SUARA sirine palang pintu diikuti deru mesin lokomotif memecah lamunan. Sore itu pematang sawah memberikan pesona yang paripurna. Matahari yang siap tenggelam diujung barat menunjukkan pendar warna yang membuat lahan sawah bak permadani berkilau keemasan. Aroma khas pupuk dari tanah yang sedang dibajak tercium, terbawa angin sepoy-sepoy sore menyejukkan. Ditengah permadani emas itu, ada satu petak tanah yang luasnya tidak sampai 300 meter dan ditumbuhi tanaman obat keluarga (TOGA) yang jadi cikal bakal ekonomi tangguh Desa Sumengko, Kecamatan Kalitidu, kabupaten Bojonegoro.
Bojonegoro mahsyur dikenal sebagai kota minyak. Tidak salah memang, karena wilayah ini adalah salah satu kontributor terbesar minyak nasional. Jauh sebelum ditemukan minyak, Bojonegoro juga sudah dikenal sebagai wilayah yang memang tangguh di setiap zaman mulai dari lumbung pangan pada zaman kerajaan Demak dan Majapahit. Setelah itu, pada jaman penjajahan Belanda, Bojonegoro makin tangguh dengan berperan sebagai penghasil utama Kayu Jati.
Ketangguhan Bojonegoro kembali diuji. Kondisi pandemi Covid 19 mampu membuat orang-orang Bojonegoro mendobrak batasan. Warga desa Sumengko di Bojonegoro salah satunya, mampu menemukan peluang emas ditengah keterpurukan yang diakibatkan pandemi. Bermodalkan tanaman herbal sederhana yang bisa tumbuh di halaman rumah, Ibu-ibu desa Sumengko menyulap tanaman itu jadi minuman kesehatan yang berkembang jadi bisnis menjanjikan dan membantu menopang ekonomi keluarga. Terdengar biasa memang, tapi tidak akan terealisasi jika tidak ada ketekunan yang jadi karakteristik Bojonegoro.
Ditengah kesibukan tanah Bojonegoro yang bekerja menyemburkan minyak dan memasok energi bagi Ibu Pertiwi, tim Dunia Energi sempat singgah dan berbincang dengan Ibu-Ibu PKK Desa Sumengko yang jadi motor ketangguhan ekonomi sirkuler di sana.
Dalam ruangan seluas 3×6 meter di halaman Balai Desa Sumengko berjejal delapan ibu-ibu membentuk barisan saling memunggungi. Mereka fokus pada tugasnya masing-masing. Ada yang mengaduk rebusan air. Ada yang menyusun botol kemasan. Ada yang menyaring dan ada juga yang menempelkan sticker merek dagang.
Asap putih menyeruak keluar dari dalam panci membawa harum jahe bercampur batang sereh ke seluruh ruangan. Tidak lama, ditungku lain sudah mendidih air berwarna keunguan. Kini wangi semerbak Bunga Telang menggantikan wangi Jahe.
Tangan Ibu Laila cekatan mengaduk air dalam panci diselingi menjumput daun bunga Telang lalu memasukkannya ke panci. Tidak ada keraguan berapa banyak bunga yang dimasukkan ke panci. Instingnya bekerja, dia sudah hafal betul dengan komposisi air dan bunga yang akan dicampur. Sebanyak tiga genggam bunga sudah cukup menguatkan aroma dan rasa bunga Telang di minuman racikannya.
Sri Nurlaila Ashari belum lama sebenarnya menguasai ilmu peracikan minuman herbal. Disela kesibukan mengurus tiga orang anaknya yang masih sekolah dan suami yang seorang petani, Bu Laila menyempatkan diri untuk terus mencoba resep minuman herbal.
Bu Laila menunjukkan bahwa umur bukanlah penghalang untuk melek teknologi, di usia ke 43 tahun dia rajin “blusukan” ke berbagai akun YouTube untuk mendapatkan cara yang pas dalam meracik minuman herbal. “Awalnya itu cuma mau tolong temannya suami, dulu kan jaman Covid butuh minuman obat,” cerita Bu Laila sembari mengaduk racikan minuman herbalnya saat ditemui Dunia Energi di Rumah Produksi minuman herbal Cenayu,Balai Desa Semengko Rabu (14/8).
