APA yang bisa dilakukan perusahaan jasa migas untuk bisa tumbuh atau minimal sekedar bertahan di periuk sektor minyak dan gas (migas) Indonesia. Sulit mencari jawaban lain. Apalagi kalau bukan inovasi. Susah-susah gampang memang mengimplementasikan barang satu ini, tapi kalau itu sudah jadi DNA dan mendarah daging, hampir dipastikan perusahaan bakal tahan banting dengan berbagai kondisi bahkan malah tumbuh ditengah berbagai gejolak yang terjadi.
Lihat saja emiten grup Pertamina, PT Elnusa Tbk (ELSA) yang justru mampu bergerak dengan lincah ditengah berbagai disrupsi bisnis energi khususnya migas di tanah air bahkan dunia berkat adanya DNA inovasi yang sudah mendarah daging. Baru-baru ini ELSA justru mampu mencatatkan sejarah dengan berhasil mencetak rekor baru di pasar modal. Pada penutupan perdagangan Juli 2025, saham Elnusa menyentuh level Rp 550 per lembar, atau tertinggi dalam delapan tahun terakhir atau sejak tahun 2017.
Padahal pada akhir tahun 2021, saham ELSA justru sempat ditutup terpuruk berada di level Rp 276 per lembar, jauh di bawah harga perdana saat penawaran umum perdana (IPO) pada 2008 sebesar Rp 400. Memasuki tahun 2022, harga saham naik menjadi Rp 312 atau tumbuh 13%. Kinerja positif berlanjut pada 2023, dengan harga saham mencapai Rp 388 atau tumbuh 24%, diikuti kenaikan kapitalisasi pasar dari Rp 2,28 triliun menjadi Rp 2,83 triliun. Juni tahun 2024 menjadi titik penting, saat harga saham sempat menembus Rp 545 dengan kapitalisasi pasar Rp 3,46 triliun.

Pergerakan saham Elnusa (Sumber : Laporan Keuangan Elnusa, Diolah : Dunia Energi)
Tidak mudah untuk mencapai pertumbuhan seperti sekarang apalagi ketika dunia menghadapi pandemi COVID-19, bayang-bayang keterpurukan ekonomi terus menghantui. Tapi bukan ELSA namanya kalau tidak bisa bertahan. Berbekal inovasi ELSA justru makin menunjukkan ketangguhannya.
Ketangguhan ELSA ini cukup mahsyur terdengar untuk urusan layanan jasa migas, termasuk pemeriksaan atau inspeksi pipa. Tapi selama puluhan tahun juga berbagai masalah kerap dihadapi. Tidak usah jauh-jauh, pipa-pipa yang dimiliki Pertamina saja misalnya dengan panjang ribuan kilometer dan umur yang sudah tua mengharuskan inspeksi dilakukan secara berkala guna memastikan keamanan pipa. Hal itu jadi harga mati, apalagi dengan kebutuhan migas yang tinggi setiap harinya maka tidak ada toleransi sedikitpun untuk urusan keamanan dan keselamatan pipa. Jika sedikit saja ada masalah maka akibatnya fatal, gangguan pasokan energi untuk jutaan masyarakat Indonesia.
Elnusa memang dikenal selalu jadi garda terdepan jika ada masalah, dalam artian mampu mengubah masalah menjadi peluang. Menerima keluhan dan memberikan solusi. Pada tahun 2018 masalah dan keluhan dalam kegiatan inspeksi jalur pipa mulai direspon ELSA. Dari situ akhirnya lahir ide untuk menyediakan tools yang belum pernah dibangun di dalam negeri.
Gery Setiadi, Business Development Specialist PT Elnusa Tbk menceritakan keluhan mulai berdatangan dari para mitra usaha tentang program inspeksi pipa migas yang kerap menghadapi masalah. Padahal keluhannya itu-itu saja mulai dari ketersediaan tools, harga mahal hingga harus bergantung pada alat-alat yang didatangkan dari luar negeri.
