energi
Pada segmen hilir, operasi RKEF mencatat jumlah penjualan Feronikel (FeNi) sebesar 84.817 ton kandungan nikel yang ditopang oleh penambahan empat line RKEF yang mulai beroperasi sejak awal tahun. Realisasi tersebut tumbuh 33% jika dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu yakni 63.999 ton.
Sementara untuk operasi HPAL juga mencatat penjualan MHP dan NiSO₄ sebesar 65.310 ton atau tumbuh 84% jika dibandingkan dengan realisasi pada enam bulan pertama tahun 2024 yakni 35.472 ton.
Tren kinerja yang positif baik dari sisi operasional maupun keuangan yang ditunjukkan perusahaan tidak lepas dari stabilitas kegiatan operasional di Pulau Obi. Hal itu juga bisa terwujud berkat jalinan hubungan yang baik antara Harita dengan masyarakat dan lingkungan. Begitulah seharusnya hubungan antara manusia dengan sumber daya alam dan manusianya. Anugerah kekayaan alam yang diberikan bukan dilarang untuk dimanfaatkan, apalagi kalau kita ber-husnudzan bahwa Sang Pencipta pasti punya tujuan baik ketika memberikannya. Bijakasana jadi kata kunci. Pulau Obi bisa jadi cerminan, ketika anugerah kekayaan alam dikelola dengan bijaksana, itu bisa jadi pintu manusia menyongsong peradaban masa depan.





Komentar Terbaru