JAKARTA – Demi menekan defisit anggaran akibat impor bahan bakar minyak (BBM), pemerintah terus mempercepat pemanfaatan minyak kelapa sawit dari B30 hingga GreenFuel mulai tahun 2020.

Andriah Feby Misna, Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan ke depannya selain jenis minyak nabati B30 atau fatty acid methyl ester (FAME), pemerintah akan mendorong GreenFuel atau B100.

“Sifatnya dari minyak nabati sama dengan BBM dari fosil, hanya saja harga produk ini belum ekonomis,” ungkap Feby dalam acara diskusi Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) di Jakarta.

Feby menjelaskan,sebagai jawaban adanya hambatan tarif dari Uni Eropa maupun sejumlah negara lainnya, Kementerian ESDM mendorong Green Fuel untuk bahan bakar pembangkit listrik serta kebutuhan transportasi maupun industri domestik.

Berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 12/2015, pada tahun 2020 akan diimplementasikan B30 untuk seluruh sektor. Hal tersebut mengacu pada evaluasi hasil Road Test B30.

Dengan demikian, penerapan B30 diperkirakan meningkatkan kebutuhan crude palm oil (CPO) kurang lebih 3 juta kiloliter (KL)/tahun.

“Kemudian, lanjut penerapan B50, kesiapan feedstock, infrastruktur dan fasilitas pendukung lainnya,” ujar Feby.

Andriah menambahkan setelah implementasi B30 lalu ke B50, pemerintah mulai mengembangkan Green Fuel berbasis CPO mulai tahun 2019 melalui kilang milik PT Pertamina (Persero) baik secara coprocessing maupun stand alone Refiniring Unit. Diperkirakan pada 2023 kebutuhan CPO untuk Green Fuel akan mencapai 4,9 juta KL/tahun.

Adapun untuk meningkatkan penyerapan sawit rakyat sekaligus meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT), pemerintah bersama dengan pihak terkait mendorong pengembangan pembangkit listrik CPO yang difokuskan pada perkebunan milik rakyat.

Pemakaian bahan bakar nabati diharapkan mampu menurunkan kadar Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai dengan Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit (RAN-PKS).

Tercatat, pemakaian B30 sejak tahun 2018 sebanyak 3,75 KL bisa membawa dampak penurunan emisi hingga 5 juta ton CO2 atau setara 20 ribu bus kecil.

Adapun dengan menggunakan B30 pada 2019 sebanyak 6,2 juta KL akan bisa menurunkan emisi sebanyak 9,1 juta ton CO2 atau setara 35.908 bus kecil.

“Pemanfaatan B30 sebanyak 9,6 juta KL bisa menekan emisi gas buang sekitar 14,25 juta ton CO2 atau setara 52 ribu bus kecil,” tandas Feby. (RA)