Total E&P Indonesia saat masih menjadi operator blok Mahakam kata Gery jadi salah satu mitra yang meminta Elnusa untuk turun tangan mengatasi tantangan dalam inspeksi jaringan pipa. Di satu sisi ini pelecut semangat karena Elnusa sudah diakui kemampuannya oleh perusahaan besar. “Di Mahakam mereka (Total) sering mengeluh karena toolss masih dari luar negeri, begitu ada inspeksi semuanya harus dari luar negeri. Ayo dong Elnusa bikin. Begitu kata meraka,” cerita Gery kepada Dunia Energi saat mengenang awal mula ide mengembangkan tools inspeksi pipa dalam negeri, Minggu (24/8).
Dari situ Elnusa makin serius layanan solusi dengan menghadirkan alat inspeksi pipa berbasis ultrasonic. Gery mengisahkan kala itu Elnusa dibantu oleh para ahli yang sebenarnya asli dari Indonesia namun lama berkarir di luar negeri dan mulai membuat alat inspeksi yang sesuai dengan standar internasional. Hanya saja inisiatif pada tahun 2018 tersebut sempat tidak alami kemajuan signifikan akibat berbagai gejolak dan momentum iklim investasi yang kurang menarik. Kesempatan untuk berdaulat dalam urusan inspeksi pipa kembali terbuka. Kali ini peluangnya jauh berbeda karena Elnusa tidak sendiri alias menggandeng PT Pindad (Persero).
Kehadiran Pindad bukan tanpa alasan. Dengan pengalaman mumpuni dalam memproduksi alutsista selama bertahun-tahun, Pindad diyakini sudah memiliki kemampuan untuk mengembangkan tools sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan dalam kegiatan inspeksi pipa.
Pertastream jadi jurus terbaru Elnusa untuk menunjukkan eksistensinya di bisnis layanan jasa sektor migas yang mengusung teknologi In-Line Inspection Intelligence Pigging Ultrasonic (ILI UT). Tools ini dirancang untuk memeriksa kondisi internal pipa migas secara presisi, mendeteksi korosi, retakan, deformasi, serta memetakan ketebalan pipa. Dengan tingkat akurasi hingga 90% pada kecepatan 0,1–1 meter per detik, teknologi ini mampu mengenali retakan kompleks seperti stress corrosion cracking (SCC), sekaligus mengolah data dalam jumlah besar dengan kualitas sinyal optimal.
Selama ini ada tiga metode untuk inspeksi pipa selain ultrasonic ada juga dengan metode konvensional Magnetic Flux Leakage (MFL) yaitu teknik pengujian yang menggunakan medan magnet kuat untuk mendeteksi cacat pada struktur berbahan feromagnetik seperti pipa dan tangki penyimpanan.
Cara kerjanya dengan memagnetisasi material, lalu mengukur kebocoran fluks magnetik yang terjadi ketika medan magnet bertemu dengan cacat seperti korosi, pitting, atau kehilangan dinding. Kebocoran ini terdeteksi oleh sensor magnetik, yang kemudian memberikan data untuk menganalisis lokasi dan tingkat keparahan cacat.
Cara lainnya dengan teknik pengujian Eddy Current yang menggunakan induksi elektromagnetik untuk mendeteksi cacat seperti retakan, korosi, dan hilangnya ketebalan pada material konduktif listrik, seperti logam. Prinsip kerjanya adalah dengan menginduksi arus bolak-balik pada kumparan untuk menciptakan medan magnet, kemudian arus eddy ini akan berubah ketika ada cacat pada material, yang kemudian diukur oleh probe untuk mengidentifikasi masalah. Dibandingkan dengan kedua metode lainnya, Pertastream hadir lebih ringan, efisien. Serta satu lagi keunggulan utama Pertastream adalah kompatibel untuk melakukan mechanical de-coking.
Gery menjelaskan kegiatan inspeksi pipa bukanlah hal baru di Indonesia, sudah banyak perusahaan menawarkan jasa inspeksi pipa. Namun Pertastream tidak bisa disamakan dengan yang lain. Ketika badan usaha lain berperan sebagai agen atau “makelar” dengan mendatangkan tools dari luar negeri, kini Elnusa jadi badan usaha Indonesia pertama yang memiliki tools sendiri untuk melakukan inspeksi pipa tanpa harus impor atau menunggu ketersediaan tools. Ini tentu mengokohkan posisi Elnusa sebagai perusahaan jasa Indonesia terdepan yang sudah terdaftar pada Pigging Products and Services Association (PPSA) atau asosiasi perusahaan jasa inspeksi pipa. “Sudah banyak perusahaan inspeksi di Indonesia yang masuk sebagai agen, jadi tools-nya dari luar. Kalau kita sekarang sudah punya sendiri,” ungkap Gery.
