JAKARTA – Dua proyek hulu migas dipastikan tidak akan rampung hingga akhir 2019. Padahal proyek tersebut ditargetkan bisa menambah produksi migas tahun ini.

Fatar Yani Abdurrahman, Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengatakan dua proyek yang tidak mungkin rampung tahun ini adalah Bukit Tua phase 3 dan Sumur Buntal. Keduanya menglami keterlambatan karena pengadaan rig yang terlambat. Akibatnya dua proyek tersebut digeser target penyelesaiannya menjadi tahun depan.

“Yang proyek onstream hulu migas ada yang pindah ke tahun depan seperti Bukit Tua Phase 3, Sumur Buntal. Keterlambatan rig semuanya,” kata Fatar Yani kepada Dunia Energi, Kamis (14/11).

Proyek Bukit Tua phase 3 merupakan proyek di Blok Ketapang yang dikerjakan oleh Petronas Carigali Ketapang II Ltd dengan estimasi tambahan produksi minyak 3.182 barel per hari (bph) dan gas 31 juta kaki kubik per hari (mmscfd). Ruang lingkup kerja proyek ini terdiri dari pembangunan deck extention pada esksisting WHP BTJT-A, pemasangan empat buah conductor dan clamp, modifikasi eksisting IRCD untuk chemical injection, penambahan wellhead control panel baru serta pemasangan wet gas flowmeter. Berdasarkan data SKK Migas proyek ini menghabiskan dana US$15 juta.

Sementara proyek Buntal-5 merupakan proyek yang dikerjakan Medco E&P Natuna Ltd yang ditargetkan bisa menambah produksi gas sebesar 45 mmscfd. Buntal-5 diproyeksi menghabiskan dana US$33 juta, ruang lingkup proyek ini terdiri dari new subse umbilical 8 km, subse production control system, subsea protection structure, flowline 8″ x 175 m, modifikasi eksisting SCU software dan pigging facilities.

Dengan begitu maka hanya ada sembilan proyek yang akan selesai pada tahun ini dari target sebelumnya sebanyak 11 proyek. Selain Bukit Tua dan Buntal, proyek lainnya yang gagal rampung adalah proyek YY dikerjakan oleh Pertamina Hulu Energi (PHE) Offshore North West Java (ONWJ) yang mengalami kebocoran gas dan minyak beberapa waktu lalu.

Satu proyek berhasil dipercepat pengerjaan proyeknya yakni proyek Bambu Besar yang dikerjakan PT Pertamina EP.

“Ada sembilan yang bisa (rampung tahun ini). PHE YYA musibah. Jadi tiga drop satu (proyek) maju,” ujar Fatar Yani.

Meskipun berhasil mengejar penyelesaian sebagian besar proyek migas tahun ini,  target lifting migas masih sulit tercapai.

Julius Wiratno, Deputi Operasi SKK Migas,  mengungkapkan sejumlah strategi untuk menggenjot lifting migas hingga akhir tahun nanti telah dilakukan. Pihaknya berusaha merealisasikan program kerja tahun ini, seperti pengeboran sumur dan perawatan sumur. Pihaknya juga akan melakukan pengurasan stok di beberapa terminal yang bisa menambah 500-600 barel.

“Outlook akhir tahun 2019 ini lifting minyak 746,2 ribu bph dan gas 5.896 mmscfd. Cukup menantang (mencapai target), tetapi tetap kami usahakan,” kata dia.

Realisasi lifting memang terus alami penurunan. Ini bisa dilihat dari data Kementerian ESDM, dimana lifting minyak sempat menyentuh 861 ribu bph pada 2012. Namun, realisasi lifting minyak ini terus turun menjadi 779 ribu bph pada 2015. meski sempat naik tipis pada 2016 jadi 829 ribu bph. Setelah itu, realisasi lifting minyak terus anjlok menjadi 804 ribu bph pada 2017 dan 778 ribu bph pada 2018. Pada tahun ini saja target lifting minyak sebesar 775 ribu bph.

Sementara lifting gas nasional terus sejak 2012 yang pernah mencapai 1,2 juta barel setara minyak per hari (barrel oil equivalent per day/boepd). lifting gas nasional sudah di bawah 1,2 juta boped dalam kurun empat tahun terakhir. Lifting gas turun menjadi 1,19 juta boepd pada 2015, 1,18 juta boepd pada 2016, 1,14 juta boepd pada 2017, dan 1,13 juta boepd pada tahun lalu.(RI)