JAKARTA – Pemerintah memiliki skenario yang ambisius melalui Low Carbon Compatible with Paris Agreement (LCCP), terkait pengurangan emisi 29% dengan upaya sendiri dan dapat meningkat hingga 41% dengan dukungan internasional. Pada 2030, Indonesia akan mendekati pada kondisi sebagai penyerap karbon netto di sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan (FOLU).

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, mengatakan pemerintah berencana untuk mengurangi penggunaan batu bara secara bertahap hingga 60% pada 2050 serta akan bergerak maju menuju kondisi tanpa emisi netto pada 2070.

Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, mengatakan pembangkit berbahan dasar fosil (minyak dan batu bara) semakin berkurang, dimana sebagian tergantikan oleh energi terbarukan terutama yang berusia lebih dari 30 tahun.

“Batu bara masih mendominasi karena biaya investasinya paling kecil, namun jika kita mempertimbangkan aspek lingkungan, maka batu bara bukan lagi tujuan utama untuk dikembangkan. Diperlukan strategi yang ringkas untuk percepatan transisi energi dengan melakukan down-streaming,” ujar Dadan.

Ahmad Redi, Pakar Hukum Sumber Daya Alam Universitas Tarumanegara, mengatakan kebijakan energi nasional saat ini hanya sebatas kebijakan indah di atas kertas.

Menurut dia, produksi batu bara semakin besar, pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) pun tidak optimal.

“Misalnya, dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) diatur bahwa penggunaan batubara dipatok 30% pada tahun 2025 dan penggunaan EBT dipatok 23% pada tahun 2025. Kenyataannya, langkah menuju KEN ini masih hanya tekstual saja, secara aplikasi jauh dari rencananya,” kata Redi, kepada Dunia Energi, Jumat (26/3).

Dalam Peraturan Presiden (PP) nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional menyebutkan bahwa pemanfaatan batu bara diprioritaskan untuk menunjang kebutuhan dalam negeri dan UU nomor 3 tahun 2020 tentang Mineral Batu bara mengamanatkan bahwa pemerintah harus mendorong hilirisasi batu bara salah satunya dengan mengembangkan dan memanfaatkan gasifikasi batu bara menjadi digunakan sebagai alternatif pengganti LPG impor.

Adapun langkah pemerintah untuk mengejar pencapaian target bauran EBT sebesar 23% pada tahun 2025 dan NDC 29%, di antaranya adalah substitusi energi primer / final; B30-B50, Co-firing, penggunaan RDF; konversi energi primer fosil, konversi teknologi pembangkit listrik; kapasitas terpasang EBT yang berfokus pada PLTS dan pemanfaatan non listrik/non biofuel seperti briket, pengeringan hasil pertanian dan biogas. “(Pemerintah) harus konsisten dengan KEN dan RUEN (Rencana Umum Energi Nasional),” kata Redi.(RA)