Keunggulan memiliki tools sendiri tentu saja jauh lebih besar, dari sisi biaya saja misalnya sudah bisa jauh dipangkas karena mendatangkan tools dari luar untuk mobilisasi dan demobilisasi alat saja sudah dikenakan biaya. “Mobilisasi demobilisasi alat, misalnya dari Inggris itu cost-nya bisa US$200 ribuan. Itu kita yang bayar, banyak cost structure nggak perlu,” ungkap Gery.
Belum lagi skema pembiayaan yang cukup berat diawal ketika mendatangkan alat dari luar negeri harus dilakukan Down Payment (DP) sewa alat, padahal pembayaran jasa baru bisa dilakukan setelah pekerjaan selesai, sehingga arus keuangan akan terbebani.
Lebih jauh ketika memiliki alat sendiri tidak hanya Elnusa yang diuntungkan karena bertambahnya portofolio usaha. Pertastream punya manfaat yang cakupannya jauh lebih luas dengan ketersediaan tools dan tidak lagi alami ketergantungan dari luar maka program inspeksi pipa bisa dilakukan sesuai dengan jadwal tanpa harus ada risiko penundaan yang selama ini kerap terjadi akibat tidak tersedianya tools.
Ilustrasinya jika ada anggaran US$1 juta, inspeksi dilakukan lima kali dalam satu tahun dengan toolss didatangkan dari luar negeri. Sekarang dengan adanya tools dalam negeri anggaran sebesar itu dipakai inspeksi 10 kali karena tidak ada biaya tambahan, tidak ada pajak-pajak impor, tidak butuh lagi technical consultant berbiaya tinggi. “Tidak ada lagi ketergantungan sehingga kemanan jalur pipa minyak akan jauh lebih baik, karena dicek secara berkala,” jelas Gery.
Pertastream boleh dibilang bakal mentransformasi model bisnis inspeksi pipa tanah air. Kedaulatan dalam melakukan inspeksi benar-benar ditawarkan oleh Elnusa. Lebih jauh lagi, dalam skema sebelumnya memberikan keuntungan lebih besar ke para pemilik tools yang notabena berasal dari luar negeri seperti Inggris, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab atau Jerman. Dengan skema bisnis seperti itu maka tools owner bisa mendapatkan margin keuntungan 40-60%, sementara badan usaha dalam negeri sebagai eksekutor (agen) hanya menikmati gross profit margin 15%-35% karena sisanya harus disisihkan untuk kebutuhan biaya operasional mendatangkan tools. Sementara dengan adanya Pertastream, margin yang bisa didapatkan dari pemilik alat tools owner sekaligus eksekutor bisa mencapai 75%.

Sumber : Elnusa, Diolah : Dunia Energi
Dengan skema ini maka uang yang mengalir tidak akan keluar negeri melainkan berputar di lingkungan Pertamina Group ataupun badan usaha mitra yang mengembangkan Pertastream. Sehingga keuntungannya dinikmati di dalam negeri.
“Pertastream juga menawarkan Improvement penetrasi market, tools owner jadi Elnusa, Pertamina dan Pindad. Desain dan sebagainya Elnusa, Pindad dari sisi manufaktur, kemudian eksekutor bisa Elnusa Fabrikasi atau perusahaan jasa pertamina group lainnya,” kata Gery.
Dengan total panjang pipa yang tercatat lebih dari 21.000 kilometer, maka potensi revenue dari kegiatan inspeksi dan pemeliharaan jaringan pipa memanfaatkan Pertastream tentu bisa dioptimalkan. Apalagi keunggulan teknologi dapat diimplementasikan secara luas tidak hanya di sektor hulu tapi juga midstream, hingga hilir, sehingga memberi manfaat nyata bagi seluruh rantai bisnis migas.
Satu lagi keunggulan Pertastream lainnya adalah kemampuan untuk melakukan mechanical de-coking yang biasa dilakukan pada refinery atau kilang saat Turn Around (TA) pada kilang. “Selama ini pemainnya hanya ada satu dari Amerika dari dulu,” ujar Gery.