Dari keikhlasannya menolong tanpa disadari insting bisnisnya bekerja. Bu Laila sadar ibu-ibu tetangga rumahnya juga tidak punya kegiatan apapun selain memasak dan mengurusi keluarga. Dilalah ajakan untuk lebih produktif disambut baik pun demikian oleh perangkat Desa Sumengko.
Akhirnya minuman herbal dengan nama Cenayu resmi diproduksi oleh ibu-ibu PKK. Sebanyak 48 anggota PKK Desa Sumengko secara bergiliran terlibat dalam memproduksi Cenayu. Ada empat varian rasa produk minuman yang diproduksi diantaranya ada Japanis terdiri dari Jahe, Pandan dan Kayu Manis. Kemudian Sekuja terbuat dari campuran Serai, Kunyit dan Jahe. Selanjutnya ada Seruni yang diracik dari campuran Serai dan Jeruk Nipis. Lalu terakhir adalah salah satu favorit yaitu Blue Moon yang terbuat dari Bunga Telang, Serai dan Lemon.

Produk Cenayu (Foto/Dok/Elnusa)
Variasi rasa dari bahan-bahan tanaman obat ini memiliki khasiat yang tidak main-main, misalnya sebagai antiinflamasi, antioksidan. Cenayu juga memperlancar pencernaan, menurunkan kolesterol, menurunkan tekanan darah, meredakan peradangan, mengatasi asam lambung, detoksifikasi tubuh, mengatasi osteoarthristis serta mengurangi gejala flu dan pilek.
Cenayu dijual dengan harga yang relatif sangat terjangkau. Untuk kemasan botol plastik ukuran 250 mililiter (ml) dibandrol dengan harga Rp 6.000 per botol. Dalam sepekan rata-rata permintaan Cenayu sebanyak 50-80 botol.
Pada awal produksi pemasaran Cenayu belum luas, hanya dari rumah ke rumah atau bazar di lingkungan kecamatan Kalitidu. Setelah beberapa waktu nyaman dengan jumlah produksi yang itu-itu saja tantangan mulai terasa. Dari sisi bahan baku misalnya yang masih mengandalkan stock di pasar yang harganya fluktuatif. Belum lagi dengan keterbatasan pola distribusi karena tidak adanya pengetahuan untuk bisa mengembangkan pasar secara terencana.
Gayung bersambut, ditengah hampir buntunya pemasaran Cenayu, kegigihan para Ibu PKK Desa Sumengko terendus oleh manajemen PT Elnusa Tbk. Kebetulan ada fasilitas Project Warehouse di Kalitidu yang jadi salah satu fasilitas utama untuk menunjang operasional perusahaan.
Dicky Ibnu Darmawan, Pjs Corporate Secretary Elnusa, mengungkapkan desa Sumengko termasuk ring 1 Elnusa. Setelah dilakukan social mapping terlihat ada kemauan dari warga desa khususnya para Ibu ini untuk mandiri dan berkembang.
Dia menilai kemampuan para ibu desa Sumengko yang sukses meracik dan melahirkan produk minuman dengan variasi rasa baru dari bahan-bahan sederhana membuat Elnusa optimistis bahwa potensi potensi para ibu sangat besar untuk bisa berkembang dan menciptakan kemandirian ekonomi.
“Berawal dari ibu-ibu di desa Sumengko yang memang tidak punya pemasukan harian tetapi punya keterlampilan untuk membuat minuman dari bahan tanaman toga. Bahkan bukan sebatas minuman jamu biasa tapi punya banyak varian rasa,” kata Dicky kepada Dunia Energi (15/8).
Setelah dilakukan kajian, tantangan yang harus segera dilalui adalah dari sisi suplai bahan baku minuman. Elnusa mengincar adanya kemandirian pasokan bahan baku. Untuk itu dukungan diberikan dalam bentuk penyediaan lahan yang bisa ditanami berbagai jenis tanaman toga mulai dari Jahe, Kunyit, Serai, Jeruk Lemon.
