JAKARTA – PT Pertamina (Persero) sudah menyatakan bakal melebur tiga subholding-nya menjadi satu subholding baru. Rencananya peleburan dan pembentukan entitas baru tersebut mulai bergulir pada awal 2026. Sejumlah persoalan berpotensi muncul seperti proses pengambilan keputusan yang lambat dan inefisiensi dalam organisasi.
Dunia Energi mendapatkan data yang menunjukkan peleburan tiga subholding yakni Subholding Commercial and Trading PT Pertamina Patra Niaga (PPN), Subholding Refining and Petrochemical PT Kilang Pertamina International (KPI), dan Subholding Integrated Marine Logistics PT Pertamina International Shipping (PIS) akan melahirkan sebuah perusahaan baru yang sangat gemuk.
Total ada sekitar 12 posisi di jajaran Board of Director (BOD) yang terdiri dari satu direktur utama dan 11 direksi yang akan menjalankan roda bisnis subholding baru. Susunan direksi yang gemuk itu juga diikuti posisi-posisi jabatan di level bawahnya.
Jabatan direksi yang akan dibentuk mencerminkan bisnis inti subholding yang akan dilebur yakni Direktur Transformasi, Perencanaan dan Pertumbuhan Bisnis; Direktur Niaga; Direktur Operasi Kilang; Direktur Pemasaran Korporat; Direktur Pemasaran Ritel; Direktur Armada dan Logistik Maritim yang mewakili PT PIS.
Kemudian ada Direktur Optimasi Hilir dan Distribusi; Direktur Infrastruktur, Proyek dan Asset Integrity; Direktur SDM dan Penunjang Bisnis; dan Direktur Keuangan dan Direktur Manajemen Risiko.
Selain ini, jumlah jabatan di bawah direksi tidak kalah jumbo. Total akan ada sekitar 76 posisi vice president yang akan membantu pekerjaan para direksi tersebut. Kemudian ada juga fungsi leher yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama seperti Chief Audit Executive yang dibantu oleh VP Audit Executive I dan VP Audit Executive II. Selanjutnya, di fungsi leher ada fungsi HSSE yang dikomandoi oleh Chief HSSE bersama dua VP HSSE, dan Chief Legal Counsel yang juga dibantu VP Legal Counsel I dan II.
Fungsi Corporate Secretary terdiri dari VP Relation I dan VP Relation II serta ada fungsi Center of Exellence serta VP Relations & Permit.
Anggota Komisi XII DPR RI Fraksi PKS, Ateng Sutisna, menilai rencana merger tiga subholding hilir migas Pertamina tersebut merupakan langkah strategis yang positif. Namun, kata dia, seharusnya merger tiga subholding tersebut disertai dengan perampingan struktur organisasi di tingkat induk agar tujuan efisiensi benar-benar tercapai.
Menurut dia, secara konsep merger ini bertujuan mengintegrasikan rantai nilai hilir migas mulai dari pengolahan, distribusi dan pemasaran, hingga logistik dan transportasi laut. Integrasi tersebut diharapkan mampu menurunkan biaya, menyederhanakan birokrasi, serta meningkatkan efisiensi operasional dan daya saing Pertamina di tingkat regional maupun global.
“Tujuan merger ini baik dan strategis. Namun muncul paradoks ketika upaya efisiensi justru dijalankan oleh Induk perusahaan yang struktur organisasinya masih terlalu gemuk, terutama di level manajerial,” tegas Ateng.
Menurutnya, struktur yang terlalu besar berpotensi memperlambat pengambilan keputusan, khususnya dalam implementasi kebijakan pasca-merger yang membutuhkan kecepatan dan koordinasi lintas fungsi.
“Semakin banyak Direksi dan VP yang terlibat dalam proses persetujuan, semakin besar risiko perlambatan birokrasi dan kemacetan pengambilan keputusan. Ini tidak sejalan dengan semangat efisiensi,” ujarnya.
Dari sisi biaya, Ateng menilai struktur tersebut mencerminkan beban overhead yang tinggi, mulai dari gaji, tunjangan, hingga fasilitas manajerial. Kondisi ini dinilai kontraproduktif terhadap tujuan utama merger, yaitu menekan biaya operasional dan meningkatkan efisiensi korporasi.
Selain itu, dia mengingatkan potensi konflik kepentingan dan tumpang tindih fungsi pasca-merger. Banyaknya Direksi dan VP berpotensi memicu tarik-menarik kepentingan antarunit serta mempertahankan fungsi lama yang seharusnya dihilangkan melalui proses integrasi.
“Merger seharusnya memangkas redundansi. Namun, jika induk tidak dirampingkan, manfaat merger di tingkat Subholding bisa tidak optimal, bahkan hanya memindahkan birokrasi dan biaya ke tingkat induk,” jelasnya.
Pertamina masih menargetkan pembentukan suholding terbaru Pertamina pada awal tahun 2026 nanti. Sebuah sumber mengatakan proses integrasi tersebut akan diresmikan pada Januari 2026 sesuai target. Namun, manajemen Pertamina masih mengkaji sejumlah risiko di antaranya keamanan pasokan BBM dan Elpiji menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Simon Aloysius Mantiri, Direktur Utama Pertamina, menyatakan hingga kini proses penggabungan ketiga subholding masih dikerjakan termasuk berdiskusi dam meminta “restu” dari Danantara.
“Sekarang kita sedang tahap finalisasi. Nanti kami akan laporkan ke Danantara untuk mendapatkan persetujuan. Mudah-mudahan per 1 Januari 2026 sudah terlaksana. Itu yang kami kejar,” kata Simon ditemui di Kementerian ESDM, Senin (10/11).
Menurut dia, latar belakang penggabungan subholding ini adalah karena bentuk yang sekarang ada dinilai sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi dunia khususnya sektor energi. Pembentukan subholding Pertamina baru berusia sekitar 6 tahum lalu.
“Saat itu ketika ada holdingisasi itu adalah langkah yang terbaik. Tapi ketika kami melihat sekarang, kondisi sekarang dengan adanya keputusan ini kita sudah membandingkan antara penggabungan subholding PIS dengan Patra Niaga dengan Kilang,” ujar dia.(RI)





Komentar Terbaru