Dalam setahun paling tidak dilakukan dua kali TA sehingga lagi-lagi Elnusa berperan memberikan pilihan bagi KPI ataupun badan usaha lain yang memiliki unit pengolahan Petrokimia dalam pemeliharaan fasilitasnya. “Refinery dalam satu tahun, ada dua kali pekerjaan TA. Kita kejar dari Pertamina dulu. Kalau alat sudah banyak baru kita kejar yang lain. Model bisnis bisa dikembangkan,” ungkap Gery.
Meski baru saja diperkenalkan, Pertastream langsung menarik perhatian. Kilang Pertamina Internasional (KPI), Zona 4 Subholding Upstream Pertamina dan Pertamina Patra Niaga (PPN) langsung kepincut. Elnusa berani menjamin para pihak yang menggunakan Pertastream bisa langsung merasakan efisiensi biaya. “Saving cost yang paling signifikan bisa dirasakan, sampai 30%,” tegas Gery.
Noor Arifin Muhammad, Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menuturkan bahwa pemerintah sangat menyambut baik kehadiran Pertastream yang mampu menjadi opsi bagi perusahaan migas di Indonesia apalagi kandungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)-nya juga tinggi.
“Kami cukup bangga dan mendukung serta men-support inovasi tersebut. Harapannya teknologi tersebut (Pertastream) bisa segera dilakukan uji lapangan sehingga dapat digunakan oleh Pertamina dan KKKS lain di Indonesia serta perusahaan hilir migas,” ungkap Noor Arifin kepada Dunia Energi, Selasa (26/8).
Dengan kemampuannya yang cepat dalam mendeteksi kerusakan atau anomali pada pipa, seperti korosi, retakan, atau deformasi bakal langsung berdampak pada keandalan dalam pendistribusian energi ke masyarakat. “Jadi dapat dilakukan perbaikan atau penggantian sebelum terjadi kecelakaan atau kerusakan lebih lanjut,” kata Noor Arifin.
Bagi perusahaan jasa seperti Elnusa, adaptif dan responsif terhadap masalah atau keluhan para calon klien adalah wajib hukumnya. Hal itu juga yang jadi tolak ukur bagi publik dalam menilai kesuksesan manajemen dalam memaksimalkan potensi yang dimiliki perusahaan. Inovasi ELSA selalu dinantikan, utamanya oleh sesama grup Pertamina yang mengedepankan kolaborasi dan sinergi.
Taufik Aditiyawarman, Direktur Utama Kilang Pertamina Internasional (KPI) juga mengaku gembira dengan kehadiran Pertastream yang jadi angin segar untuk urusan inspeksi fasilitas pipa-pipa minyak Indonesia yang sudah berumur tua. KPI sebagai salah satu konsumen utama jasa inspeksi pipa ini juga sudah membuka pembicaraan dengan Elnusa untuk bisa memanfaatkan teknologi Pertastream.
“Bagus ini (Pertastream). Efektif untuk pipeline yang panjang dan relatif tidak banyak elbow nya. Challengenya pipa-pipa minyak terutama minyak berat perlu lebih rajin dilakukan pigging pembersihan permukaan internal nya agar data akuisisi nya akurat dan merepresentasikan kondisi sebenarnya,” jelas Taufik kepada Dunia Energi saat ditanya tentang kehadiran Pertastream, Selasa (26/8).
Menurut Taufik yang juga ketua dari Ikatan Ahli Fasilitas Produksi Migas (IAFMI), pendekatan Artificial Intelligence (AI) bisa disandingkan dengan teknologi yang sudah disematkan pada Pertastream. Dia optimistis dengan cara itu hasil yang didapatkan bisa jauh lebih optimal. “Bisa juga dengan pendekatan AI dengan memanfaatkan data inspeksi vs failure yang selama ini terjadi di industri Migas. Kuncinya kolaborasi untuk mengintegrasikan data-data hasil inspeksi yang scattered disimpan oleh KKKS dan Perusahaan Jasa Inspeksi Teknik (PJIT),” jelas Taufik.
