JAKARTA – PT Saka Energi Indonesia, anak usaha PT Perusahaan Gas Negara Tbk l di sektor hulu minyak dan gas, akan menahan investasi di blok-blok migas eksplorasi dan lebih fokus mengembangkan aset-aset eksisting.

Gigih Prakoso, Direktur Utama PGN, mengatakan, meskipun PGN diarahkan untuk mengurus midstream dan downstream gas sebagai tugas subholding gas, posisi Saka Energi masih penting bagi induk usaha.  Pengembangan blok-blok migas yang sudah dimiliki pun menjadi strategi yang diarahkan PGN kepada Saka kedepannya.

“Kami ada policy juga, bahwa untuk kegiatan ke depan lebih fokus bukan sifatnya eksplorasi. Kami fokus pada eksisting aset yang bagaimana caranya agar performance-nya bisa lebih bagus untuk Saka ke depan,” kata Gigih di Jakarta, Selasa (25/9).

Menurut Gigih, eksplorasi tetap dilakukan hanya saja di blok eksisting untuk menambah cadangan. Kinerja Saka diharapkan selalu positif karena jika tidak akan membebani induk usaha.

Posisi Saka saat ini menggantung setelah PGN ditetapkan menjadi subholding gas. Sambil menunggu kajian selanjutnya dari posisinya maka Saka masih tercatat sebagai portofolio PGN.

Gigih mengatakan Saka bagi PGN merupakan anak usaha strategis. Apalagi dengan harga minyak sekarang maka sumbangan dari pendapatan dari Saka berdampak positif pada keuangan induk usaha.

“Saka itu EBITDA-nya bagus loh. EBITDA itu kalau enggak salah US$600 juta setahun. Duitnya banyak itu, karena dia kontribusi menghasilkan minyak, gas, apalagi harga sekarang baik,” ungkapnya.

Menurut Gigih, saat ini manajemen masih membahas berbagai opsi untuk menentukan nasib Saka ke depan.

“Kami tetap sekarang itu lagi mempelajari skema apa yang paling pas untuk Saka. Ada opsi-opsi yang sedang kami kembangkan, hasilnya tentunya tergantung studi akhir seperti apa. Bisa lebih cepat (dari 2020), bisa setelah itu,” ungkap Gigih.

Valuasi Aset

PGN dipastikan akan memiliki 51% saham PT Pertamina Gas (Pertagas) setelah proses akusisi selesai dengan total dana digelontorkan Rp 16,6 triliun. Untuk merealisasikan hal itu, PGN telah menggandeng berbagai lembaga hukum negara agar tidak menjadi masalah ke depannya.

Menurut Gigih, kebijakan menggandeng beberapa instansi seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha  (KPPU) serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan bentuk komitmen manajemen untuk memegang prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang baik sehingga potensi kriminalisasi dalam proses akuisisi bisa dihindari.

“Masalah valuasi kami konsultasi ke BPK. BPK juga sudah memberikan guidance, arahan tentang prosesnya. Kami juga sudah ke Jamdatun, minta guidance juga bagaimana melakukan transaksi ini. Bahkan sudah ke KPK. KPK juga memberikan arahan,” kata Gigih.(RI)