JAKARTA – Sejumlah kendala masih ditemui pengembang energi terbarukan (ET), salah satunya adalah peralatan dan teknologi yang masih banyak bergantung pada impor dari luar negeri.

Surya Darma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), mengatakan ketergantungan pada impor masih sangat tinggi. Disisi lain, kemampuan dan produksi dalam negeri masih sangat terbatas, terutama untuk teknologi energi angin, solar PV, dan pengembangan panas bumi.

“Penggunaan komponen impor dalam energi hidro dan bio energi masih agak berkembang antara impor dan komponen dalam negeri. Untuk energi laut masih mengadakan komponen impor dan peran dalam negeri masih banyak yang masih dalam tahapan riset,” kata Surya kepada Dunia Energi, Senin (3/2).

Menurut Surya, beberapa kegiatan pengembangan ET ada yang mendapat resistensi masyarakat khususnya panas bumi disebabkan berbagai hal karena keterbatasan pemahaman. Serta misspersepsi dalam pemanfaatan ET. Oleh karena itu, masih perlu banyak sosialisasi dan edukasi untuk meminimalisir resistensi.

“Kita perlu koordinasikan dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan bersama dengan pemerintah dan pemerintah daerah,” katanya.

Mengenai keterbatasan infratruktur pendukung khususnya di kawasan Indonesia Timur bisa menjadi penghambat pengembangan ET, selain tentunya sifat intermittent pembangkit ET yang perlu antisipasi oleh PT PLN (Persero). Masalah intermitensi seharusnya jangan menjadi hambatan. Tetapi menjadi tantangan berbagai pihak dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan ET termasuk periset.

“Dari berbagai hambatan-hambatan tersebut diharapkan akan diakomodir dengan lahirnya UU EBT. Banyak substansi dalam RUU yang diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan legal bagi para pengembang ET,” tandas Surya.(RA)