Sementara itu, Medianestrian, Sekretaris Jendral Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) saat dihubungi Dunia Energi menyatakan bahwa IATMI sangat mengapresiasi inovasi yang dilakukan para pelaku usaha di sektor migas, untuk mendukung kehandalan fasilitas produksi dan peningkatan produksi migas nasional seperti yang dilakukan Elnusa. “Sepengetahuan kami, untuk kategori sekompleks seperti Pertastream ini baru Pertastream (tools) buatan dalam negeri,” kata Medi, Senin (25/8).
Layanan Jasa Excellent
Selalu lincah dalam berinovasi jadi ruh Elnusa. Pertastream merupakan satu dari sekian banyak buah manis dari keberanian manajemen yang membebaskan para pekerjanya untuk bermanuver mengeksplorasi ide guna memastikan layanan solusi total yang excellent. Tidak hanya di sektor migas, bahkan ELSA juga mulai bergerak ke sektor lain seperti geothermal dan pertambangan mineral batu bara yang membutuhkan berbagai layanan yang dimilki ELSA.
Selain Pertastream, kemampuan ELSA lainnya yang baru-baru ini diuji dalam mendukung Enhanced Oil Recovery (EOR) di Blok Rokan sebagai salah satu proyek utama yang didorong pemerintah juga dalam mengejar target produksi minyak 1 juta barel per hari (bph).
Melalui anak usaha, PT Elnusa Petrofin (EPN) pada Juni 2025 lalu dilakukan injeksi Simple Surfactant Flooding (SSF) tahap pertama di Sumur BL-330, Lapangan Balam, Blok Rokan. Sebagai commercial arm dalam proyek ini, EPN bertanggung jawab atas proses produksi chemical, pengendalian mutu, pengelolaan proyek, serta logistik penunjang.
Sinergi ini juga melibatkan unit bisnis upstream services Elnusa sebagai penyedia alat dan jasa peralatan injeksi. Proyek EOR di Blok Rokan sekaligus mentasbihkan bahwa kolaborasi dan inovasi adalah kunci keberhasilan dalam menjawab tantangan produksi migas masa kini.
Selanjutnya Elnusa mengusung inovasi teknologi Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) yang terintegrasi secara end-to-end, mencakup seluruh siklus operasional dari proses emission-capture & liquefaction, penyimpanan sementara, transportasi, injeksi dan penyimpanan, hingga pemanfaatan karbon. Elnusa bersama anak usahanya PT Elnusa Trans Samudera (ETSA), PT Elnusa Petrofin (EPN), PT Sigma Cipta Utama (SCU), dan PT Elnusa Fabrikasi Konstruksi (EFK), menawarkan model bisnis komprehensif CCUS.
Untuk proses capture (penangkapan), Elnusa memiliki kompetensi utama dalam layanan Engineering, Procurement, Construction & Installation (EPCI), Operation & Maintenance, serta Turn Around Services. Pada tahap penangkapan/ capturing karbon dengan teknologi post-combustion seperti absorption amine dan membrane. Kemudian pada tahapan transportasi karbon, Elnusa memiliki kompetensi EPCI pipeline baik di darat maupun subsea. Selain itu, ETSA memiliki kompetensi sebagai pelaksana CO2 marine transportation dan EPN mampu mengangkut CO2 di darat. Kemudian EFK juga dapat mendukung kebutuhan infrastruktur dan pelapisan pipa melalui fabrikasi struktur baja serta produk tubular anti korosi.
Sementara SCU juga mampu mengelola data fisik dan elektronik dalam integrasi sistem CCUS. Pada aspek penyimpanan dan pemanfaatan karbon, Elnusa memiliki kompetensi geoscience, drilling & well services, serta layanan Monitoring, Measurement & Verification (MMV) dimana dari 25 metode monitoring yang dipilih dalam Handbook MMV CCS yang dikeluarkan Lemigas, Elnusa telah memiliki pengalaman dengan setidaknya sembilan metode seperti seismik 2D, seismik 3D, Vertical Seismic Profiling (VSP), Ground Penetrating Radar (GPR), Land Electromagnetic, Gravimetry, Seismik Crosswell, Casing Inspection Logs, dan Cement Bond Logging (CBL) dengan kombinasi CO Log.
