PENANTIAN panjang akan kelanjutan Proyek Lapangan Gas Abadi, Blok Masela akhirnya terjawab. INPEX Corporation melalui anak perusahaannya INPEX Masela, sebagai operator dan mewakili para mitranya, Pertamina Hulu Energi dan PETRONAS, menyelenggarakan acara peresmian dimulainya tahap Front-End Engineering and Design atau FEED, pada Kamis, 28 Agustus 2025.
Pengembangan Lapangan Abadi memang maju mundur. Sejak kontrak bagi hasil ditandatangani Inpex pada 16 November 1998 dan rencana pengembangan disetujui pada 2010, hingga kini masih belum bisa menanggalkan kata proyeknya. Padahal, sudah berkali-kali ganti menteri, bahkan Presiden.
Proyek yang awalnya direncanakan dibangun di laut atau dengan skema floating LNG pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Namun saat pemerintahan Presiden Joko Widodo, skema berubah menjadi pengembangan dilakukan di darat. Konsekuensinya, waktu pengembangan menjadi molor. Apalagi setelah mitra INPEX dalam pengembangan Proyek Lapangan Gas Abadi, Blok Masela ini, Shell, mundur.
Kini Proyek Lapangan Gas Abadi sudah kembali maju, jalan untuk bisa mendapatkan pasokan gasnya masih panjang. Setelah FEED selesai, masih akan dilanjutkan dengan Final Investment Decision atau FID. FID menjadi indikator beralihnya tahap perencanaan ke tahap pelaksanaan atau pembangunan. Lapangan dengan cadangan gas sekitar 18,54 Tcf ditargetkan siap berproduksi pada 2029. Setelah beroperasi penuh, kapasitas produksinya akan mencapai 9,5 MTPA LNG, 150 MMscfd gas pipa, serta sekitar 35 ribu bopd kondensat.
Keberadaan Lapangan Gas Abadi menjadi semakin penting ditengah isu transisi energi dan komitmen pemerintah untuk mewujudkan Net Zero Emission pada 2060 atau lebih, serta mewujudkan swasembada energi.
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sendiri telah menetapkan strategi dalam mendukung dekarbonisasi dalam lima tahun ke depan 2025-2029. Pertama, penyiapan kebijakan atau regulasi yang mendukung dekarbonisasi. Selanjutnya, penempatan gas sebagai jembatan menuju transisi energi.
Peningkatan penggunaan gas untuk domestik dan pengurangan ekspor gas seiring berakhirnya kontrak dengan pembeli luar negeri. Serta menyusun rencana induk transmisi jaringan gas bumi. Dan beberapa upaya lainnya untuk mempercepat utilisasi gas dalam mengimplementasikan transisi energi.
Transisi dari energi fosil menuju energi terbarukan telah membuat peran gas semakin penting. Gas di bauran energi diprediksi akan semakin naik. Salah satu alasan gas digunakan sebagai jembatan menuju transisi energi yaitu gas memiliki emisi karbon yang rendah dibandingkan energi fosil lainnya.
Berdasarkan kajian ReforMiner, jika 50% volume konsumsi minyak bumi dan batubara Indonesia dikonversi dengan gas bumi, dapat menurunkan emisi masing-masing 36,16 juta ton CO2e dan 123,35 juta ton CO2e.
Tidak hanya itu, pasokan gas dari Lapangan Abadi berpotensi mengurangi defisit pasokan gas pada wilayah Jawa Barat dan Sumatera yang diproyeksikan akan meningkat menjadi sekitar 513 MMscfd pada 2035. Tentu saja harus diikuti dengan peningkatan pengembangan infratruktur gas di wilayah itu.
Selain itu, hilirisasi gas yang akan dilaksanakan memerlukan dukungan dan pasokan dari industri hulu gas. Kebutuhan gas untuk hilirisasi yang akan dilakukan untuk Pupuk Iskandar Muda Unit 3, Pupuk Sriwijaya III, Proyek Grass Root Refinery (GRR) Tuban, dan Amurea Pupuk Kimia Gresik. Lalu ada Pabrik Methanol Bojonegoro, Proyek Petrokimia Masela, Pengembangan Amonia Banggai, Pengembangan Ammonia dan Urea di Papua Barat, dan Pengembangan Blue Amonia di Papua Barat, diproyeksikan mencapai 1.078 MMscfd.
Tentu kita berharap tidak hanya Proyek Lapangan Gas Abadi, namun juga proyek giant lainnya seperti di Andaman bisa terealisasi, berproduksi dan menambah pasokan gas domestik.(**)




Komentar Terbaru