JAKARTA – Hubungan antara Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) dengan jajaran direksinya memanas. Ini disebabkan oleh Basuki Tjahaja Poernama atau Ahok Komisaris Utama Pertamina yang mengungkapkan kekesalannya terhadap beberapa kebijakan direksi.

Dalam video yang diupload di youtube, Ahok menyatakan salah satu kekesalannya adalah kebijakan pergantian direksi anak perusahaan yang tanpa sepengetahuan dewan komisrasi bahkan komisaris utama. Bahkan menurut mantan Gubernur Jakarta itu ada lobi-lobi jabatan direksi anak perusahaan ke Menteri yang dilakukan oknum direksi Pertamina.

“Dia (direksi) ganti direktur (anak usaha) bisa tanpa kasih tau saya, direksi lobi ke menteri, yang menentukan menteri, komisaris pun titipan Kementerian-Kementerian,” kata Ahok dalam video tersebut.

Kamudian dia juga mengkritisi mekanisme birokrasi di Pertamina yang mengindikasikan adanya jabatan pesanan. Hal ini terjadi lantaran ada jabatan strategis yang harus diisi oleh karyawan dengan persyaratan harus bekerja dulu minimal 20 tahun. Ini menurut Ahom tidak sehat karena berpotensi ada praktek titip jabatan.

“Jadi orang musti kerja kalau mau jadi SVP itu 20 tahunan ke atas, saya potong semua itu. Semua musti lelang terbuka,” kata dia

Kekesalan terhadap birokrasi belum usai Ahok mengaku heran dengan kondisi di Pertamina karena menurutnya ada oknum karyawan dengan posisi tinggi tapi sudah tidak bekerja atau tidak lagi diposisinya tapi tetap digaji sesuai dengan jabatannya dulu dengan alasan yang cukup menggelikan.

“Orang dicopot dari direktur utama anak usaha gaji Rp100 juta, dicopot gaji sama alasannya orang lama, harusnya gajinya ikutin jabatan anda yang sekarang, mereka bikin gaji pokok gede-gede. bayangin orang Rp 75 juta gajinya ngga kerja pun tetap digaji segitu. Ini yang kita lagi ubah,” kata dia.

Ahok makin naik pitam ketika masuk ke pembahasan kilang. Menurut dia ada yang tidak beres dalam rencana pengembangan atau pengerjaan proyek-proyek kilang Pertamina, karena sikap manajemen yang justru pasif disaat beberapa perusahaan menyatakan minatnya untuk ikut bekerja sama kerjakan proyek kilang Pertamina.

Bahkan menurut Ahok ada oknum pejabat tinggi di Pertamina yang mau memancing emosinya agar dia dilaporkan ke pemerintah sebagai sosok yang membuat suasana manajemen Pertamina tidak kondusif.

“Saya mau rapat penting kilang, berapa investor yang mau kerja sama didiemin udah ditawatin kerja sama kenapa ditolak, kenapa seperti ini. saya lagi mau audit nih , saya emosi juga, mereka mau pancing saya emosi terus ntar lapor presiden, ahok ganggu keharmonisan,” kata Ahok.

Kejengkelan Ahok memuncak saat tau bahwa manajemen begitu bernafsu melakukan akuisisi blok migas di luar negeri tapi mengandalkan utang. Menurutnya potensi migas yang dipaparkan oleh pemerintah sudah jelas dan harusnya itu dulu yang jadi prioritas.

“Udah utang US$16 miliar, otaknya pinjem duit aja nih, saya udah kesal. Terus mau akuisisi terus, saya bilang kenapa ngga berpikir eksplorasi masih ada 12 cekungan yang berpotensi, kita masih punya minyak punya gas, ngapain di luar negeri jangan-jangan ada komisi beli-beli minyak di luar negeri,” kata Ahok.

Saat dikonfirmasi mengenai keluh kesahnya tersebut Ahok tidak mau berkomentar banyak. “No Comments,” kata dia kepada Dunia Energi, Selasa (15/9).

Fajriyah Usman, Vice President Corporation Communication Pertamina,  mengatakan  manajemen menghargai pernyataan Komisaris Utama yang memang bertugas untuk pengawasan dan memberikan arahan.

“Hal ini juga sejalan dengan restrukturisasi Pertamina yang sedang dijalankan Direksi agar perusahaan menjadi lebih cepat, lebih adaptif dan kompetitif,” kata Fajriyah saat dihubungi Dunia Energi, Selasa (15/9).

Pertamina dan beberapa anak perusahaan telah menerapkan ISO 37001:2016 mengenai Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) dan menjalankan kerjasama dengan KPK dan PPATK yang membuktikan komitmen pertamina untuk lebih transparan, dan memastikan semua sesuai dengan prosedur.

Fajriyah menuturkan hal yang bersifat aksi korporsi yang disinggung Komisaris Utama dilakukan manajemen dalam rangka pertumbuhan perusahaan dan juga memastikan ketahanan energi nasional, tentu saja pastinya akan mempertimbangkan internal resources dan dilakukan secara prudent dan profesional.

“Koordinasi dan komunikasi dengan komisaris dan juga stakeholder terkait terus kami jalankan, agar semua terinfokan dengan baik apa yang sedang dijalankan oleh Pertamina,” kata Fajriyah.(RI)