JAKARTA – PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mencetak kinerja positif hingga sepanjang  2020 ditengah pandemi Covid-19 serta fluktuasi dan lesunya harga batu bara dunia. Bukit Asam membukukan laba bersih sebesar Rp2,4 triliun, turun 41% dibanding periode 2019 yang tercatat Rp4,1 triliun.

Dari sisi pendapatan, Bukit Asam membukukan pendapatan mencapai Rp17,3 triliun. Realisasi tersebut turun 20% dibanding periode yang sama 2019 sebesar Rp 21,78 triliun.

Aset perusahaan per Desember 2020 tercatat Rp24,1 triliun.
dengan komposisi kas setara kas dan deposito berjangka di atas tiga bulan sebesar Rp5,5 triliun atau 23% dari total aset.

Arviyan Arifin, Direktur Utama Bukit Asam,  mengatakan kinerja Bukit Asam sepanjang 2020 terdampak oleh pandemi Covid-19 yang menyebabkan penurunan konsumsi energi akibat diberlakukannya lockdown di beberapa negara tujuan ekspor seperti China dan India.

“Di tengah kondisi ekonomi sulit karena pandemi, Bukit Asam masih positif meraih aba Rp 2,4 triliun. Ini cukup menggembirakan sebab di era pandemi banyak perusahaan yang alami kesulitan dan kita bisa keluar dari masalah itu,” kata Arviyan dalam konferensi pers kinerja tahun 2020, Jumat (12/3)

Kinerja tahun lalu juga dipengaruhi dengan kondisi di dalam negeri yang menjadi pasar mayoritas Bukit Asam.  Konsumsi listrik di wilayah besar Indonesia turun. “Seperti DKI
Jakarta, Banten, Jawa dan Bali juga berdampak turunnya penyerapan batu bara domestik,” kata Arviyan.

Tahun lalu Bukit Asam berhasil memproduksi 24,8 juta ton batu bara atau 99% dari target 25,1 juta ton. Meski begitu, penjualannya justru mencapai 26,1 juta ton atau naik 5% dari target.

Arviyan menyatakan kinerja operasional perusahaan yang positif disepanjang 2020 merupakan hasil dari penerapan operational excellence yang berkelanjutan dan perluasan pasar yang menjadi strategi perusahaan dalam menjalankan bisnis di tahun ini.

Efisiensi merupakan salah satu strategi Bukit Asam untuk menjaga dan mencatatkan kinerja positif di tengah volatilitas harga dan berkurangnya permintaan pasokan batu bara.

“Beberapa strategi efisiensi yang telah dilakukan PTBA di segala lini adalah dengan terus melakukan upaya penurunan biaya usaha dan pengendalian biaya pokok produksi melalui penerapan optimalisasi di setiap lini operasi. Tanpa efisiensi, kita sulit meraih laba,” ungkap Arviyan.

Menurut dia, harga batu bara selama 2020 juga menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga batu bara acuan (HBA) sangat berfluktuasi sepanjang 2020. Berawal di angka US$ 65,93 per ton di awal Januari 2020 dan sempat menyentuh titik di bawah US$ 50 per ton pada September 2020.

HBA mulai merangkak naik pada tiga bulan terakhir 2020 dan menyentuh angka US$ 59,65 per ton pada Desember 2020. Kenaikan ini seiring dengan mulai pulihnya permintaan batu bara di pasar global.

“Rerata HBA sepanjang 2020 merupakan yang terendah selama empat tahun terakhir dengan berada di level US$ 58,17 per ton,” kata Arviyan.(RI)