Untuk layanan jasa seismik, Elnusa sudah menggunakan Vibroseis IVI EnviroVib 15 dan Hemi 44 sebagai sumber getar yang dikenal memiliki mobilitas tinggi dan hemat energi sehingga efisien dalam menghasilkan sinyal seismik yang berkualitas. Selain itu, survei ini didukung oleh receiver Smart SOLO IGU-16 1C (5Hz), sebuah sistem nodal otonom yang menawarkan berbagai keunggulan, salah satunya ramah lingkungan sehingga menjadikannya pilihan ideal untuk eksplorasi geosains tingkat lanjut. Elnusa juga memiliki teknologi OBN Nodal yang digunakan pada seismik laut.
Ada juga layanan mobile test hingga penerapan teknologi pengurangan produksi pasir. Pengeboran dengan teknologi Hydrolic Workover Unit (HWU) atau Hydrolic Drilling Unit (HDU). Ini membuat Elnusa jadi satu-satunya perusahaan di indonesia yang mampu menghadirkan teknologi HDU dan telah membuktikannya di blok Mahakam.
Elnusa juga sudah bisa mengaplikasikan teknologi lumpur cair untuk pengeboran sumur Gulamo (Sumur Migas Non Konvensional) di blok Rokan yang menjadikannya fasilitas luquid mud plant untuk pengeboran sumur Migas Non Konvensional ini merupakan yang pertama di Indonesia.
Konsisten Berinovasi
Melalui kemampuannya menghasilkan berbagai ide inovatif yang adaptif dalam menjawab tantangan di era sekarang ini membuat Elnusa semakin total memberikan solusi sekaligus menancapkan eksistensinya di sektor migas.
Karakter inovatif yang dimiliki ELSA menurut Arandi Pradana, Analis PT RHB Sekuritas Indonesia membuat emiten Pertamina itu jadi salah satu emiten jasa migas paling prospektif. Ini terbukti dengan kesuksesan ELSA mencetak sejarah dengan posisi saham tertinggi ditengah gejolak geopolitik dunia yang juga mempengaruhi bisnis migas di tanah air.
Dia menegaskan Elnusa memiliki keunggulan dibandingkan kompetitornya yaitu bagian dari Pertamina Group yang menguasai lebih dari 50% blok migas di Indonesia. “ELSA punya keunggulan kompetitif dimana data reservoir seluruh Indonesia dimiliki (melalui Pertamina),” ujar dia.
Optimisme Arandi terhadap kinerja ELSA punya alasan kuat. Sepanjang enam bulan pertama tahun ini saja misalnya ELSA mencatat pendapatan sebesar Rp6,9 triliun atau tumbuh 10% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. EBITDA perusahaan tercatat sebesar Rp742 miliar, sedangkan laba bersih (net profit) mencapai Rp336 miliar.
Pertumbuhan ini ditopang oleh kontribusi yang kuat dari seluruh lini bisnis, dengan segmen Penjualan Barang dan Jasa Distribusi & Logistik Energi menjadi penyumbang pendapatan terbesar, yaitu 56% dari total revenue.
Kontribusi signifikan ini berasal dari peningkatan bisnis trading Bahan Bakar Minyak (BBM) industri dan jasa transportasi BBM. Sementara itu, segmen Jasa Hulu Migas Terintegrasi berkontribusi 33% dengan mempertahankan kinerja melalui layanan teknis dan proyek-proyek strategis. Segmen Jasa Penunjang Migas berkontribusi sebesar 11%, ditopang oleh kinerja positif dari lini bisnis fabrikasi, marine support, hingga warehouse & data management.
Lebih lanjut Arandi berharap manajemen Elnusa bisa menjaga fokusnya untuk tetap berinovasi dan mengembangkan teknologi serta keahlian di berbagai jasa migas agar tidak ketinggalan dengan kompetitornya.” Dengan pengembangan keahlian dan kehandalan, ELSA akan mampu memperbesar pangsa pasar oil and gas service yang saat ini sebesar 2% dari realisasi investasi hulu migas nasional,” kata Arandi.