Rasa-rasanya semangat hilirisasi yang dikampanyekan pemerintah turut ditularkan oleh Elnusa kepada masyarakat. Jadi hasil bumi tidak dijual mentah begitu saja, karena olahan dari berbagai tanaman toga tadi menjadi minuman herbal nilainya jauh lebih tinggi.
Bu Laila menceritakan perbedaan dari sisi biaya produksi sangat terasa ketika Cenayu diproduksi dari bahan baku dari lahan yang dikelola sendiri ketimbang harus membeli bahan-bahan dari pasar. Dia mencontohkan ketika panen satu gundukan tanah sepanjang 10 meter saja bisa menghasilkan jahe dengan jumlah yang setara untuk mengisi dua karung beras ukuran 50 kg.
Dukungan selanjutnya adalah dari sisi pemasaran. Cenayu sudah diperkenalkan Elnusa hingga ke Jakarta. Berbagai fungsi di Elnusa adalah pelanggan tetap Cenayu untuk berbagai acara. Bahkan Cenayu juga sudah diperkenalkan pada ajang Indonesia Petroleum Association (IPA) Convex 2024 lalu. Sekarang target pasar Cenayu tidak hanya warga Sumengko, tapi juga kantor-kantor dinas kesehatan, kantor cabang Bulog, puskesmas, kantor Elnusa dan kantor/lembaga pemerintahan lainnya. Kemampuan ibu-ibu PKK Desa Sumengko memproduksi Cenayu jauh meningkat pesat.
Setelah dibuka berbagai pintu pemasaran maka peningkatan selanjutnya adalah dari sisi kemasan. Elnusa memberikan bantuan alat cetak sticker kemasan yang langsung bisa dalam waktu singkat memproduksi sticker merek Cenayu dalam jumlah banyak.

Sumber Elnusa, Diolah : Dunia Energi
Setelah ada campur tangan Elnusa, perubahan yang paling dirasakan adalah dari sisi permintaan. Jika dulu dalam satu minggu rata-rata hanya memproduksi 50 botol minuman herbal,permintaan meningkat pesat rata-rata menjadi sekitar 100-150 botol per minggu sehingga total dalam sebulan bisa memproduksi 500-600 botol. Bahkan dalam semester I tahun ini sudah dua kali lebih dari seribu botol Cenayu diproduksi. “Kita sudah bisa dan memang pernah produksi 1.200 botol sehari,” cerita Bu Laila.
Bu Laila menjelaskan pesatnya permintaan ini tentu berdampak pada pemasukan para Ibu-ibu. Dia mengaku bersyukur karena sekarang ada sumber rezeki baru yang bisa ikut membantu keuangannya dan ibu-ibu lainnya. “Kalau rata-rata satu orang bisa pegang Rp 200 ribu setiap bulan dari jualan Cenayu,” katanya sumringah.
PKK Desa Sumengko memilki 48 anggota, ada sistem yang membagi siapa saja yang bertugas memproduksi Cenayu. Biasanya satu tim terdiri dari 7-8 orang. Hasil dari keuntungan langsung dibagi rata kepada anggota yang sedang bertugas di tim produksi.
Endro Hartanto, Direktur Operasional Elnusa, yang melihat langsung proses pembuatan Cenayu mengaku terkejut dengan eksistensi Cenayu, bahkan siap untuk dikembangkan. Apa yang dihasilkan oleh ibu PKK Desa Sumengko adalah bentuk nyata dari manfaat pengembangan ekonomi sirkuler berbasis green energi atau energi hijau yang coba diperkenalkan Elnusa kepada masyarakat.
“Kami sangat bangga dan berbahagia bisa bersama dengan warga Sumengko menyumbangkan suatu embrio yang nantinya bisa memperkuat perekonomian di Sumengko,” kata Endro saat berbincang dengan perangkat desa dan anggota PKK Desa Sumengko.
Lebih lanjut Hendro berharap kebersamaan Elnusa dan warga desa Sumengko bisa terus terjalin baik sehingga bisa fokus untuk melahirkan produk bermutu dan sesuai dengan standar industri, sudah tersertifikasi. “Dan tentunya Halal ini jadi satu standar untuk bisa kita go nasional maupun internasional,” harap Endro.
