INDONESIA dikenal luas sebagai rumah bagi berbagai hewan endemik dan langka. Ini bisa jadi berkah sekaligus juga jadi tantangan yang tidak mudah. Dibalik rimbun hutan Kalimantan ada aliran sungai yang membelah sisi timur sepanjang 920 kilometer (km). Ya, Sungai Mahakam menempati deretan atas sungai terpanjanh di tanah air melintasi wilayah Kabupaten Kutai Barat di bagian hulu, hingga Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda di bagian hilir. Di sekitar wilayah Kutai inilah hidup hewan atau lebih tepatnya mamalia endemik yang konon tidak dapat ditemui di wilayah lain di Indonesia. Pesut Mahakam, salah satu hewan endemik yang hidup di aliran sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
Tidak semua orang tahu jika ditanya tentang Pesut. Pun bagi yang tahu hampir dipastikan akan salah mengira, Lumba-lumba dianggap sebagai Pesut. Mirip memang tapi mereka jelas berbeda. Karena hanya segelintir orang yang pernah melihat dengan mata kepala sendiri inilah yang membuat Pesut Mahakam dianggap sebagai legenda.
Tapi legenda Pesut Mahakam bukan hanya karena memang jumlahnya yang sedikit atau diperkirakan hanya puluhan ekor saja dan sulit ditemukan, tapi juga ada cerita rakyat yang menyelimuti keberadaan Pesut. Alkisah, dulu ada dua anak kecil kakak beradik yang dicampakan oleh sang ayah hingga mereka sedih dan berlari ke arah sungai Mahakam. Dilala, saat berada di air dikisahkan kakak beradik itu berubah menjadi seperti ikan, jadilah mereka Pesut Mahakam. Orang pedalaman di aliran sungai Mahakam menyebut mereka Bawai sementara masyarakat Kutai biasa memanggil mereka Pesut atau Pasut.
Ukuran tubuh Pesut Mahakam dewasa bisa mencapai panjang hingga 2 – 3 meter dengan berat mencapai 130 kg. Tubuh pesut berwarna abu-abu atau kelabu sampai biru tua dengan bagian bawah berwarna lebih pucat. Sirip punggungnya kecil, namun sirip dadanya panjang dan besar, dengan bentuk melengkung dan ujung membulat. Ekor mereka juga berukuran cukup besar.
Pesut bernafas dengan mengambil udara di permukaan air. Mamalia ini dapat juga menyemburkan air dari mulutnya. Kepala pesut lebih bulat dan tanpa moncong panjang seperti lumba-lumba. Pesut memiliki wajah yang ekspresif berkat bibirnya yang dapat digerakkan. Sekilas Pesut seolah selalu tersenyum ramah. Mereka memiliki lipatan di sekitar lehernya, karena leher mereka cukup fleksibel, dan mereka dapat menggerakkan kepalanya ke segala arah.
Menurut peneliti, bentuk moncong pesut kemungkinan merupakan adaptasi untuk meminimalkan luas permukaan tubuh, untuk menyimpan panas lebih lama. Dan karena ukuran yang kecil, mereka kehilangan panas tubuh akhir lebih cepat. Ukuran tubuh pesut yang kecil mengharuskan mereka untuk makan lebih sering dan tidak bisa bergantung pada cadangan lemak, ini menjadikan mereka lebih sebagai pemangsa oportunis. Kebutuhan untuk terus-menerus mencari makan juga membuat Pesut tidak berimigrasi dalam skala besar. Pesut tergolong mamalia yang pemalu tapi menurut cerita ketika mungkin merasa nyaman mereka kerap berlompat, menyipakan air atau menyembur seperti sedang bermain dengan manusia.
Pesut hanya berpindah dari perairan dangkal ke perairan dalam jika terdapat perubahan suhu air dan distribusi mangsa semua jenis ikan yang ada di habitatnya, termasuk mangsa yang ditemukan di dasar sungai atau danau seperti kepiting, udang, cumi-cumi, dan gurita.
Meski pandangannya tidak begitu tajam dan hidup dalam air yang mengandung lumpur, namun Pesut mempunyai kemampuan untuk mendeteksi dan menghindari rintangan-rintangan dengan menggunakan gelombang ultrasonik.
Sama dengan Lumba-lumba, Pesut Mahakam sejatinya bukanlah mamalia yang hidupnya menyendiri. Mereka senang berkelompok tapi bukan dalam kelompok besar. Mereka biasanya berenang bersama dalam kelompok kecil terdiri dari 3 – 6 ekor Pesut saja.
