JAKARTA – PT PLN Unit Distribusi Jakarta Raya merevisi anggaran investasi pada tahun ini menyusul adanya pandemi Covid-19.

Doddy B Pangaribuan, General Manager PLN Disjaya, mengungkapkan pada tahun melihat kondisi dan perkembangan yang ada manajemen memutuskan untuk memangkas alokasi investasi tahun ini. Sebagai gantinya maka alokasi akan dipindahkan ke anggaran 2021.

Tahun ini sendiri PLN Disjaya menganggarkan investasi Rp3,6 triliun yang rencananya akan direvisi menjadi hanya Rp 2,5 triliun.

“Investasi hampir Rp 1 triliun (direvisi), dipindahkan ke tahun depan kalau kondisi sudah membaik bisa kita eksekusi,” kata Bobby disela konferensi pers virtual, Jumat (22/5).

Lebih lanjut Bobby menjelaskan investasi Disjaya bukan hanya dalam hal pengadaan infrastruktur untuk menjaga keandalan pasokan tapi juga berdasarkan permintaan pengadaan peralatan untuk kebutuhan pelanggan baru.

“Ada pelanggan-pelanggan yang tadinya meminta sambungan listrik karena ada Covid mereka memundurkan jadwal. Jadi kami sesuaikan. Investasi itu ada pelayanan pelanggan sambungan baru ada juga untuk efisiensi dan mutu keandalan,” ungkap Bobby.

PLN Disjaya sendiri tahun ini memperkirakan konsumsi listrik tidak akan secemerlang tahun lalu. Ini tidak lain karena efek Covid-19 yang diprediksi akan berlangsung dalam waktu yang tidak sebentar meskipun pemerintah berencana  melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

PLN (Persero) sendiri lanjut Bobby, sudah meminta skenario mulai dari yang paling cepat hingga skenario jika konsumsi masyarakat baru pulih sepenuhnya pada awal tahun depan.

“Kami diminta memberikan skenario-skenario kalau berhenti atau recovery mulai Juli, Oktober. kalau Januari 2021 recovery, target penjualan harus dikoreksi 16,13%. turun dari total penjualan 2019. Ini sangat menyedihkan. karena namanya orang jualan turun, tentu bukan hal yang baik. apa pun itu kami berikan yang terbaik,” papar Bobby.

Pada tahun lalu  penjualan tenaga listrik PLN Disjaya mampu tumbuh sebesar 4,05% atau mencapai 34,1 terra watt hour (TWh) dibanding 2018 mencapai 32,78 TWh.

Dengan adanya perkiraan penurunan penjualan listrik itu manajemen menegaskan akan meningkatkan strategi efisiensi selain menekan biaya pembangkitan juga dari sisi administrasi operasional.

Bobby mengatakan jalan terbaik untuk bisa bertahan dalam kondisi saat ini adalah dengan menurunkan biaya pembangkitan. Hanya saja dalam implementasinya tidak bi6da berlaku proporsional.

“Efisiensi juga akan berpengaruh,  kami diminta melakukan program efisiensi. Perjalanan dinas menjadi berkurang. lalu ada biaya-biaya yamg lain misalnya biaya trannsportasi otomatis berkurang. Itu belum cukup sehingga kamu mengevaluasi ulang prioritas pekerajaan investasi. Targetnya kami sesuaikan,” kata Bobby.(RI)