Produk Berbasis Green Energi
Program CSR yang diinisasi Elnusa tergolong bukan program biasa. Ekonomi Berdikari yang diusung ternyata juga berbasis pada Energi Baru Terbarukan (EBT). Elnusa melengkapi infrastruktur penunjang dalam memproduksi Cenayu dengan pemasangan panel surya di kantor desa Sumengko berkapasitas 1,1 Kilowatt peak (KWp).
Selain untuk memperkenalkan energi baru terbarukan kepada masyarakat desa dengan menjadikan tenaga matahari untuk memenuhi kebutuhan energi untuk memproduksi Cenayu. Mulai dari lemari es pendingin, lampu penerangan sampai listrik di rumah produksi Cenayu berasal dari panel surya. Panel surya telah mendukung 100% kebutuhan listrik kantor DEB dan 80% operasional UMKM herbal Cenayu, serta menurunkan konsumsi listrik fosil hingga 50%.
Pemantauan dan perawatan panel surya dilakukan setiap bulan oleh Tim Task Force CSR Elnusa bersama kader teknis desa yang telah mendapat pelatihan. Inspeksi mencakup kondisi panel, performa inverter, serta efisiensi daya harian. Dokumentasi hasil monitoring disusun dalam laporan teknis triwulan yang menjadi bagian evaluasi program. Dengan teknologi mutakhir, tim Elnusa bahkan bisa mengetahui apabila terdapat masalah pada panel surya termasuk jika ada penurunan produksi listrik akibat kondisi cuaca melalui aplikasi khusus. Elnusa berencana untuk menambah kapasitas panel surya yang dibangun di atas kantor kepala Desa Sumengko.

Penampakan panel listrik tenaga matahari yang dipasang di atap kantor Desa Sumengko oleh Elnusa untuk mendukung listrik kantor desa dan produksi Cenayu (Foto/Dok/Elnusa)
Cenayu Siap Kembangkan Sayap
Cenayu merupakan katalis yang lahir dari inisiatif sederhana warga yang melihat adanya harapan dengan memanfaatkan potensi sekitar tanpa harus merusak. Tapi namanya katalis tentu bukan tanpa tantangan. Apalagi di wilayah yang sedari awal sebenarnya cukup familiar dengan produk olahan tanaman obat membuat pasar Cenayu cukup terbatas.
Nanik Enggarwati Ketua PKK Desa Sumengko mengaku kehadiran Elnusa memberikan semangat baru bagi anggota PKK Sumengko. Harus diakui semangat anggotanya sempat luntur akibat kesulitan untuk mengembangkan pasar Cenayu. Ketika Elnusa turun tangan masalah pemasaran langsung ada jawabannya. Tapi tentu kondisi ini tidak bisa berlangsung terus-menerus. Untuk itu disiapkan langkah untuk memasarkan produk Cenayu secara mandiri.
Tim Elnusa dan Ibu PKK kini sedang siapkan rencana ekspansi bisnis dengan menambah variasi produk. Salah satu variasi yang ditargetkan bisa diproduksi dalam waktu dekat adalah racikan minuman herbal dalam bentuk bubuk. “Biar bisa tahan lama, jadi bisa diseduh kaya teh celup. Nanti bisa dipasarkan melalui toko oleh-oleh khas Bojonegoro,” harap Enggar.
Rudi Setyawan, Kepala Desa Sumengko menjelaska dari 959 kepala keluarga yang tinggal di desanya, sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani sehingga sudah sangat familiar dengan produk-produk pertanian atau hasil olahan tanaman.
Cenayu kata Rudi merupakan andalan Desa Cenayu dalam mendukung program pemerintah kabupaten Bojonegoro satu desa satu produk UMKM. Desa Sumengko menurut dia boleh dibilang jadi desa terdepan yang bisa menghasilkan produk UMKM berupa minuman herbal di antara desa-desa sekitar. “Desa lain tidak ada yang bikin minuman herbal, kebetulan memang ada program bupati satu desa ada produk unggulan nah minuman ini jadi produk unggulan desa kami,” kata Rudi saat berbincang dengan Dunia Energi.
