JAKARTA – Thorcon International Pte.Ltd, Independent Power Producer (IPP) yang telah menyatakan keseriusan untuk berinvestasi sebesar US$1,2 miliar atau sekitar Rp17 triliun untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) di Indonesia, masih menemui sejumlah kendala dalam merealisasikan pengembangan pembangkit listrik tersebut.

Bob Soelaiman Effendi, Kepala Perwakilan Thorcon, mengungkapkan sudah empat tahun Thorcon beroperasi dan masih belum mendapat lampu hijau untuk kerja sama dengan Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN).

“Kami terus mengajak kerja sama BATAN dengan biaya full di tanggung Thorcon, tapi selalu di tolak. Hal ini merupakan hambatan. Aneh, seharusnya badan litbang kan mendukung siapapun yang ingin bangun PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir), apalagi tanpa APBN. Kami sudah empat kali mencoba dengan nilai kerja sama yang bernilai  miliaran,” ungkap Bob kepada Dunia Energi, akhir pekan lalu.

Di sisi lain, kata Bob, ada hambatan dari kegamangan pemerintah tentang nuklir khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Padahal, menurut Bob, tidak ada regulasi yang melarang pembangunan PLTN.

Sesuai hasil kajian, Badan Layanan Umum Pusat Penelitan dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (BLU-P3TEK KEBTKE) Kementerian ESDM, seluruh regulasi yang dibutuhkan untuk melakukan pembangunan PLTN dari sisi bauran energi maupun perijinan keselamatan instalasi nuklir sudah memadai. Dengan demikian, PLTT tipe Thorium Molten Salt Reactor 500MW (TMSR500)  dapat dianggap sebagai salah satu solusi pembangkit listrik bebas karbon yang layak dipertimbangkan dibangun untuk memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia pada periode 2026 – 2027.

Thorcon International berencana mengembangkan PLTT berkapasitas 500 megawatt (MW). Perusahaan asal Amerika Serikat ini telah mengidentifikasi beberapa tantangan dalam membangun PLTT (TMSR500 Power Plant). Nantinya, PT PAL Indonesia yang akan mengembangkan komponen TMSR500 Power Plant dan Test Bed Platform yang akan dimulai tahun 2020.

PLTT akan dibangun dengan menggunakan model desain struktur Kapal dengan panjang 174 meter dan lebar 66 meter, yang setara dengan tanker kelas Panamax ini rencananya akan di bangun oleh Daewoo Shipyard & Marine Engineering (DSME) di Korea Selatan, yang merupakan galangan kapal nomor 2 terbesar di Dunia. PLTT pertama di targetkan akan memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sekitar 10%.

“Saya merasa saat ini sudah terjadi perubahan dari Kementerian ESDM terhadap PLTN walaupun belum cukup tegas tapi sudah mulai supportive. Saya tetap akan berupaya karena bila hal ini berhasil dampak terhadap industri dan ekonomi nasional sangat besar,” tandas Bob.(RA)