Pesut Mahakam adalah salah satu sub-populasi pesut selain sub-populasi Sungai Irrawaddi (Myanmar), sub-populasi Sungai Mekong (Kamboja, Laos, dan Vietnam), sub-populasi Danau Songkhla (Thailand), dan sub-populasi Malampaya (Filipina).
Pada tahun 2020 berdasarkan IUCN Redlist, organisasi internasional konservasi alam mengkategorikan Pesut Mahakam sebagai makhluk hidup yang terancam punah di level Critically Endangered. Status konservasi ini diberikan pada spesies yang menghadapi risiko kepunahan yang sangat tinggi di alam liar. Ini adalah salah satu kategori dalam daftar merah IUCN, yang menunjukkan tingkat keparahan ancaman terhadap kelangsungan hidup suatu spesies. Ini jadi level tertinggi hewan di Indonesia yang ada dalam ancaman kepunahan.
Untuk melindungi Pesut Mahakam pemerintah sebenarnya sudah merespon dengan menerbitkan regulasi jelas yang tertuang dalam UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Selain itu sudah diterbitkan juga SK Bupati Kutai Kertanegara No. 75 Tahun 2020 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Habitat Pesut Mahakam seluas 43.117 hektar. Tidak hanya itu pemerintah pusat juga menerbitkan regulasi khusus melalui SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. 49 tahun 2022 tentang Kawasan Konservasi di Perairan Mahakam Wilayah Hulu Kabupaten Kutai Kertanegara seluas 42.667 hektar.
Mamalia endemik ini memang sangat rentan hidupnya, tanpa berdampingan dengan manusia saja sudah rentan, ditambah lagi harus bersaing dalam mencari makanan ataupun habitat tempat tinggal.
Yayasan Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) pada tahun 2021 menerbitkan laporan yang menunjukkan bahwa kematian Pesut Mahakam paling banyak disebabkan oleh Jaring Nelayan (Rengge) sebesar 66%. Biasanya Pesut memang tidak sengaja terjaring, tapi jaring atau metode yang digunakan nelayan ini justru yang membahayakan Pesut. Kemudian 10% kematian Pesut disebabkan oleh tertabrak kapal. Asal tahu saja aliran sungai Mahakam kini menjadi salah satu jalur transportasi sungai yang cukup sibuk, apalagi dengan makin menjamurnya area tambang batu bara di wilayah Kalimantan Timur menyebabkan banyak kapal angkut batu bara berlalu lalang di sungai Mahakam.
Selain itu, kematian Pesut Mahakam juga disebabkan oleh faktor usia, keracunan terkena setrum listrik sebesar 5%. Kemudian penyebab lainnya sebesar 9%. Ada fakta unik yang juga jadi salah satu faktor lambannya pertumbuhan populasi Pesut yaitu masa hamil Pesut betina selama 8 hingga 14 bulan dan melahirkan anak dalam kurun 1 sampai 3 tahun sekali.
Manusia seyogyanya hidup berdampingan dengan Pesut Mahakam sejak lama. Ada semacam hubungan batin yang terjalin. Para nelayan di pesisir sungai Mahakam turun temurun menceritakan hubungan baik mereka dengan “Sang Legenda”, salah satunya adalah keberadaan Pesut pertanda ada ikan berlimpah.
Nelayan tradisional menjadikan Pesut sebagai acuan letak keberadaan ikan seperti ikan Haruan, Lais atau Kendia. Jadi ketika ketika musim kemarau menjadi panas, pesut berenang ke arah sungai besar. Kalau mereka sudah kembali ke hulu, air naik, berarti ikan di danau (Danau Semayang).
Kolaborasi Demi Pesut
Alimin Azarbaijan ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Bekayuh, Baumbai, dan Bebudaya (B3) Desa Pela menceritakan harmoni masyarakat dengan Pesut Mahakam sudah terjalin sejak lama dan turun temurun. Puncaknya ketika masyarakat menyadari adanya perkembangan zaman sehingga dirasa perlu ada upaya ekstra tidak hanya untuk mempertahankan harmoni yang sudah terjalin tapi meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kehadiran Pesut dalam kehidupan sehari-hari mereka serta apa yang bisa didapatkan jika populasi Pesut Mahakam dijaga maka akan ada bonus potensi ekonomi dari keharmonisan hubungan tersebut.