Cluster pemasaran yang saat ini berjalan memang baru sebatas Kecamatan Kalitidu yang termasuk wilayah ini termasuk Ring 1 dari project Warehouse Elnusa. Masih terdapat potensi pasar di wilayah sekitar Bojonegoro yang terdiri atas 27 kecamatan. Dengan penyebaran cluster berikutnya akan dilakukan di kecamatan terdekat seperti Padangan, Malo, Ngasem, Bojonegoro dan Dander.
Rudi berharap kolaborasi yang terjalin antara anggota PKK Sumengko dan Elnusa bisa terus diperkuat. Teknik pemasaran modern kata Rudi jadi salah satu hal krusial untuk bisa dikuasai para ibu untuk kemandirian usaha mereka. “Penggunaan media sosial, e-commerce semoga bisa ada pelatihannya untuk bisa diaplikasikan ibu-ibu,” kata Rudi.

Demi mempersiapkan ibu-ibu PKK Desa Sumengko naik kelas, Elnusa tidak setengah-setengah mendukung pengembangan Cenayu. Peningkatan kualitas produk sangat diperlukan dan jadi syarat wajib yang harus dipenuhi jika mau mengembangkan sayap bisnis, jadi sebelum ekspansi pemasaran disiapkan dulu dari sisi produknya berbagai kelengkapan sertifikasi . Menggandeng Rumah BUMN Palangka Raya, Elnusa tidak hanya mempersiapkan produk tapi juga dari sisi kesiapan sumber daya manusia.
Bersama Rumah BUMN Palangka Raya ibu PKK Sumengko dibekali wawasan strategis, business insight dan good practice dalam membangun model bisnis UMKM unggul berbasis Bisnis Model Canvas (BMC). Ini jadi cara Elnusa untuk mendukung Cenayu dan para ibu PKK Sumengko bisa naik kelas secara nasional.
Tiara Ulfah, fasilitator bersertifikat BNSP dari Rumah BUMN Palangkaraya didatangkan langsung untuk up-scilling para “creator” Cenayu. Dia tampak sumringah saat mencoba minuman Cenayu dan yakin betul bahwa Cenayu memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Apalagi variasi minuman dari tanaman obat memang sudah memiliki tempat khusus di masyarakat Indonesia sehingga dari sisi pemasaran sebenarnya tidak harus memulai dari nol. Apalagi dari segi rasa, Cenayu punya ciri khas yang tidak ditemukan di minuman sejenis. Sekarang yang harus disiapkan adalah dari sisi kualitas yang dijamin melalui sertifikasi. Ini terkadang dianggap remeh, padahal jadi kunci utama untuk masuk ke bisnis retail dengan pasar yang lebih luas.
Lebih jauh, Tiara menjelaskan melalui edukasi Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) diharapkan para ibu-ibu di Desa Sumengko menjadi tahu pengolahan makanan dan minuman yang sesuai aturan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Manakan) agar tidak terkontaminasi. Ini penting untuk dapatkan berbagai sertifikat guna memperoleh izin edar.
“Setelah dapat izin edar bisa membantu tingkatkan pemasaran, bisa tingkatkan kapasitas produksi sekarang harus ada izin edar karena konsumen sekarang jelih sama izin edar, sudah nggak asal minum,” ungkap Tiara saat berbincang dengan Dunia Energi usai pelatihan dengan Ibu PKK Desa Sumengko.
Cenayu kata dia sudah layak untuk dijual di retail modern jadi sangat disayangkan jika tidak dilengkapi dengan sertifikasi dan berbagai persyaratan lain yang dibutuhkan untuk beredar lebih luas di masyarakat. “Sudah bisa dipasarkan di retail modern, bisa ikut pameran dan dikirim ke seluruh Indonesia. Cenayu sudah disupport sejauh ini sangat sayang kalau tidak dilanjutkan,” ungkap Tiara.
Ibu PKK Desa Sumengko seakan mendapatkan bahan bakar baru setelah Elnusa turun tangan. Transformasi produk yang dihasilkan begitu cepat. Tidak salah memang mendukung para mak-mak Sumengko.
