JAKARTA – PT Pertamina (Persero) bakal menjadikan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) sebagai anak usaha dari Subholding Refinery and Petrochemical, PT Kilang Pertamina International (KPI). Nantinya TPPI diproyeksikan menjadi salah satu lini bisnis masa depan Pertamina setelah bergabung dengan KPI.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, menjelaskan integrasi TPPI dengan KPI sebagai langkah antisipasi mitigasi perkembangan energi masa depan. Menurutnya di masa depan penggunaan minyak akan berkurang digantikan dengan Energi Baru Terbarukan (EBT) sementara di sisi lain petrochemical justru akan makin berkembang.

“Sebagai mitigas bisnis jangka panjang Pertamina. Hari ini sebagian besar produksi BBM, tapi kebutuhan BBM turun disaat itu kita punya mitigasi dengan pembangunan petrokimia integrasi dengan kilang, BBM turun demand-nya jadi produksi kilang ke petrokimia,” kata Nicke disela rapat dengan komisi VI DPR RI, Rabu (6/7).

TPPI dimiliki Pertamina bersama dengan pemerintah melalui Kementerian Keuangan. Pertamina menjadi pemegang saham mayoritas setelah dilakukan restrukturisasi utang pada tahun 2019. Saat ini total kepemilikan saham Pertamina di TPPI mencapai 80,26% dengan rincian saham yang dimiliki Pertamina secara langsung 37,65% dan melalui TPI sebesar 42,61%.

Dengan road map bauran energi ke depan memang sudah sewajarnya TPPI menjadi bagian dari KPI. Menurut Nicke saat ini kajian penggabungan TPPI sudah intensif dilakukan.

“Ini kami kaji apakah atau kapan grup petrochemical dibawah KPI ini digabung, memang harus digabung kalau ngga mau produksi apa kilang,: tegas Nicke.

TPPI bergerak di bidang Industri Produk dari Pengilangan Minyak Bumi, Industri Bahan Kimia dan Barang dari Bahan Kimia dan Perdagangan Besar Khusus Lainnya. Produk utama yang dihasilkan berupa produk aromatik, terutama paraxylene, benzene, orthoxylene, heavy aromatic, dan toluene. Perusahaan juga memproduksi petroleum, terutama light naphtha, minyak gas, dan bahan bakar seperti mogas 88 dan mogas 92.

TPPI memiliki kilang yang beroperasi secara komersial pada 1 Agustus 2006. Kilang tersebut dapat menghasilkan sekitar 600.000 ton Paraxylene per tahun, 300.000 ton Benzene per tahun, 275.000 ton Solar per tahun, 66.000 barel Premium per hari, serta 59.000 barel Pertamax per hari. Selain itu, kilang Perusahaan yang berada di Tuban, Jawa Timur tersebut juga mampu memproduksi LPG hingga 480 metrik ton per hari, dan mengolah kondesat dan/atau naphta sekitar 100.000 barel per hari. (RI)