JAKARTA – Kekhawatiran adanya kegiatan operasi tambang yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan kesulitan bagi warga karena 56% areanya berada di bentang alam karst yang berfungsi sebagai penyalur dan penampungan air pengunungan dalam pemenuhan kebutuhan air bagi masyarakat sekitar, memicu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengajukan gugatan terhadap Surat Keputusan (SK) Menteri ESDM nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Mantimin Coal Mining (MCM) menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi, tanggal 4 Desember 2017 di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan (Kalsel) dengan luas 5.908 hektare.

Walhi menyatakan pada dasarnya pihaknya telah memenangkan gugatan di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) melalui Putusan Kasasi MA Nomor 369 K/TUN/LH/2019, Tanggal 15 Oktober 2019, dengan amar putusan yang mengabulkan gugatan Penggugat (Walhi) untuk seluruhnya, menyatakan batal atau tidak sahnya SK Menteri ESDM tersebut. Dalam amar putusan juga mewajibkan Tergugat (Menteri ESDM), tanggal 4 Desember 2017, dan mewajibkan Menteri ESDM selaku Tergugat untuk mencabut SK Menteri ESDM nomor 441.K/30/DJB/2017, tanggal 4 Desember 2017.

Kisworo Dwi Cahyono, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Kalsel, mengungkapkan pertimbangan Majelis Hakim Kasasi MA menyebutkan bahwa sebagian areal tambang PT MCM berada di kawasan karst yang merupakan Kawasan lindung geologi. Apabila kawasan tersebut dilakukan eksploitasi, maka berpotensi merusak fungsi aquifer air, karena ekosistem kars memiliki fungsi aquifer air alami, sebagai penampung dan penyalur air bagi wilayah di sekitarnya.

“Sangat tepat Majelis Hakim Kasasi MA menyebutkan bahwa tindakan hukum Menteri ESDM mengeluarkan SK Menteri ESDM nomor 441.K/30/DJB/2017, tanggal 4 Desember 2017 tersebut melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik, yakni asas kehati-hatian precautionary (precautionary principle),” ungkap Kisworo, Minggu (14/2).

Kisworo mengatakan pertimbangan Hukum Majelis Hakim Kasasi MA sesuai dengan fakta dan kondisi di Kalimantan Selatan terkait Kawasan Kars yang harus dilindungi sebagaimana yang terungkap dalam persidangan.

Dia menambahkan, bahwa faktanya sampai saat ini Menteri ESDM tidak mencabut SK Menteri ESDM nomor 441.K/30/DJB/2017, tanggal 4 Desember 2017 tersebut.

“Artinya, dalam hal ini Menteri ESDM tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Ini menunjukkan Menteri ESDM melakukan pembangkangan hukum,” kata Kisworo.

Kisworo menjelaskan, MA telah memberi kabar baik melalui putusan PK MA Nomor 15 PK/TUN/LH/2021, tanggal 4 Februari 2021. MA memenangkan gugatan Walhi terhadap Menteri ESDM dan PT MCM dengan memberi putusan menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan PT MCM.

Melalui putusan PK MA diharapkan menteri ESDM taat dan patuh terhadap hukum yang berlaku.

“Diharapkan Menteri ESDM agar menghormati dan melaksanakan putusan pengadilan. Tidak ada lagi alasan menunda dan tidak melaksanakan putusan pengadilan,” kata Kisworo.(RA)