JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaku Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) optimistis tidak lama lagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sepakat untuk merubah harga gas di hulu tanpa mengurangi bagian kontraktor dengan adanya perubahan atau amendemen Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG). Arief Setiawan Handoko, Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas, mengungkapkan sebelum amendemen PJBG dibahas dulu tentang Seller Aponminment Agreement (SAA) antara SKK Migas dan para penjual gas bagian negara baru selesai dilakukan. SAA sendiri mengatur bahwa setiap pihak berhak atas bagian masing-masing atas pendapatan dari PJBG yang diterima dari pembeli dari PJBG yang ditentukan sesuai kontrak kerja sama.

“Alhamdulillah (prinsipnya udah setuju). Sebentar lagi (rampung), kita side letter to PSC dulu, baru amendemen SAA, terus PJBG,” kata Arief saat dikonfirmasi Dunia Energi, Rabu (27/5).

Saat ini SKK MigasĀ  sedang menunggu side letter to Production Sharing Contract (PSC) yang kekuatan hukumnya sama dengan amandemen dan PSC itu sendiri. “Ini belum ke LOA (side letter) PJBG tapi tanggal 29 ini finalisasi side letter to PSC yang kekuatan hukumnya sama dengan amendemen PSC atau PSC itu sendiri,” ujarnya.

Berdasarkan data yang diperoleh Dunia Energi, SKK Migas sempat mengirimkan surat kepada 11 KKKS yang diminta oleh SKK Migas untuk memberikan usulan terhadap mekanisme perubahan SAA dan PJBG. Sejauh ini baru ada empat KKKS yang sepakat dengan mekanisme perubahan dan sudah menandatangani amandemen PJBG mereka adalah PT Pertamina EP, PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (ONWJ), Minarak Brantas Gas Inc dan Kangean Energy Indonesia Ltd dengan total volume gas yang diamandemen PJBG-nya mencapai 330 BBTUD.

Berdasarkan pembahasan yang baru dilakukan berarti ada tujuh KKKS lainnya yang belum menandatangani amandemen SAA dan akan dilanjutkan dengan amandemen PJBG, namun telah sepakat untuk melanjutkan pembicaraan menuju amandemen PJBG.

Ketujuh KKKS tersebut diantaranya ConocoPhillips (Grissik) Ltd, Husky-CNOOC Madura Ltd, PHE WMO, PHE NSO, PHE Ogan Komering, Mubadala Petroleum (Sebuku), Ophir Indonesia (Madura Offshore) Pty.Ltd.

Arief mengatakan untuk PJBG yang sudah ditandatangani ditujukan untuk gas yang diserap oleh industri tertentu. Sehingga masih ada gas untuk pembangkit listrik PLN yang juga harus disesuaikan harganya yakni maksimal sebesar US$ 6 per MMBTU.

Dalam data SKK Migas, total volume gas untuk industri tertentu yang harus disesuaikan harganya adalah sebesar 1.227 BBTUD. Dengan rincian untuk industri pupuk langsung dari hulu yakni sebesar 784,46 BBTUD, kemudian industri baja juga langsung dari hulu dengan volume sebesar 10 BBTUD. Ada juga penyaluran gas untuk industri melalui badan usaha transmisi dan distribusi gas seperti PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dengan volume 328,6 BBTUD . Lalu PT Pertamina Gas (Pertagas) dengan volume 73,33 BBTUD.

Kemudian jatah gas untuk pembangkit listrik PLN total volume gas-nya sebesar yang harus disesuaikan harganya adalah sebesar 1.396 BBTUD. Dengan perincian sebanyak 442,6 BBTUD langsung disalurkan melalui pipa dari hulu ke pembangkit listrik. Kemudian melalui LNG juga langsung dari hulu dengan volume 345 BBTUD. Lalu melalui PGN 315 BBTUD, melalui Pertamina (Non PGN) ada cara yakni gas pipa sebanyak 22 BBTUD dan LNG 171 BBTUD. Kemudian juga melalui badan usaha lainnya sebesar 101 BBTUD.

“Untuk PLN belum semua, ini lagi ngebut agar bisa cepat selesai. Total untuk PLN 1.396 BBTUD,” kata Arief.(RI)