Raihan laba bersih Elnusa (Sumber : Laporan Keuangan Elnusa, Diolah : Dunia Energi)
Tumbur Parlindungan, praktisi migas yang juga mantan President Indonesia Petroleum Association (IPA), mengungkapkan perusahaan jasa migas sangat berpeluang untuk terus tumbuh sekarang ini apalagi jika iklim investasi sektor hulu migas juga semakin baik. Dia melihat arah perbaikan investasi hulu migas sudah benar sehingga hal itu pun bisa jadi peluang bagi Elnusa untuk ikut merasakan manfaatnya.
Untuk bisa terus berperan dan punya tempat di bisnis energi khususnya migas, Tumbur mengingatkan Elnusa bahwa tidak ada cara lain selain menginvestasikan segala daya baik itu finansial ataupun dari sisi sumber daya manusia kepada inovasi teknologi.
“Fokus ke technical and technology yang mendukung untuk efisiensi. Kompetensi dari personal perlu ditingkatkan sesuai dengan kondisi saat ini (AI enabler),” kata Tumbur kepada Dunia Energi, Jumat (22/8).
Sementara itu, Tutuka Ariadji, Guru Besar Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Jendral Migas Kementerian ESDM periode 2020-2024 kepada Dunia Energi menuturkan bahwa kegiatan Hulu Migas akan masih sangat bagus ke depan dengan bukti temuan (discovery) besar sekali (giant) sumber daya gas bumi. Sebagai contoh di Blok Andaman (Blok II dan South Andaman), Blok Utara Bali dan Lombok (Agung I dan II), dan Blok Selat Makassar seperti Geng North dan sekitarnya. Belum lagi dengan beberapa wilayah yang akan dikembangkan seperti Blok Masela dan yang juga sedang eksplorasi di Tangguh.
“Saya pribadi cukup meyakini bahwa ke depan Indonesia akan surplus gas dalam jumlah besar dengan terlaksananya projek-projek tersebut sesuai jadwal. Namun perlu disadari bahwa di banyak lapangan gas di Indonesia juga memproduksikan gas karbondioksida (CO2) sebagai gas ikutan dengan bervariasi prosentasenya. Dengan kondisi ini, perlu ditangani dengan CCS dan CCUS agar CO2 tidak di-flare ke udara menjadi emisi gas rumah kaca,” jelas Tutuka kepada Dunia Energi, Sabtu (23/8).
Pengembangan dan perawatan aset-aset eksisting juga digenjot oleh para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) demi mengejar target produksi. Temuan-temuan tersebut tentu bisa jadi peluang juga bagi perusahaan jasa migas seperti Elnusa. Jangan lupa juga bahwa pemerintah sudah mematok target tinggi yakni lifting minyak 1 juta bph serta gas 12 ribu juta kaki kubik per hari (MMscfd) pada tahun 2030. Untuk mencapai target tersebut tidak hanya akan diisi temuan cadangan baru melainkan harus ada tambahan produksi dari aset-aset eksisting. Untuk mengoptimalkan aset tersebut diperlukan berbagai program seperti pemboran, kerja ulang sumur (work over) maupun reparasi sumur (well service) sehingga masih banyak pekerjaan menanti ke depannya.
Menurut Tutuka perusahaan jasa migas semacam Elnusa perlu beradaptasi dengan kondisi tersebut. “Termasuk mengambil kesempatan untuk berbisnis tidak hanya di Migas tetapi juga di bidang CCS/CCUS,” ungkap Tutuka.
Lebih lanjut, Tutuka menerangkan untuk antisipasi perkembangan industri migas maka Elnusa harus Mulai belajar dan membangun organisasi dan personel dalam jangka Menengah dan Panjang. “selain itu inovasi teknologi jadi kunci utama kalau Elnusa mau berkembang dan mampu melihat prospek bisnis ke depan dengan cukup akurat,” kata Tutuka.
Semua pihak sepakat, bahwa tidak ada jalan lain bagi Elnusa jika ingin bertahan dan tumbuh di bisnis migas selain terus berinovasi. Pertastream serta berbagai layanan jasa lain jadi bukti nyata bahwa mendengarkan keluhan tidak selamanya jelek. Elnusa terus belajar menjadi pendengar yang baik, adaptif serta tidak ragu mendobrak batasan demi mendapatkan solusi. Bukan hanya semata demi keberlanjutan bisnis perusahaan tapi juga demi swasembada energi Indonesia. (RI)





Komentar Terbaru