JAKARTA – PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum siap mengakuisisi saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Berdasarkan perhitungan awal, valuasi 20% saham Vale tidak lebih dari US$1,5 miliar. Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama Inalum yang juga holding BUMN tambang, mengatakan hingga kini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum memberikan persetujuan terhadap keinginan Inalum mengakuisisi saham sebagai bagian divestasi saham Vale.

“Kami sudah hitung angkanya, tidak sampai segitu (US$1,5 miliar). Artinya kalau disuruh (akuisisi), kami sudah sangat siap,” kata Budi ditemui disela rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (8/7).

Kesepakatan terkait divestasi merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 sebagai perubahan ketiga PP Nomor 23 Tahun 2010. Dalam beleid tersebut, divestasi harus dilakukan paling lambat pada 14 Oktober 2019 atau 5 tahun setelah terbitnya PP 77. Adapun besaran divestasi dalam PP 77 terbagi dalam tiga kategori yang merujuk pada kegiatan pertambangan. Vale termasuk dalam kategori kedua yakni kegiatan pertambangan dan pengolahan pemurnian. Oleh sebab itu kewajiban divestasi Vale hanya 40%. Amandemen kontrak karja juga menyepakati Vale wajib melepas 20% saham lagi lantaran sudah 20% saham Vale telah tercatat di Bursa Efek Indonesia dan telah diakui sebagai saham divestasi.

Vale merupakan perusahan tambang dan pengolahan nikel terintegrasi yang beroperasi di Blok Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Perusahaan multitambang yang berpusat di Brazil itu memiliki kewajiban divestasi saham sebesar 40%. Besaran divestasi itu berdasarkan kesepakatan dalam amandemen kontrak karya pada 2014.

Menurut Budi, valuasi saham Vale tidak terlalu sulit. Ini didukung posisi Vale yang merupakan perusahaan terbuka, sehingga perhitungan secara fair bisa langsung dilakukan. “Valuasi sebenarnya gampang, di market ada mekanisme yang cukup fair untuk perhitungan valuasi perusahaan. Kami siap kalau ditugaskan,” tegasnya.

Budi menegaskan Inalum masih sangat sanggup untuk melakukan akuisisi, meskipun akhir tahun lalu telah menggelontorkan lebih dari US$3,85 miliar untuk mengakuisisi 51% saham PT Freeport Indonesia.

Hingga akhir 2018, modal perusahaan yang menjadi induk dari PT Timah Tbk (TINS), PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) tercatat sebesar Rp100 triliun. Serta memiliki kas internal mencapai Rp20 triliun. “Kalau uangnya cukup, ya langsung. Kalau tidak cukup, pinjam,” kata Budi.(RI)