Menurut Alimin, praktik Ilegal fishing dengan alat – alat tangkap yang berbahaya bagi Pesut Mahakam kerap digunakan, bukan oleh warga pesisir sungai tentu saja. Ini yang membuat warga Desa Pela dan sekitaenya kemudian berinisiatif membentuk kelompok masyarakat.
“Kita lihat potensi desa Pela sangat unik, saya ajak anak muda lulusan SMA bikin kelompok ini tahun 2017. SK dikeluarkan pemerintah kabupaten, dinas pariwisata kelompok sadar wisata. Pada dasarnya Pokdarwis tidak hanya wisata tapi juga lingkungan,” cerita Alimin saat dihubungi Dunia Energi, Senin (14/7).
Pokdarwis ternyata memberikan dampak yang tidak sedikit baik bagi masyarakat maupun lingkungan. Bagi masyarakat misalnya, dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) anggota Pokdarwis kini dipercaya jadi bagian perangkat pemerintah desa. Ini tentu jadi bentuk pengakuan pemerintah akan pentingnya peran serta masyarakat dalam proses pengembangan potensi desa. “Ada 16 orang dari desa yang diangkat menjadi staf desa bahkan ada khusus bagian konservasi Pesut,” ungkap Alimin.
Kemudian rumah warga dijadikan fasilitas penunjang paket eduwisata yang ditawarkan Pokdarwis. Ini secara langsung memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat. Pemasukan tambahan juga didapatkan dari pengolahan produk-produk makanan berbahan dasar ikan.
“Rumah warga kita jadikan homestay, uangnya bukan untuk kelompok tapi langsung untuk rumah warga yang dijadikan homestay artinya pariwisata lingkungan dampak ke masyarakat,” ujar dia.
Pokdarwis juga memberikan edukasi kepada nelayan untuk menangkap ikan yang sesuai dengan standar keamanan bagi habitat Pesut Mahakam. Karena bagaimanapun jika nelayan bisa bekerja sama yang menikmati keuntungan juga mereka ketika ada wisatawan yang berkeliling untuk melihat habitat Pesut Mahakam nanti kapal-kapal nelayan juga yang akan digunakan. Lagi-lagi pemasukan tambahan bagi masyarakat.

Pemasangan Pinger Akustik (Foto/Dok/Yayasan RASI)
Bagi Pesut Mahakam, kehadiran Pokdarwis juga sangat krusial. Harmoni ini melahirkan gerakan untuk memastikan keamanan habitat Pesut Mahakam. Bersama yayasan RASI (Rare Aquatic Species of Indonesia) serta pemerintah daerah setempat Pokdarwis rutin melakukan patroli, pengamatan dan pengawasan Pesut Mahakam.
Menurut Alimin, kolaborasi ini dengan sendirinya menumbuhkan kesadaran dalam diri masyarakat pesisir Mahakam untuk terlibat dan ambil bagian dalam upaya menjaga keberlangsungan kehidupan Pesut di Sungai Mahakam.
“Kita banyak belajar dengan Pesut. lalu kenapa orang Belanda mau jaga pesut, kita orang asli Kutai, orang Pela tidak menjaga pesut malu kita. Jadi warga jadi antusias menjaga Pesut ini,” ujar Alimin.
Kolaborasi yang terjalin tidak hanya terjadi antara masyarakat, yayasan konservasi dan pemerintah. Ada satu aktor utama penggagas kolaborasi dan upaya besar untuk bisa menyelamatkan Pesut Mahakam dari ancaman kepunahan yakni PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) pengelola blok Mahakam yang merupakan anak usaha dari PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI).
PHM menginisasi program Konservasi Endemik Pesut Makam atau Komik Pesut Mahakam sejak tahun 2018 untuk melindungi keberadaan Pesut di Sungai Mahakam. Bekerja sama dengan yayasan RASI, program Komik Pesut yang menemukan cara cukup ampuh untuk mencegah kematian Pesut Mahakam yang diakibatkan oleh jerat jaring melalui penggunaan Pinger Akustik.
Alat ini berbasis gelombang ultrasonik yang dipasang pada jaring nelayan dan digunakan dengan meyesuaikan gelombang ultrasonik pada frekuensi 50-120KHz dengan kebisingan125 desibel yang kemudian dapat ditangkap oleh pesut, sehingga mereka mampu menjauhi jaring nelayan atau rengge sejauh radius 10-20 meter. Dengan teknologi ini terbukti menurunkan angka kematian Pesut Mahakam akibat rengge dari 66% menjadi 0% di sekitar Desa Pela.

