JAKARTA – Keinginan PT Pertamina (Persero) untuk menggelontorkan dana investasi di Blok Rokan pada masa transisi hingga kontrak PT Chevron Pasific Indonesia berakhir pada 2021 tidak akan berjalan dengan mulus. Pasalnya kepastian investasi tersebut tergantung pada keputusan Chevron sebagai operator sah menurut kontrak hingga 2021.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina,  mengatakan meskipun tanda tangan kontrak bagi hasil gross split Blok Rokan pasca 2021 sudah dilakukan ternyata tidak manjadi jaminan Pertamina bisa melakukan investasi di Rokan sebelum kontrak Chevron berakhir.

“Belum bisa (transisi), tetap menunggu Agustus 2021. Itu (tanda tangan) hanya formalitas saja,” kata Nicke ditemui di Gedung DPR Jakarta, Selasa (14/5).

Menurut Nicke, Rokan sampai saat ini secara hukum hak pengelolaan masih dimiliki Chevron dan Pertamina tidak bisa serta merta masuk ikut berinvestasi.

Kebutuhan untuk melakukan transisi di Rokan mendesak untuk menghindari anjloknya produksi seperti yang terjadi di Blok Mahakam setelah alih kelola dari PT Total E&P Indonesie ke Pertamina pada Desember 2017 lalu.

Pertamina dengan difasilitasi Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sudah menyodorkan tiga opsi kepada Chevron sebagai mekanisme transisi di Blok Rokan.

Opsi pertama adalah join operation, namun untuk opsi ini Pertamina pesimistis dan dirasa sulit untuk bisa terealisasi. Opsi yang kedua adalah pengelolaan area yang belum dikembangkan Chevron.

“Ada area yang selama ini belum dkelola diusulkan Pertamina masuk dulu. Jadi Agustus 2021 sebelum itu kami sudah bisa masuk,” ujar Nicke.

Opsi terakhir yang ditawarkan adalah opsi yang dinilai paling bisa direalisasikan,  yaitu perencanaan bersama rencana kerja di Rokan. Pemerintah memberikan syarat bagi Pertamina agar pada saat alih kelola di 2021 nanti rata-rata produksi Blok Rokan sebesar 180 ribu barel per hari.

“Yang kami minta adalah tim Pertamina masuk ke perencanaan. Dengan ikut perencanaan, kami harapkan investasi dilakukan, sehingga jangan sampai terjadi lagi kasus Mahakam. Intinya Pertamina siap masuk lebih awal dengan skema yang win-win dan siap investasi juga, agar produksinya tidak turun drastis,” ungkap Nicke.

Salah satu transisi yang harus dilakukan menurut Pertamina adalah dengan melakukan penggantian pipa pendistribusian minyak. Penggantian pipa hilir untuk distribusi minyak di Bllok Rokan menghubungkan beberapa Lapangan di sana yakni Minas-Duri-Dumai dan Batam-Bangko-Dumai sangat penting untuk memastikan keberlanjutan produksi miyak di Rokan tetap terjaga saat Pertamina masuk sebagai operator di Rokan 2021.(RI)