JAKARTA – PT Geo Dipa Energi (Persero), badan usaha milik negara di sektor panas bumi, akan beradaptasi dengan kebijakan PROPER terbaru yang tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 1 Tahun 2021, terutama pada tambahan ketentuan seperti inovasi sosial maupun Life Cycle Assesment (LCA), menurut direksi perseroan.

Sebagai perusahaan BUMN, Geo Dipa harus menjadi contoh bagi perusahaan lain. Untuk itu, Geo Dipa harus beradaptasi dengan kebijakan tersebut.

“Dengan adanya inovasi sosial dan LCA, maka kita tidak bisa menjalankan usaha dengan pola business as usual, tetapi bussiness unusual. Jadi harus memberi nilai tambah bagi lingkungan dan masyarakat,” kata Riki F Ibrahim, Direktur Utama Geo Dipa Energi saat menjadi pembicara diskuski virtual DE Talk bertajuk “Mengejar PROPER melalui Inovasi Sosial dan Lingkungan”, Selasa (8/6).

Pembicara lainnya dalam DE Talk yang diselenggarakan Dunia-Energi itu adalah Ketua Dewan Pertimbangan PROPER sekaligus guru besar Undip Prof Sudharto P Hadi; Sekretaris Perusahaan PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Zubaidah; General Manager PT Pertamina Hulu Mahakam (Zona 8 Subholding Upstream) Agus Amperianto; dan Environment Division Head PT Adaro Energy Tbk Wiyana.

Riki mengatkan, sebagai pucuk pimpinan di Geo Dipa, dia harus memastikan bahwa antara operational excellence dan compliance terhadap kebijakan di sektor lingkungan dan sosial, harus menjadi nilai yang dijunjung tinggi oleh seluruh pekerja Geo Dipa.

“Saya bersyukur, anak-anak muda di Geo Dipa memahami itu dengan baik, sehingga kami bisa mendapatkan pengakuan, baik dari dalam maupun dari dunia internasional. Salah satu yang membanggakan, kami mendapatkan pengakuan dari multilateral bank (World Bank dan ADB) dalam menyokong kegiatan usaha,” katanya.

Riki mengatakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) yang dilakukan perusahaan sesungguhnya merupakan sebuah kebutuhan yang tidak bisa diabaikan. Agar perusahaan bisa mendapatkan pengakuan, baik di tingkat nasional maupun di tingkat global, ketaatan terhadap kebijakan yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan, menjadi keharusan.

“Penghargaan seperti PROPER hanyalah bonus, bukan tujuan utama. Namun yang utama adalah manfaat yang berkelanjutan bagi masyarakat dan kegiatan usaha perusahaan,” katanya.

Menurut dia, sebagai perusahaan yang bergerak di sektor panas bumi, menjadikan salah satu keuntungan karena secara alamiah, panas bumi merupakan sumber energi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Karena itu, kata Riki, dalam kegiatan operasionalnya, faktor lingkungan merupakan salah satu aspek yang menjadi perhatian utama sehingga usaha panas bumi yang dilakukan bisa terus berkelanjutan.

“Secara alamiah, kami bergerak dalam kegiatan usaha yang selalu memperhatikan aspek lingkungan sebagai bagian yang menunjang operasional dan kelanjutan sumber energi,” katanya.

Riki menegaskan, sebagai sebuah kewajiban yang harus dilakukan perusahaan, maka sebenarnya dengan atau tanpa adanya penilaian PROPER, perusahaan sudah seharusnya menjalankan kewajiban sebagai sebuah bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas usaha.

“Namun demikian, penilaian PROPER dengan standar yang terus berkembang mengikuti kebutuhan global, semakin menyadarkan bahwa mengikuti ketentuan dalam beleid yang terkait PROPER, semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat baik di tingkat nasional maupun internasional,” ujarnya.

Menurut Sekper PJB Zubaidah, dalam menjalankan program tanggung jawab sosial dan lingkungan, PJB mengacu pada ISO 26.000, dengan mengedepankan tiga pilar, yaitu sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Sudharto mengatakan PROPER sejatinya bukan tujuan tapi wahana mewujudkan keberlanjutan perusahaan yang menjadi idaman semua pemangku kepentingan. “Profit memang perlu, tapi kita juga perlu masyarakat yang terdampak pada kegiatan kita, caranya adalah dengan membangun sistem,” katanya.

Agus Amperianto menjelaskan dalam menjalankan TJSL, PHM selalu mengacu pada dua poin utama yakni inovasi sosial dan inovasi teknologi. Dengan dua pendekatan inovasi tersebut, mitra PHM bisa mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar ketimbang melakukan program dengan pendekatan tradisonal.

Bagi Pertamina Hulu Mahakam, pengelolaan lingkungan dan kepedulia nsosial merupakan investasi sosial dengan menjadikan triple bottom line yakni profit, people dan planet sebagai pondasi dalam mewujdukan keberlanjutan perusahaan. Namun untuk bisa mewujdukan program yang berkelanjutan serta memberi manfaat yang lebih besar kepada masyarakat, inovasi menjadi kata kunci.

“Dari sisi operasional, kami juga menghadapi beberapa kendala, lapangan yang sudah mature, luas wilayah, penurunan alami produksi serta fasilitas produksi yang sudah uzur. Maka yang musti dilakukan adalah inovasi. Demikian pula untuk kegiatan tanggungjawab sosial, inovasi menjadi keharusan,” ujarnya.

Wiyana menjelaskan, TJSL Adaro Energy selalu mengedepankan inovasi apalagi di era saat ini yang penuh digital. Untuk itu Adaro juga menjadikan inovasi melalui teknologi sebagai salah satu cara untuk bisa meggenjot keberlanjutan usaha yang dapat tumbuh bersama dengan lingkungan.

Ada tiga fokus CSR Adaro pertama adalah Mbah Asri atau membangun kampung hijau sehat dan lestari. “Kami lakukan pemanfaatan air bersih diminum dan usaha sentra perikanan air tawar,” ujar Wiyana. (APS/RA/AT)