Tak ingin lebih lama Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang dikelolanya tanpa BBM yang bisa dijual ke konsumen, empat badan usaha swasta, BP AKR, Shell Indonesia, Vivo dan ExxonMobil akhirnya setuju untuk membeli BBM mentah atau belum ada campuran maupun tambahan zat aditif apapun dari PT Pertamina Patra Niaga, Subholding Commercial and Trading Pertamina. Kesepakatan tersebut diambil setelah dilakukan rapat keempat badan usaha swasta dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Pertamina, Jumat (19/9).
Pemerintah melalui Kementerian ESDM menegaskan skema pengadaan stok BBM satu pintu melalui Pertamina diharapkan mampu menjaga stabilitas perdagangan nasional dengan mengurangi tekanan defisit akibat impor migas, sekaligus memastikan ketersediaan pasokan BBM di dalam negeri tetap aman.
Kebijakan tersebut, menurut Kementerian ESDM, mengacu pada Pasal 14 ayat (1) Perpres Nomor 61 Tahun 2024 tentang Neraca Komoditas. Aturan tersebut memberikan kewenangan kepada Menteri atau Kepala Lembaga sebagai pembina sektor untuk menetapkan rencana kebutuhan komoditas.
Selain itu, Pertamina akan membeli BBM dari perusahaan asal Amerika Serikat yang selaras dengan pemenuhan komitmen menyeimbangkan neraca perdagangan antara Pemerintah Indonesia dengan Amerika Serikat. Perusahaan asal Amerika Serikat yang melakukan pengadaan BBM di antaranya ExxonMobil dan Chevron. Masalahnya, apakah impor BBM dari perusahaan Amerika Serikat ini akan membuat harganya lebih mahal dibanding sebelumnya? Tentu masih harus ditunggu, impor tersebut dilakukan darimana, apakah langsung dari Amerika Serikat atau dari kilang-kilang ExxonMobil dan Chevron di negara lain. Berdasarkan data BPS dan TradeMap 2025, sebagian besar impor petroleum oil Indonesia berasal dari Singapura dan Malaysia.
Kementerian ESDM sendiri memgklaim tidak pernah menutup adanya kegiatan importasi BBM, termasuk oleh badan usaha swasta. Hal ini tercermin dari tren pangsa pasar BBM nonsubsidi di SPBU swasta yang justru terus mengalami peningkatan, yakni naik 11% pada 2024 dan mencapai sekitar 15% hingga bulan Juli 2025. Kenaikan tersebut menunjukkan impor tetap berjalan seiring bertambahnya permintaan dan outlet SPBU swasta.
Kenaikan pangsa pasar BBM nonsubsidi SPBU swasta tidak bisa dilepaskan dari kebijakan pengetatan penjualan BBM bersubsidi untuk jenis Pertalite di SPBU yang dikelola Pertamina. Puncaknya, pembelian Pertalite harus menggunakan barcode. Pengetatan penjualan BBM subsidi melalui Program Subsidi Tepat diimplementasikan melalui aplikasi atau website MyPertamina untuk mengontrol pembelian BBM bersubsidi dengan menggunakan kode QR.
Tujuan program itu sendiri adalah agar penyaluran subsidi lebih tepat sasaran ke konsumen yang berhak. Konsumen yang ingin membeli Pertalite bersubsidi harus mendaftarkan kendaraan mereka dan mendapatkan kode QR untuk ditunjukkan saat transaksi di SPBU.
Tidak hanya itu, beberapa bulan di awal 2025, Pertamina diterpa kasus BBM oplosan yang diduga melibatkan sejumlah direksi anak perusahaan Pertamina. Akibatnya, kepercayaan masyarakat terhadap produk BBM nonsubsidi Pertamina menurun, sehingga sebagian pelanggannya beralih ke BBM nonsubsidi yang dijual SPBU swasta.
SPBU-SPBU yang dikelola badan usaha swasta sempat menuai berkah limpahan pelanggan BBM nonsubsidi Pertamina. Meski harga jual produknya lebih mahal, tidak menyurutkan pelanggan membeli produk BBM di SPBU swasta. Bahkan ada sebagian SPBU swasta yang menambahkan promo pembelian hingga membuat BBM yang dijual menjadi lebih murah dibanding produk BBM nonsubsidi Pertamina.
Sayang, momen tersebut tidak berlangsung lama. Lonjakan permintaan BBM nonsubsidi SPBU swasta tersebut tidak diikuti dengan peningkatan stok BBM. Akibatnya, alokasinya stok BBM untuk setahun pun sudah ludes di bulan kesembilan. Meskipun kuota impornya telah ditambah pemerintah hingga 10%.
Pemerintah melalui Kementerian ESDM menegaskan sudah ada kesepakatan antara Pertamina dalam hal ini PT Pertamina Patra Niaga dengan badan usaha swasta dalam rangka pengadaan BBM hingga akhir tahun yang dibutuhkan oleh badan usaha swasta.
Pembelian BBM mentah oleh swasta ke PT Pertamina merupakan barang impor baru. Pasalnya, stok BBM di kilang-kilang kelolaan Pertamina sudah dicampur sesuai standar dan spesifikasi dari perusahaan pelat merah tersebut. Selain itu, Pertamina dan badan usaha juga sepakat untuk menunjuk lembaga independen untuk mengawasi pengadaan BBM.
Kebijakan ini tentu saja diharapkan bisa menormalkan stok BBM nonsubsidi di SPBU-SPBU milik badan usaha swasta dan bisa memenuhi kebutuhan pelanggannya. Tentu dengan harga yang bisa tetap kompetitf meski harus membeli produk BBM dari Pertamina.
Apalagi jika Program Subsidi Tepat BBM makin efektif berjalan, sehingga konsumen BBM nonsubsidi semakin bertambah besar. Tentu tidak hanya buat SPBU yang dikelola badan usaha swasta, SPBU yang dikelola Pertamina, baik COCO, CODO maupun DODO harus ikut merasakan peralihan konsumen bersubsidi ke nonsubsidi. Syaratnya, menjaga kepercayaan masyarakat dan meningkatkan kualitas layanan (**)




Komentar Terbaru