NEW YORK- Harga minyak mentah di pasar global pada perdagangan Selasa atau Rabu (19/1/2022) pagi WIB) naik ke level tertinggi sejak 2014. Penguatan dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap ketegangan politik global yang melibatkan produsen minyak utama seperti Uni Emirat Arab (UEA) dan Rusia. Hal ini berisiko memperketat pasokan.

Harga minyak mentah berjangka Brent naik US$1,03 atau 1,2% menjadi US$87,51 per barel. Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS sebesar US$1,61 atau 1,9 persen menjadi US$85,43 per barel.

Kenaikan minyak mentah Brent dan WTI telah menyentuh level tertinggi sejak Oktober 2014, dan beberapa sumber OPEC seperti dikutip Reuters, mengatakan minyak US$100 per barel tidak di luar jangkauan.

Ketegangan di UEA terjadi setelah gerakan Houthi melancarkan serangan drone yang memicu ledakan truk bahan bakar dan menewaskan tiga orang. Pemerintah UEA lantas merespons dengan menyatakan berhak untuk menanggapi serangan teroris tersebut.

Kekhawatiran terhadap ketatnya pasokan minyak meningkat pekan ini setelah kelompok Houthi Yaman menyerang Uni Emirat Arab, meningkatkan permusuhan antara kelompok yang berpihak pada Iran dan koalisi yang dipimpin Arab Saudi.

“Kerusakan pada fasilitas minyak UEA di Abu Dhabi tidak signifikan, tetapi menimbulkan pertanyaan tentang gangguan pasokan yang lebih banyak lagi di kawasan itu pada 2022,” kata Analis Senior Pasar Minyak Rystad Energy Louise Dickson seperti dikutip dari Reuters, Rabu (19/1/2022).

Menurut Dickson serangan itu meningkatkan risiko geopolitik di kawasan tersebut dan menandakan kesepakatan nuklir Iran-AS tidak tercapai di masa mendatang.

“Hal itu berarti barel minyak Iran keluar dari pasar, meningkatkan permintaan untuk minyak mentah kelas serupa yang berasal dari tempat lain,” ujarnya.

Abu Dhabi National Oil Company (ADNOC), perusahaan minyak UEA, merencanakan strategi bisnis untuk memastikan pasokan produk tidak terputus ke pelanggan lokal maupun internasional. ADNOC telah mengaktifkan rencana kesinambungan bisnis untuk memastikan pasokan produk yang tidak terputus ke pelanggan lokal dan internasional setelah insiden di depot bahan bakar Mussafah

Rusia telah mengirimkan pasukan dalam jumlah besar di dekat perbatasan Ukraina yang diperkirakan memicu kekhawatiran terjadinya invasi. Sementara, pejabat AS dan Jerman telah membahas cara untuk menghalangi Rusia yang mencakup penghentian pipa gas Nord Stream 2 dari Rusia ke Eropa tengah.

Pada saat yang sama, produsen dalam Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) sedang berjuang untuk memompa produksi minyak pada kapasitas yang diizinkan berdasarkan perjanjian OPEC+ dengan Rusia dan sekutunya untuk menambah 400.000 barel per hari setiap bulan.

OPEC berpegang pada perkiraannya bahwa ada pertumbuhan yang kuat dalam permintaan minyak dunia pada tahun 2022, meskipun varian virus corona Omicron semakin merebak dan perkiraan bahwa Bank Sentral AS akan menaikkan suku bunga.

Analis Goldman Sachs memperkirakan persediaan minyak di negara-negara OECD turun ke level terendah sejak 2000 pada musim panas, dengan harga minyak Brent naik menjadi US$100 per barel pada akhir 2022. (RA)