JAKARTA – Feasibility Study (FS) 18 proyek hilirisasi masih belum rampung lantaran masih belum ada timbal balik dari Danantara yang sudah diserahkan Satgas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional pada Juli lalu.

Ahmad Erani Yustika, Sekjen Kementerian ESDM sekaligus Sekretaris Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi mengungkapkan bakal membahas kelanjutan proyek hilirisasi bersama Danantara dan Setkab pada pekan depan.

“Presiden berharap agar pada bulan Desember sudah ada FS yang selesai dan segera ada keputusan proyek-proyek mana yang bisa dimulai begitu dulu. Makanya kita akan lakukan pertemuan untuk itu Satgas Hilirisasi, Kementerian ESDM, kemudian Danantara, nanti juga ada Setkab,” jelas Erani ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (5/12).

Lebih lanjut Erani menuturkan pertemuan tersebut akan diketahui apa saja langkah yang bisa dilakukan untuk bisa mempercepat realisasi proyek hilirisasi tersebut.

“Kita ingin tahu selama beberapa bulan terakhir ini setelah kita menyerahkan pra-FS-nya itu apa saja yang sudah dikerjakan dan sampai sejauh mana perkembangan untuk FS ini pada masing-masing proyek tadi itu,” ungkap Erani.

Sebelumnya memang sempat mencuat salah satu proyek yang jadi prioritas untuk diselesaikan lebih dulu adalah proyek batu bara menjadi Demithyl Ether (DME) untuk menggantikan LPG.

Proyek coal to DME sebelumnya sempat digarap oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA) beberapa tahun lalu dengan menggandeng Air Product bersama dengan Pertamina. Tapi ditengah jalan proyek itu berhenti lantaran sang pemilik teknologi yakni Air Product justru memilih hengkang dari proyek.

Dari 18 proyek tersebut, 8 proyek hilirisasi di sektor mineral dan batubara, 2 proyek tentang transisi energi, 2 proyek ketahanan energi, 3 proyek hilirisasi pertanian serta 3 proyek hilirisasi kelautan dan perikanan.

berdasarkan kajian awal Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional, dari 18 proyek tersebut, proyek hilirisasi minerba menjadi yang terbesar dengan 8 proyek senilai US$20,1 miliar dan potensi menyerap 104.974 tenaga kerja. Proyek di sektor pertanian dan kelautan masing-masing menyerap 23.950 dan 67.100 tenaga kerja.

Sementara itu, proyek transisi energi bernilai US$2,5 miliar dan menyerap 29.652 tenaga kerja. Di sektor ketahanan energi, nilai investasinya mencapai US$14,5 miliar dengan potensi penyerapan 50.960 tenaga kerja. Secara keseluruhan, 18 proyek ini berpotensi menciptakan 276.636 lapangan kerja langsung dan tidak langsung. (RI)