JAKARTA – PT Vale Indonesia (INCO) menargetkan kesepakatan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter dengan para partner akan ditentukan paling tidak pada kuartal II 2019. Dua smelter yang akan dibangun,  yakni untuk mengelola hasil produksi nikel di Pomalaa dan di Bahadopi.

Nico Kanter, Direktur Utama Vale, mengatakan pembahasan negosiasi dengan para partner sudah memasuki tahap finalisasi. Inti pembahasan mencakup soal teknis dan komersial.

Para partner sudah diberikan hasil pra Feasibility Study (FS) yang nanti dikembalikan, baru kemudian akan di evaluasi ulang oleh Vale untuk disesuaikan dengan keekonomian yang telah disusun.

“Nanti dikembalikan dengan studi yang mereka. Kami akan review sesuai tidak dengan yang kami punya. Rncananya, keekonomian semua akan dihitung,” kata Nico ditemui di Jakarta, Selasa (2/4).

Menurut Febriany Eddy, Wakil Direktur Utama Vale, untuk smelter di Bahadopi sudah mengerucut ke dua partner yang  berasal dari China. Saat ini sedang tahap negosiasi komersial, termasuk di dalamnya kapasitas smelter dan kepemilikan saham.

“Sedang kami review. Kalau semua lancar kuartal II ini diharapkan sudah bisa ada kesepakatan prinsip. Nanti bisa diumumkan partner yang terpilih, setelah itu perjanjian perjanjian detailnya kami rampungkan. Kapasitas termasuk salah satu yang harus dinegosiasikan dengan partner,” ungkap Febriany.

Untuk smelter Pomala, pihak Vale masih berkomitmen untuk melanjutkan kerja sama dengan Sumitomo yang menggunakan teknologi high pressure acid leaching (HPAL). “Ini sama lagi masuk tahap negosiasi komersial,” tukas Febriany.

Sementara untuk kepemilikan saham, Vale mengaku tidak akan menjadi mayoritas untuk pemilikan pabrik di Pomala. Maksimal kepemilikan saham yang diincar Vale adalah sebesar 30%.

“Mungkin minimal dikisaran 20%-30%, untuk di Pomala. Kami juga lagi analisa risiko teknologi segala macam,  ada strategi disitu kami men-setup equity structure, tapi kira-kira sih in the longer term-nya segitu itu targetnya,” ungkap Febriany.

Di Bahadopi, Vale mengincar untuk menjadi pemegang saham mayoritas. Pembahasan komersial dengan para calon partner dari China terbilang alot.

“Termasuk alot juga memang, kami maunya mayoritas. Nah ini yang akan rada ribet,” kata Febriany.

Vale Indonesia juga tidak akan hanya menggunakan kas internal untuk membangun dua fasilitas smelternya. Dua proyek tersebut menjadi fokus perusahaan pada tahun ini, dan sumber dananya akan berasal dari berbagai opsi. Namun  porsi kas internal akan lebih besar.

Persiapan dalam menghimpun dana proyek akan dilakukan secara paralel dengan upaya untuk merampungkan negosiasi komersial dan berbagai perizinan.

“Sumber dana akan gabungan.  Nilainya akan sangat besar,  jadi ada yang dari project financing,  ada yang dari modal, makanya tadi tidak ada pembagian dividen. Harapannya kita bisa segera rampung,” kata Febriany.(RI)