Kasak-kasuk rencana penggabungan tiga entitas bisnis PT Pertamina (Persero) yakni PT Pertamina Patra Niaga, Subholding Trading and Commercial; PT Kilang Pertamina Internasional, Subholding Refining and Petrochemical; dan PT Pertamina International Shipping, Subholding Integrated Marine and Logistic yang telah mencuat sejak dua bulan terakhir akhirnya diakui manajemen Pertamina.

Pertamina melalui Direktur Utama Simon Aloysius Mantiri saat rapat dengan DPR, Kamis, 11 September 2025, menyebut bahwa alasan dibalik rencana penggabungan tersebut adalah kondisi global yang telah menyebabkan margin keuntungan bisnis kilang Pertamina tertekan dan makin mengecil.

Jika merujuk pada laporan keuangan Pertamina 2024, bisa jadi alasan ini bisa diterima. Dari enam subholding Pertamina, KPI menjadi satu-satunya yang hasil pendapatan dan profitabilitas operasi per segmennya negatif. Jika pada 2023 hasil segmen secara nilai mencapai US$178,33 juta, maka pada tahun lalu tercatat minus US$1,17 miliar.

Dua subholding lainnya yang rencananya akan digabung bersama KPI, yakni PPN tercatat meraih hasil pendapatan dan profitabilitas operasi per segmen US$1,52 miliar pada 2024 dibanding 2023 yang mencapai US$2,07 miliar. Sementara PIS mencatat peningkatan kinerja yang signifikan dari US$360,5 juta menjadi US$640,51 juta.

Manajemen Pertamina menyebut jika kondisi ini terus dibiarkan maka akan berdampak pada kinerja Pertamina secara keseluruhan. Untuk itu ide menggabungkan tiga entitas yang sama-sama dalam rantai supply and chain produksi dan penyaluran bahan bakar minyak (BBM) digulirkan.

Pertanyaannya apakah hanya masalah margin kecil yang menjadi alasan KPI, sebagai kepanjangan tangan Pertamina dalam bisnis pengolahan minyak bumi serta bahan lainnya menjadi produk-produk bahan bakar, pelumasan, petrokimia dan farmasi yang bernilai tinggi itu harus digabung dengan PPN dan PIS?

Pekerja Pertamina yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu menyebut bahwa rencana penggabungan tiga anak usaha di sektor hilir merupakan validasi atas visi yang terus didorong untuk menjadikan Pertamina tetap satu entitas utuh yang menjalankan bisnis secara holistik dari hulu hingga hilir.

Federasi pekerja menilai bahwa model holding–subholding tidak efektif, inefisien, dan justru menambah kompleksitas melalui biaya operasional tinggi, transfer pricing, duplikasi fungsi, serta irisan bisnis. Fragmentasi tersebut dinilai menghambat sinergi dan daya saing. Karena itu, keputusan untuk kembali mengintegrasikan operasional anak-anak usaha menjadi momentum penting untuk memperbaiki tata kelola dan efisiensi perusahaan. Holding dan subholding Pertamina sendiri terbentuk pada April 2021. Selain tiga subholding yang rencananya akan digabung, tiga lainnya adalah Subholding Upstream, Pertamina Hulu Energi; Subholding Gas, Pertamina Gas Negara dan Subholding New Renewable Energy, Pertamina New Renewable Energy.

KPI saat ini membawahi enam unit kilang di Dumai, Plaju, Cilacap, Balikpapan, Balongan dan Kasim. Selain itu, KPI juga mengelola proyek strategis pengembangan kilang Balikpapan yang dikelola PT Kilang Pertamina Balikpapan dan pembangunan kilang baru Grassroot Refinery GRR Tuban yang dikelola PT Pertamina Rosneft Pengolahan & Petrokimia. Kapasitas pengolahan selama tahun 2024 total mencapai 332,803 MMbbl.

Di luar soal margin keuntungan yang kecil, rasio kapasitas kilang terhadap konsumsi minyak Indonesia merujuk data Energy Institute Statistical Review yang dirilis pada 2023, cenderung menurun. Jika pada tahun 2010, rasio kapasitas kilang terhadap konsumsi minyak Indonesia adalah sekitar 88,80%, maka pada 2022 rasionya tercatat turun menjadi 69,65%.

ReforMiner Institute menyebut bahwa penurunan rasio tersebut jika tidak diantisipasi dan dikelola dengan baik berpotensi memberikan dampak negatif terhadap ketahanan pasokan energi dan aktivitas perekonomian nasional. Indonesia berada di wilayah Asia Pasifik yang kemungkinan akan memiliki tingkat kompetisi dalam memperoleh akses energi, terutama BBM akan semakin ketat.

Indonesia di kawasan Asia Pasifik, termasuk diantara negara yang memiliki rasio kapasitas kilang terhadap konsumsi minyak yang relatif rendah. Padahal, dalam struktur ekonomi Indonesia, industri kilang memiliki peran penting terhadap perekonomian Indonesia.

Dari total sektor ekonomi Indonesia sebanyak 185 sektor, industri kilang memiliki keterkaitan dengan 93 sektor pendukung. Dalam hal ini, jumlah sektor ekonomi yang memasok input untuk proses produksi industri kilang adalah 93 dari 185 sektor.

Dari 185 sektor-sektor ekonomi yang ada di Indonesia, 183 sektor diantaranya merupakan sektor pengguna dari produk yang dihasilkan oleh industri kilang.

Aktivitas pada industri kilang akan memberikan dampak penciptaan nilai tambah ekonomi kepada 93 sektor pendukung atau pemasok input dan 183 sektor ekonomi yang menggunakan produk dari industri kilang.

Total nilai multiplier effect industri kilang untuk keterkaitan ke belakang yaitu dengan sektor pendukung dan keterkaitan ke depan yaitu dengan sektor pengguna adalah sebesar 9,1604.

Artinya, dengan memperhitungkan total nilai multiplier effect tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan investasi sebesar Rp 1 triliun yang dilakukan oleh industri kilang akan menciptakan nilai tambah ekonomi sebesar Rp9,16 triliun melalui seluruh keterkaitan aktivitas ekonomi.

Investasi pada industri kilang juga akan berpotensi memberikan dampak positif pada sebagian besar indikator makro ekonomi Indonesia.

Hasil simulasi ReforMiner menunjukkan bahwa jika terdapat peningkatan investasi pada industri kilang di Indonesia maka akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, penerimaan pajak, pendapatan rumah tangga, ekspor, investasi, dan nilai tukar rupiah.

Lalu bagaimana dengan nasib bisnis dan pengembangan kilang Pertamina setelah penggabungan KPI, PPN dan PIS yang rencananya akan dilakukan pada akhir 2025? Patut ditunggu langkah Pertamina dan juga Badan Pengelola Investasi Danantara sebagai pengelola aset BUMN selanjutnya, apakah tetap mengembangkan kapasitas kilang dan menekan impor BBM atau beralih fokus ke energi baru terbarukan.(**)