JAKARTA – Penerapan aturan harga gas bagi beberapa sektor industri serta pembangkit tenaga listrik PLN melalui Peraturan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 8 dan 10 Tahun 2020 mulai mendapatkan kritik. Hal ini lantaran ada porsi negara yang dipangkas dan di sisi lain ada justru industri mendapatkan subsidi.

Andi Yulianti Paris, Anggota Komisi Energi DPR, mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam memberikan insentif penurunan harga gas industri, sebab dia khawatir kebijakan yang memanjakan industri ini akan memberatkan negara seperti saat program subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) digulirkan.

“Kebijakan penurunan harga dan subsidi untuk industri yang sangat besar kurang lebih 30%, apabila APBN negara sudah tekor dan sesuai dengan proyeksi pak Menteri sendiri akan turun lebih dari Rp 106 trilun, atau tercapai hanya 45% apabila minyak (harga) drop menjadi sekitar US$ 20 per barel kok malah obral subsidi memang negara kuat sebanyak ini , perlu lebih peka karena negara lagi sulit uang dan difisit anggaran yang besar,” kata Andi.

Menurut dia, negara tetangga seperti Malaysia sudah perlahan memangkas subsidi gasnya tapi Indonesia justru menambah subsidi ditengah kondisi atau momentum yang tidak tepat seperti sekarang ini. “Untuk gas Malaysia mengurangi subsidi, kok kita menambah subsidi ini berbahaya seperti subsidi BBM waktu tahun 2004,” ujarnya.

Tabrak Aturan

Selain itu dalam pelaksanaan penurunan harga gas menjadi US$ 6 per MMBTU jangan sampai menabrak peraturan perundang-undangan lainya. Selain memangkas peneriman negara di sektor hulu, pemerintah juga memangkas biaya di level midstream yang dikhawatirkan mengganggu operasional keekonomian badan usaha hilir gas, dalam hal ini PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negar (BUMN) yang diberikan penugasan pelaksanaan aturan.

Andi mengingatkan ada amanat aturan Undang – Undang BUMN yang mewajibkan BUMN tidak mengalami kerugian. Dia menilai Perpres 40/2016 pasal 8 berisi bahwa penetapan harga gas bumi tertentu menteri menetapkan tarif penyaluran gas bumi yang meliputi pembebanan seluruh biaya yang ditimbulkan serta margin yang wajar.

Andi menyatakan bahwa harus dipastikan apakah perhitungan yang ada dalam Permen 8 dan 10 tahun 2020 sudah mempertimbangkan atau memperhitungkan formula permen ESDM no 58 tahun 2017 sebagai dasar perhitungan harga gas.

“Tolong pak menteri tunjukkan formula perhitungan jangan asal potong, hati-hati melanggar undang-undang BUMN pasal 66,” katanya.

Sementara itu Syaikhul Islam Anggota Komisi Energi DPR lainnya, mengatakan pada dasarnya semua pihak mendukung penerapan harga gas yang tidak mahal, hanya saja harus diwujudkan dengan praktek yang sesuai dengan aturan main yang berlaku dan tidak melanggar regulasi.

“Ada perundangan yang nggak boleh ditabrak, misal peran BPH Migas mengatur toll fee. Pak Menteri punya kebijakan mengatur biaya distribusi itu bagus, tapi jangan nabrak undang-undang,” kata Syaikhul

Komisi Energi dalam kesimpulan rapat kerja meminta pemerintah memperhatikan keberlangsungan usaha badan usaha hilir migas, dalam menerapkan penurunan harga gas menjadi US$ 6 per MMBTU di tingkat konsumen.

Sugeng Suparwoto, Ketua Komisi Energi DPR, yang memimpin rapat mengatakan, meminta Menteri (ESDM) melakukan penurunan harga gas industri sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016. yang pelaksanaanya dilakukan melalui penyesuaian harga gas hulu dengan pengurangan porsi pemerintah dengan mempertimbangkan keekonomian industri yang termasuk dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016. “Serta BUMN yang menerima subsidi dan kompensasi gas dan dengan margin wajar untuk menjaga keberlangsungan usaha BUMN dan badan usaha hilir lainnya,” kata Sugeng.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Minera (ESDM), menyatakan pemerintah menerima masukan dari berbagai kalangan terkait implementasi penuruna harga gas bagi industri dan pembangkit listrik PLN. Ia pun meminta para pihak untuk bersabar sambil mengevaluasi penerapan regulasi yang telah dibuat.

“Kami tetap berpegang dengan keputusan karena semua bermuara dengan Undang-Undang. pelaksanaan kami mohon tetap bisa dijalankan agar ada kepastian usaha industri,” kata Arifin. (RA)