Barcode suara Pesut Mahakam (Sumber : Pertamina Hulu Indonesia)
Pesut sendiri memang mempunyai kemampuan mendeteksi dan menghindari rintangan/bahaya dengan menggunakan gelombang ultrasonik. Sonar dari pinger akustik frekuensinya akan didengar Pesut dan menjaga Pesut tidak mendekat ke jaring nelayan.
Komik Pesut Mahakam tidak hanya berbicara tentang konvservasi Pesut, tapi juga pengembangan wilayah Desa Pela dan masyarakatnya yang menjadi habitat Pesut Mahakam. Melalui program ini bisa terlihat jelas bagaimana harmonisasi hubungan antara Pesut Mahakam dan Manusia bisa terjalin dengan sangat baik.
Sunaryanto, Direktur Utama PHI, menjelaskan Komik Pesut Mahakam memang sengaja menggandeng masyarakat pesisir untuk terlibat bersama dengan memadukan keberadaan Pesut Mahakam dan potensi wisata bahari.
Pengembangan Desa Pela sebagai desa wisata berbasis konservasi melalui Program Komik Pesut Mahakam, merupakan bagian dari implementasi komitmen perusahaan dalam pengelolaan kinerja operasi hulu migas yang menerapkan prinsip Environmental, Social, Governance (ESG). “Di program ini, perusahaan mensinergikan aspek keanekaragaman hayati (biodiversity) dan dampak terhadap masyarakat (community impact),” jelas Sunaryanto saat mendampingi kunjungan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hanif Faisol Nurafiq belum lama ini.
Dia menjelaskan program Komik Pesut Mahakam dijalankan melalui lima fase. Pertama inisiasi pada tahun 2018 hingga 2021 yang terdiri dari studi pinger akustik, survei kualitas air dan jumlah populasi Pesut, kampanye lingkungan, revitalisasi stasiun pantau Pesut serta pembangunan museum nelayan dan landmark desa.
Fase selanjutnya adalah fase penguatan yang dijalankan sejak tahun 2022-2023 terdiri dari penetapan status sebagai kawasan konservasi perairan Wilayah Mahakam Tengah, Pemasangan signboard edukasi area konservasi Pesut, penyediaan kapal transportasi untuk pantau dan perlindungan Pesut, inovasi Pinger Akustik serta pembentukan Pesut Ranger.
Kemudian fase pengembangan berjalan pada tahun 2023-2024 yang terdiri dari bantuan alat tangkap nelayan ramah lingkungan, pelatihan pelaku wisata lokal (guide, homestay, kerajinan, dsb), survei populasi Pesut, penambahan pinger akustik ,pengelolaan sampah organik dan anorganik, penerbitan Peraturan Desa Tentang Konservasi Pesut.
Untuk fase keempat adalah fase replikasi yang dijalankan pada tahun 2024 hingga tahun 2025. Dalam fase ini dilakukan survei populasi Pesut, penguatan pengelolaan hasil budidaya perikanan, pelatihan produk lokal olahan pesisir, pelatihan lingkungan hidup guru pesisir dan replikasi Inovasi Pinger Akustik.
Untuk fase penutup atau terakhir dalam program adalah kemandirian yang sudah dimulai pada tahun ini hingga tahun 2026. “Fase ini menitikberatkan pada penciptaan kemitraan strategis dan pengembangan ekonomi mandiri (kriya kayu dan batik Pesut) serta mewujudkan Desa Pela menjadi destinasi wisata berbasis konservasi yang berkelanjutan,” jelas Sunanryanto.
Keterlibatan Pertamina ternyata turut didukung oleh pemerintah setempat yang ikut mendorong kegiatan konservasi dan pariwisata di desa Pela melalui regulasi. Penggunaan pukat harimau telah diharamkan di wilayah perairan Desa Pela melalui Peraturan Desa Nomor 02 tahun 2018 tentang Larangan Penggunaan Alat Menangkap Ikan, Membuang Sampah ke Sungai, dan Pencemaran Lingkungan Perairan di Desa Pela yakni di Sungai Pela (anak sungai Mahakam) serta Danau Semayang. Alat tangkap ikan yang terlarang dalam perdes itu adalah yang bersifat monopoli, mengundang konflik sosial, merusak lingkungan, dan mencemari lingkungan.
Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan meneguhkan komitmennya untuk menggunakan semua kewenangan, instrumen, dan sumber daya yang dimiliki guna menyelamatkan pesut mahakam dari kepunahan dan mensejahterakan masyarakat. “Saya akan menggunakan kewenangan sesuai amanah yang diberikan oleh undang-undang untuk melindungi dan melestarikan Pesut Mahakam ini,” tegasnya dalam kunjungannya ke Desa Pela belum lama ini.
Menurutnya, berdasarkan keseluruhan sumber daya alam yang ada di wilayah ini, maka kondisi Kawasan Danau Mahakam sangat mewakili triple planetery crises. Pemanfaatan ruang dan sumber daya alam di kawasan ini harus diimbangi dengan upaya konservasi, perlindungan, pengendalian, pengawasan, serta pemanfaatan secara berkelanjutan.
“Saya mendukung Desa Pela sebagai Desa Konservasi dan wisata edukatif bagi keanekaragaman hayati di Kawasan Danau Mahakam, khususnya pesut mahakam, sesuai dengan Permen LH Nomor 29 tahun 2009 tentang Pedoman Konservasi Keanekaragaman Hayati di daerah” kata Hanif.
Kolaborasi yang terjalin akhirnya mulai menampakkan hasil. Pokdarwis sudah mencatat kedatangan wisatawan di desa Pela mencapai 4.998 orang sepanjang tahun 2024.
Penghasilan warga dari homestay tercatat sebesar Rp26 juta per tahun kemudian pendapatan kelompok pengelola wisata tembus Rp258 juta. Sebanyak 67 orang menjadi bagian dari pengelolaan wisata desa Pela dimana tiga diantaranya sudah mampu berbahasa inggris.
Selain itu, Pokdarwis juga sudah beranggotakan 20 orang ranger pesut yang mampu dan terampil melakukan monitoring dan penyelamatan Pesut Mahakam.
Pengembangan sistem Pokdarwis serta potensi wisata desa Pela turut mengantarkan Desa Pela menjadi salah satu dari tiga wakil Indonesia yang dinominasikan menjadi “Best Tourism Village” yang diusung oleh UN Tourism (Organisasi Pariwisata PBB).
Selain dampak positif yang dirasakan masyarakat serta pengakuan dari berbagai lembaga nasional maupun internasional, yang paling penting dari kolaborasi ini adalah nasib Pesut Mahakam yang perlahan mulai memiliki harapan.
Sejak tahun 2021 hingga 2023 ada lima bayi Pesut Mahakam lahir. Selanjutnya sejak Pokdarwis hadir tercatat kematian Pesut Mahakam 0% yang diakibatkan oleh jaring nelayan padahal tadinya bisa mencapai 66%.
Sejauh ini tercatat populasi Pesut Mahakam antara 64-70 ekor dan terjaga polulasinya sepanjang tahun 2024. Sebanyak 159 nelayan sudah mampu mengoperasikan pinger akustik.

Nelayan sudah menggunakan Pinger Akustik (Foto/Dok/Yayasan RASI)
Apa yang dicapai dalam lima tahun terakhir dengan keterlibatan Pertamina dalam program konservasi Pesut memang masih jauh dari kondisi aman bagi populasi Pesut, tapi paling tidak ini bisa jadi modal kuat serta harapan yang tidak pernah padam bahwa jika ada kemauan dan kolaborasi semua pihak harmonisasi antara manusia dan Pesut Mahakam bisa terjaga.
“Kami berterima kasih dengan Pertamina karena bantuannya banyak sekali baik untuk Pesut, SDM maupun sarana pra sarananya. Kami dengan Pertamina mulai dari nol bangun Desa Pela. Kami komit tingkatkan sinergi, komunikasi, inovasi baru juga akan kita lakukan untuk ke depan kita akan mengusung collaborative action for sustaining impact agar keberlanjutan Pesut di kawasan Mahakam tetap terjaga dimana Pesut akan bermain di Desa Pela,” kata Alimin.
Rosenda Chandra Kasih, Head Kalimantan Programme, WWF Indonesia saat dihubungi Dunia Energi menilai upaya untuk menjaga kelestarian Pesut Mahakam memang harus terus digalakan, tidak mudah memang karena masih ada beberapa tantangan yang lumrah ditemui tatkala melindungi makhluk hidup yang sudah tergolong terancam punah.
