SUNGGUH malang jadi bangsa Indonesia. Sudah 80 tahun merdeka, bangsa ini tidak mampu melepaskan diri dari praktik korupsi. Kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara dan pelaku usaha kelas kakap terus bermunculan. Bahkan, dalam praktik kehidupan sehari-hari di masyarakat pun sudah digerogoti praktik memalukan ini.

Praktik korupsi dan lemahnya penegakan hukum juga terjadi di sektor migas. Beberapa petinggi dan mantan petinggi perusahaan migas dicokok Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini tentu akan menjadi catatan tebal bagi investor: Apakah investasi migas di Indonesia masih menarik?

Kami mendapatkan fakta yang menarik dari ReforMiner, sebuah lembaga kajian sektor energi yang terkemuka di Indonesia.  Posisi iklim investasi hulu migas Indonesia di Asia Pasifik berada di peringkat ke-9 dari 14 negara (Laporan IHS Markit (S&P Global), Juni 2025). Posisi Indonesia antara lain berada di bawah Srilanka, Filipina, Kamboja, dan Vietnam. Dalam hal iklim investasi hulu migas, Indonesia hanya lebih baik dari Pakistan dan Myanmar.

Salah satu poin dari laporan itu adalah bahwa telah terjadi tren perbaikan dan peningkatan dalam overall attractiveness rating dari di bawah 4.75 pada tahun 2021 menjadi 5.35 pada tahun 2025. Secara terperinci, terdapat empat elemen kunci yang menjadi tolok ukur dalam pengukuran rating tersebut yakni legal & contractual sebesar 5.34, fiscal systems overall rating sebesar 5.11, oil & gas risk overall rating sebesar 5.53, dan activity & success overall rating sebesar 6.03.

Jadi, secara umum dalam ketiga aspek pertama rating iklim investasi hulu migas Indonesia terus mencatatkan perbaikan. Aspek activity & success berada di peringkat 4 dari 14 negara. Indonesia mencatatkan rating tinggi sebesar 6,03 pada tahun 2025, naik dari sekitar 5,00 pada 2020, mencerminkan bahwa prospek aktivitas dan keberhasilan investasi hulu migas masih sangat kompetitif. Pencapaian rating tersebut juga sejalan dengan tren investasi eksplorasi yang juga terus meningkat dari sebesar USD 0,5 miliar pada 2020 meningkat menjadi USD 1,3 miliar pada 2024, dengan proyeksi mencapai USD 1,5 miliar pada 2025. Secara rata-rata, peningkatan tahunan selama periode tersebut tercatat sebesar 25,01%.

Temuan cadangan di Geng North dan Layaran pada 2023 yang masuk dalam kategori penemuan giant field, serta capaian eksplorasi pada tahun 2025 dengan success ratio sebesar 56% (10 penemuan dari 18 sumur), dan total post drill recoverable resource mencapai sekitar ±82,32 MMBOE mengkonfirmasi rating tinggi aspek activities & success hulu migas Indonesia. Berdasarkan laporan Wood Mackenzie, Rystad Energy, dan S&P Global, hasil eksplorasi di Geng North dan Layaran termasuk dalam lima penemuan laut dalam (deepwater) terbesar di dunia pada tahun 2023.

Dalam aspek fiscal system, Indonesia berada di peringkat 8 dari 14 negara, segmen oil & risk berada di posisi 6 dari 14 negara, dan legal & contractual berada di posisi 13 dari 14 negara. Rating hulu migas Indonesia dalam aspek ini dalam 5 tahun terakhir relatif stagnan pada skor 5,34. Hal ini menyiratkan bahwa aspek legal & contractual memerlukan terobosan berupa adanya kebutuhan akan payung hukum yang lebih kuat. Secara khusus, di dalam aspek legal & contractual ini, disebutkan bahwa keberadaan Undang-Undang Minyak dan Gas (UU Migas) yang baru sangat diperlukan untuk menciptakan kepastian hukum, contract sanctity dan stabilitas fiskal yang lebih baik.

Bagian mana saja yang butuh perbaikan? ReforMiner memandang bahwa UU Migas baru secara prinsip perlu mengatur dan memuat setidaknya tiga elemen fundamental yang diperlukan untuk meningkatkan efektifitas bekerjanya sistem Kontrak Kerja Sama (Production Sharing Contract/PSC). Ketiga elemen tersebut, yang selama ini hilang dari kerangka pengaturan dalam Undang-Undang Migas No. 22/2001.

Pertama, penerapan prinsip assume and discharge di dalam hal perpajakan Kontrak Kerja Sama. Assume and discharge (A/D) merupakan prinsip di mana kontraktor hanya akan diwajibkan membayar pajak langsung, sedangkan pajak tidak langsung akan ditanggung dan dibebaskan oleh pemerintah. Perhitungan bagian negara dan kontraktor yang berasal dari kegiatan usaha hulu migas adalah penerimaan bagian bersih karena telah mencakup perhitungan komponen pajak (assume and discharge).

Sejalan dengan prinsip ini, juga diperlukan penerapan asas lex specialis dengan menegaskan bahwa ketentuan perpajakan hulu migas mengikuti ketentuan UU Migas secara khusus. Penerapan kedua asas ini di dalam sistem perpajakan hulu migas akan memberikan kepastian hukum lebih baik di dalam aspek fiskal pelaksanaan Kontrak Kerja Sama (PSC).

Kedua, penerapan prinsip pemisahan urusan administrasi dan keuangan Kontrak Kerja Sama dengan urusan pemerintahan dan keuangan negara (state finance). Prinsip ini mengatur bahwa pengelolaan keuangan kontrak PSC dilakukan di dalam kerangka kerja sama dan administrasi usaha (business administration). Dengan adanya pemisahan ini, seluruh permasalahan menyangkut aspek keuangan, perbedaan perhitungan, maupun perselisihan yang muncul dalam pelaksanaan PSC, termasuk temuan audit oleh lembaga pemeriksa negara, akan diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian sengketa usaha yang diatur dalam kontrak PSC, dan tidak dikaitkan dengan administrasi maupun mekanisme hukum keuangan negara dan juga pidana.

Secara konseptual, penerapan prinsip ini mensyaratkan agar badan usaha yang menjalankan kuasa usaha pertambangan nantinya diwajibkan menyediakan (dana/asset) cadangan umum untuk menanggung potensi kerugian dari pelaksanaan kontrak.

Ketiga, penerapan prinsip single door bureaucracy/single institution model yang mengurus hal administrasi/birokrasi/perizinan PSC.Prinsip ini mengatur bahwa perizinan yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan usaha hulu migas akan diterbitkan oleh satu institusi. Institusi tersebut juga menjadi entitas yang mengurus seluruh perizinan lintas kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah, yang diperlukan di dalam pelaksanaan kegiatan usaha hulu migas.  Secara konseptual, institusi yang sama juga memiliki kewenangan atas proses lelang wilayah kerja (WK); mulai dari penyiapan, penyusunan dan evaluasi, penawaran hingga penetapan badan usaha/kontraktor pemenang WK.

Upaya untuk revisi UU Migas selama ini masih timbul tenggelam di antara hiruk pikuk aktivitas di Senayan. Kita tidak tahu apakah Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah saat ini masih memiliki perhatian serius untuk merevisi UU Migas?