JAKARTA – Pemanfaatan biomassa terus didorong sebagai substitusi batu bara (cofiring) di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). PT PLN Energi Primer Indonesia, subholding PT PLN (Persero), mamatok target untuk manfaatkan biomassa hingga 10 juta ton pada 2030.
Hingga akhir 2025, PLN EPI menargetkan menargetkan penggunaan biomassa mencapai 2,5 juta ton sehingga berhasil menurunkan emisi karbon hingga 2,6 juta ton karbon dioksida (CO2e) ekuivalen dari 14 jenis biomassa.
Hokkop Situngkir, Direktur Bioenergi PLN EPI menjelaskan pihaknya menargetkan 10 juta biomassa diterapkan dalam program cofiring biomassa yang bisa menjadi salah satu instrumen paling efektif dalam mendukung target net zero emission (NZE) karena mampu menurunkan emisi karbon secara langsung melalui penggantian molekul fosil, bukan sekadar mengganti jenis pembangkit.
Dia optimistis target tersebut dapat tercapai mengingat potensi bioenergi di Tanah Air terbentang luas. PLN EPI mencatat potensi biomassa nasional sangat besar, mencakup dari limbah pertanian, kehutanan, kayu, hingga pulp (waste agro, waste forestry, waste wood, waste pulp), potensi biomassa Indonesia diperkirakan mencapai 280 juta ton per tahun.
Namun, sejauh ini pemanfaatan baru mencapai 20 juta ton, sementara potensi yang dinilai mudah diakses mencapai 60 juta ton.
“Untuk 2–3 tahun ke depan, kami punya potensi sekitar 7,3 juta ton, yang sebenarnya ini kami punya di depan mata. Bioenergi itu unik karena molekul fosilnya diganti dengan molekul hayati. Secara life cycle assessment, ini terbukti mampu mereduksi emisi karbon secara signifikan,” kata Hokkop, dalam forum diskusi Prospek dan Tantangan Bioenergi Nasional, Selasa (16/12).
Lebih lanjut dia menuturkan, untuk mengejar target tersebut kolaborasi lintas sektor menjadi kunci utama guna mendorong pemanfaatan potensi biomassa nasional sebagai bagian dari transisi energi dan penguatan bauran energi terbarukan.
Hokkop mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi biomassa yang sangat besar dan beragam, bahkan setara dengan negara-negara yang telah lebih dulu mengembangkan bioenergi secara masif seperti Brasil. Namun, potensi tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan karena masih terbatasnya sinergi antar pemangku kepentingan.
“Ini kesempatan yang terbuka sangat lebar, tapi harus ada kolaborasi dari semua kepentingan,” kata Hokkop.
Sementara itu, Milton Pakpahan, Ketua Umum Masyarakat Energi Biomassa Indonesia (MEBI) mendorong pemanfaatan biomassa di berbagai sektor industri dan tidak terbatas di sektor ketenagalistrikan.
Dia merekomendasikan peningkatan produksi biomassa guna mendukung target Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) berbasis EBT, khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi (PLT Bio) sebesar 0,9 gigawatt (GW) hingga 2034.
Saat ini, terdapat sekitar 480 megawatt (MW) PLT Biomassa yang berada dalam tahap konstruksi, tender, maupun perencanaan, dengan kebutuhan biomassa mencapai sekitar 2,5 juta ton. “Bisa dibayangkan, 4,7 juta ton dalam 5 tahun ini tanggung jawab co-firing. Tolong dibantu PLN juga mencarikan solusi, makanya solusinya dalam jangka panjang,” jelasnya.
Tidak hanya itu, MEBI juga berharap penggunaan sumber energi dari bahan baku hayati ini tetap mengedepankan prinsip ekonomi sirkular dalam implementasinya. Menurutnya, penggunaan biomassa tidak boleh berbasis kayu primer sebagai bahan bakar. “Biomassa yang dimaksud adalah dengan pemanfaatan limbah atau dengan ekonomi sirkular,” tambah Milton.
Imaduddin Abdullah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengatakan bioenergi punya nilai strategis, yakni mampu menggerakkan ekonomi lokal.
Meski demikian, Imaduddin mengakui masih terdapat sejumlah tantangan seperti dalam arsitektur pasar bioenergi. Tantangan tersebut meliputi fragmentasi rantai pasok, volatilitas harga, pangsa ekspor dan arsitektur pasar yang masih terbatas.
Imaduddin menjelaskan bioenergi memiliki potensi besar dalam mendukung transisi energi nasional sekaligus menopang ketahanan energi. Bioenergi juga relatif lebih handal dibandingkan sejumlah jenis energi lainnya.
“Sehingga bergeraknya bioenergi secara tidak langsung, atau mungkin langsung gitu ya, memberikan dampak kepada produsen di hulu yang memang banyak adalah ekonomi lokal gitu. Jadi memang kita melihat bahwa ini [bioenergi] punya peran strategis,” ujar Imanuddin. (RI)





Komentar Terbaru