JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif terlihat jengkel lantaran proyek dedieselisasi atau konversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) tidak kunjung dilaksanakan oleh badam usaha yang sudah ditugaskan oleh pemerintah.

Menurut Arifin sejak amanat tersebut diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri sampai sekarang belum juga terealisasi. “Belom dijalanin, Asal tahu aja, belom dijalanin. Kita sudah tunggu-tunggu dari dulu nggak jalan-jalan,” kata Arifin dengan nada lebih tinggi dari biasanya saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (17/3).

Untuk diketahui, pemerintah sendiri telah menerbitkan dua peraturan sebagai payung hukum penugasan kepada badan usaha yang ditunjuk pemerintah untuk menjalankan program konversi bahan bakar pembangkit listrik.

Perintah konversi bahan bakar pembangkit tertuang dalam Keputusan Menteri No 2.K/TL.01/MEM.L/2022 tentang penugasan kepada PT Pertamina (Persero) untuk menyediakan pasokan gas maupun infrastrukturnya untuk kebutuhan pembangkit listrik yang menggantikan Kepmen No 13/13/MEM/2020.

Pertamina sendiri menugaskan Subholding Gas atau PT PG. Tbk untuk menjalankan amanat tersebut. Pertamina melalui PGN diminta untuk berkoordinasi dengan PLN sebagai pemilik pembangkit listrik. PGN mendapatkan penugasan untuk konversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) menjadi menggunakan gas bumi di 33 titik dengan kapasitas pembangkit 1.198 MW dan kebutuhan gas 83,74 BBTUD.

Jumlah pembangkit yang dikonversi sebanyak 26 pembangkit dengan total kapasitas mencapai 1.018 MW dan alokasi gas yang dibutuhkan 72,32 BBTUD. Kemudian ada tujuh Pembangkit Listrik bertenaga gas yang baru dibangun. Seluruhnya berada di wilayah Indonesia bagian timur dengan kapasitas 180 MW dan gas yang dibutuhkan 11,42 BBTUD.

Menurut Arifin sebenarnya tidak ada alasan badan usaha tidak menjalankan proyek dedieselisasi. Adapun biaya untuk membangun fasilitas penunjang seperti fasilitas mini regasifikasi ataupun pengadaan kapal angkut LNG skala kecil seharusnya tidak menjadi alasan.

“Sekarang kalo dibandingin beda antara cost electricity sama itu (membangun fasilitas) masih jauh lebih dari lebih mahal, beda cost electricity itu,” ungkap Arifin.

Dalam kepmen terbaru, pemerintah memberikan waktu hingga tahun 2024 bagi badan usaha untuk mengkonversi bahan bakar pembangkit. Diatur mengenai berbagai kebijakan baru seperti pemanfaatan infrastruktur bersama hingga ke penggunaan alokasi gas dari Pertamina atau afiliasinya serta PLN atau afiliasinya. (RI)