JAKARTA – Revisi undang-undang migas kembali didorong. Kali ini, PT Pertamina (Persero) ikut mendorong perombakan Undang-Undang Migas (RUU Migas) yang ditetapkan oleh Mahkamahh Konstitusi (MK) harus direvisi karena ada banyak pasal yang dibatalkan oleh MK.
Simon Aloysius Mantiri, Direktur Utama Pertamina, mengungkapkan RUU Migas adalah solusi strategis yang yang bisa memberikan hasil cepat, terbaik, dan tentunya selamat.
Beberapa masukan dari Pertamina kata dia bisa dijadikan sebagai pokok pembahasan nantinya pada proses revisi UU Migas. Pertama adalah terkait kelembagaan hulu migas. Perbaikan tata kelola hulu migas bisa diawali dari sisi kelembagaan tentang siapa yang berhak menjalin kontrak dengan badan usaha.
Saat MK membatalkan sebagian pasal di UU Migas tahun 2002, ada poin penting terkait kelembagaan dimana kala itu MK membubarkan BP Migas sebagai kepanjangan tangan pemerintah. Sebagai gantinya pemerintah membentuk lembaga sementara yakni Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas). Saat ini SKK Migas lah yang menjalin kontrak dengan operator.
Simon menilai dalam RUU Migas nanti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa dipertimbangkan untuk memiliki peran yang lebih termasuk menjalin kontrak dengan badan usaha swasta yang mengelola blok migas.
“Mengenai kelembagaan hulu migas sesuai pertimbangan MK dan amanat konstitusi, negara dapat membentuk atau menunjuk BUMN yang diberikan konsesi untuk mengelola migas yang akan melakukan kontrak kerja sama dengan badan usaha,” ungkap Simon, dalam rapat dengan Komisi XII DPR RI, Senin (17/11).
Usulan Pertamina berikutnya adalah terkait perencanaan di sektor hulu hingga hilir migas. Menurut Simon, RUU Migas diharapkan bisa mengakomodir kebutuhan industri migas tentang perencanaan yang lebih komperehensif dari hulu hingga hilir selayaknya sektor ketenagalistrikan yang telah memiliki Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
“Berbeda dengan rekan-rekan kami di sektor kelistrikan yang sudah memiliki RUPTL, kami juga ingin mendorog agar adanya akomodasi untuk perencanaan dalam bentuk RUMGN dan RUPNG sebagai payung hukum investasi dengan menginduk pada target kebijakan energi nasional dan rencana umum energi nasional,” jelas Simon.
Selanjutnya adalah dari sisi kepastian fiskal dan perpajakan yang menyesuaikan dengan keekonomian wilayah kerja yang dikelola. Karena ada beberapa kondisi yang menyebabkan biaya pengembangan suatu blok migas sangat besar sehingga butuh insentif lebih agar keekonomiannya sesuai dan blok tersebut bisa dikembangkan.
“Khusunya untuk deep water, Enhance Oil Recovery (EOR), migas nonkonvensional, untuk lapangan tua, inisitasif dekarbonisais dan penerapan konsep ring fencing,” ungkap Simon.
Pertamina kata Simon juga berharap terealisasinya petroleum fund yang nantinya akan dikelola oleh Badan Usaha Khusus (BUK) Migas. “Nantinya dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk kepentingan migas antara lain eksplorasi, pembangunan infrastruktur migas, dekarbonisasi dan lainnya,” kata Simon. (RI)





Komentar Terbaru