Tantangan utama pelestarian Pesut Mahakam meliputi belum ditetapkannya sebagian besar habitat sebagai kawasan lindung, padatnya lalu lintas sungai (termasuk tongkang batubara), pencemaran dan sampah plastik, pendangkalan sungai akibat hilangnya tutupan hutan, lemahnya koordinasi pengelolaan sungai, penegakan hukum yang belum optimal, serta rendahnya partisipasi publik. “Faktor-faktor ini, jika tidak diatasi secara terpadu, akan menghambat pemulihan habitat dan jumlah populasi,” ungkap Rosenda.
Menurutnya pengembangan eduwisata memang lebih efektif bila disertai alternatif mata pencaharian berkelanjutan, kampanye penggunaan alat tangkap ramah pesut, serta peningkatan kesadaran untuk tidak membuang limbah ke sungai. Edukasi dapat dilakukan melalui program Education for Sustainable Development bagi publik, sekolah, dan desa-desa di sepanjang habitat pesut di sungai Mahakam.
Sementara sektor swasta diharapkan memfokuskan upaya pada penerapan best practices dan pemberian dukungan bagi masyarakat melalui Restorasi habitat di hulu dan hilir sungai Mahakam. Selanjutnya pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan alternatif berkelanjutan. Kemudian kampanye alat tangkap ramah pesut (misalnya pinger). Lalu penyusunan sistem monitoring dan evaluasi untuk mengukur dampak. “Serta desain pembiayaan berkelanjutan yang inklusif untuk konservasi Pesut Mahakam,” kata Rosenda.
Dia menilai strategi yang diusung Pertamina dengan menggandeng masyarakat untuk dalam menjaga kelestarian Pesut Mahakam bisa jadi salah satu solusi yang sudah lama dinantikan untuk memastikan upaya pelestarian Pesut Mahakam tetap berjalan. “Strategi ini berpotensi baik, terutama jika dikombinasikan dengan upaya pemberdayaan masyarakat yang menyasar ancaman utama terhadap habitat dan populasi pesut Mahakam,” kata Rosenda.
Lebih lanjut, WWF Indonesia kata Rosenda mendorong adanya kolaborasi multipihak, mengingat status pesut Mahakam sebagai Critically Endangered (IUCN Red List). “Pemerintah dapat memperkuat perlindungan melalui penambahan kawasan lindung, penetapan peraturan daerah, dan penegakan hukum,” ungkap Rosenda.
Sementara itu, Tri Budhi Soesilo, Pengamat ESG sekaligus Akademisi Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, menyatakan secara prinsip upaya untuk konservasi hewan atau tumbuhan apalagi yang terancam punah wajib dilakukan dan menjadi tanggung jawab semua pihak, baik individu, kelompok, organisasi, perusahaan, dan juga negara.
Menurutnya Pesut Mahakam adalah salah satu hewan yang sudah seharusnya dilindungi apalagi istimewanya pesut Mahakam adalah hewan endemik. “Urgensi keterlibatan perusahaan terkait dengan upaya konservasi pesut Mahakam memang tidak secara langsung menguntungkan dari segi finansial, tetapi keterlibatan itu adalah wujud kepedulian dan secara tidak langsung menaikkan citra perusahaan yang dianggap ramah lingkungan,” kata Tri Budhi kepada Dunia Energi (14/7).
Citra perusahaan di mata publik dewasa ini memang sudah menjadi barang mahal. Karena bagaimanapun juga penilaian masyarakat jadi tolak ukur keberhasilan perusahaan dalam menjalankan operasinya. Bagi perusahaan yang bergerak di bidang yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti Pertamina penerimaan masyarakat adalah komponen keberhasilan bisnis yang tidak bisa ditawar.
PHM sadar betul kehadirannya bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan energi, tapi juga menghadirkan harmoni antara lingkungan dan masyarakat. Penerimaan lingkungan dan masyarakat akan kehadiran PHM ditandai dengan terjaganya lingkungan yang jadi tempat untuk hidup bagi beragam makhluk. Terjaganya hubungan baik antara manusia dan Pesut Mahakam bukanlah capaian yang mudah tapi patut untuk terus diperjuangkan, karena manusia akan sejahtera jika lingkungannya terjaga. Hidup berdampingan dengan legenda Sungai Mahakam adalah keniscayaan, bahkan tidak bisa ditawar. Pesut mungkin sudah ada sebelum manusia mulai membangun peradaban di pesisir Mahakam. Kita, Manusia adalah tamu. Sebagai tamu kita tentu tidak berhak mengusir sang tuan rumah. Yakinlah, masyarakat pesisir Mahakam akan dapatkan berkah jika harmoni dengan Pesut terjaga. (RI)





Komentar Terbaru