Seperti yang disampaikan oleh Risna Resnawati, Pakar CSR sekaligus Kepala Program Studi CSR Universitas Padjajaran (UNPAD) bahwa banyak perusahaan menjadikan ibu-ibu kader PKK menjadi pintu masuk dari program pemberdayaan masyarakat. Fenomena ini sebenarnya didasari dari beberapa alasan misalnya PKK memiliki jadwal berkumpul yang rutin setiap minggu sehingga lebih mudah untuk menghimpun kader PKK. Apalagi secara sosiologis, pada keluarga Indonesia sebagian besar perempuan menjadi pengelola keuangan.
“Sehingga untuk membantu keuangan keluarga perempuan cenderung tertarik untuk ikut dalam program yang ditawarkan perusahaan terutama yang memiliki potensi untuk menambah pendapatan,” kata Risna saat dihubungi Dunia Energi, Selasa (19/8).
Menurut Risna pembuatan program itu melalui minuman herbal dari tanaman toga secara potensi memang bagus untuk dikembangkan baik untuk konsumsi keluarga maupun untuk dijual. Proses penanaman toga terbilang mudah. Terlebih isu Kesehatan dan kecantikan saat ini menjadi concern banyak orang. “Sehingga adanya produk minuman herbal dari tanaman toga menjadi alternatif misalnya untuk meningkatkan imunitas, mencegah penyakit dan sebagainya,” ungkap Risna.
Dia menuturkan prasyarat yang harus diperhatikan oleh dalam program CSR dengan membuat minuman dari tanaman toga ini adalah adanya bimbingan dari stakeholder yang mumpuni di bidangnya serta bekerja sama dengan instansi terkait terutama dalam pengolahan yang higienis, takaran yang sesuai dan tentu rasa yang enak. Ini juga yang akhirnya ditempuh oleh Elnusa dengan menggandeng Rumah BUMN.
Melalui program Up Scliing para anggota PKK diberikan edukasi tentang pentingnya kebersihan serta penyiapan produk olahan agar bisa dipasarkan secara retail.
Menurut Risna, langkah yang dilakukan Elnusa sangat tepat dengan memperhatikan kualitas produk minuman. Apalagi pada saat ini, masyarakat mulai faham dan semakin tertarik pada hal-hal yang bersifat natural dan organik.
“Jadi yang perlu dilakukan oleh pelaku CSR di sini adalah memastikan rantai usaha dari minuman herbal ini memadai, dari mulai proses pengolahan melatih cara memasarkannya. hingga akhirnya ibu-ibu PKK dapat menjadi mandiri dan minuman herbal bisa diandalkan menjadi bisnis bagi mereka,” jelas Risna.

Kebun TOGA yang dikelola Ibu-ibu PKK Desa Sumengko (Foto/Dok/Dunia Energi – Rio Indrawan)
Kita mungkin sering mendengar candaan mak-mak sebagai makhluk terkuat di muka bumi. Rasanya celotehan itu tidak berlebihan, pasalnya dengan kegigihan mak-mak inilah TOGA tidak hanya mengisi lahan kosong pekarangan rumah yang diolah untuk memelihara kesehatan tubuh tapi juga jadi kekuatan ekonomi, minimal ekonomi di keluarga. Hal-hal sederhana seperti ini kadang terlewatkan oleh korporasi yang kerap kali mengincar program – program pemberdayaan masyarakat yang langsung berikan impact dengan cakupan luas tanpa melalui proses.
Padahal esensi utama keterlibatan perusahaan adalah membersamai masyarakat tumbuh dengan kebaikan-kebaikan di sekitar. Dari situ keterikatan emosional antara masyarakat dan perusahhaan bisa tumbuh dan jadi modal paling berharga untuk keberlanjutan, bukan cuma keberlanjutan bagi masyarakat tapi bagi perusahaan. Mak-mak di Sumengko jadi inspirasi bagi mak-mak lainnya untuk tidak melulu menengadah. Kelembutan seorang ibu bukan penghalang bagi mereka untuk berjuang melawan kemiskinan. Berawal dari TOGA, Cenayu Sumengko menjelma jadi fondasi baru kekuatan ekonomi keluarga.





Komentar Terbaru