JAKARTA – Legalisasi sumur – sumur minyak yang biasa dikelola rakyat atau bahkan ilegal benar-benar akan direalisasikan oleh pemerintah. Setelah peraturan pemerintah tentang dasar hukum dibolehkannya koperasi kelola lahan tambang minyak, mineral maupun batu bara terbit, kini pemerintah telah mendata paling tidak sudah ada 45 ribu sumur rakyat yang akan diakui oleh pemerintah dan produksinya akan tercatat secara nasional.

Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menegaskan sumur minyak tersebut lokasinya didata oleh pemerintah daerah. Selain itu, UMKM maupun koperasi yang akan mengelola juga dikoordinasikan oleh pemerintah daerah.

“Dari Bupati, Walikota ke Gubernur sudah menginventarisir kurang lebih sekitar 45 ribu potensi sumur yang selama ini dikelola oleh rakyat. Ini kita serahkan kepada rakyat, kepada daerah lewat koperasi, UMKM dan BUMD. Dengan memperhatikan pengelolaannya keselamatan, baik keselamatan kerja maupun dalam aspek lingkungan,” kata Bahlil dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (9/10).

Pertamina lagi-lagi bakal menjadi ujung tombak implementasi program ini. Meskipun tidak secara gamblang menyebutkan kewajiban, namun hampir dipastikan Pertamina adalah aktor utama agar program ini bisa berjalan. Apalagi pemerintah mensyaratkan yang boleh menyerap minyak dari sumur rakyat adalah perusahaan yang memiliki fasilitas pengolahan minyak atau refinery.

“Selama dia di wilayah kerjanya dan dia punya refinery, gak ada masalah. Jadi tidak mesti di Pertamina, tapi selama KKKS-nya itu punya refinery,” jelas Bahlil.

Sejauh ini sudah ada enam provinsi yang melakukan inventaris jumlah sumur dan mengajukan koperasi atau UMKM, BUMD-nya yakni Sumatera Selatan, Jambi, Aceh, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur.

Sementara itu, Maman Abdurrahman, Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, menyatakan bahwa UMKM yang bisa mengelola sumur minyak rakyat ini adalah yang termasuk usaha menengah serta UMKM yang telah memenuhi syarat yang nanti akan didetailkan oleh Kementerian ESDM.

“UMKM ini bukan mikro ya, tapi usaha menengah. Jadi saya meluruskan karena ada persepsi di mata publik seakan-akan kalau UMKM itu identik semuanya itu hanya mikro. Mikro itu ya rata-rata pedagang kaki lima ataupun yang omsetnya di bawah 1 miliar. Yang diberikan kesempatan ini adalah usaha menengah ini pun berdasarkan usulan rekomendasi dari daerah. Tentunya syarat dan prasyarat ini berbeda dengan yang tambang,” jelas Maman. (RI)