JAKARTA – Dalam kerangka keberhasilan Indonesia mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK melalui) mekanisme Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+), Indonesia telah mendapatkan komitmen pendanaan Result Based Payment (RBP) REDD+ dari Letter of Intent (LoI) Indonesia-Norwegia, Green Climate Fund (GCF), dan Program Forest Carbon Partnership Facilities-Carbon Fund (FCPF-CF) World Bank untuk provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).

Alue Dohong, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), mengatakan terkait kerja sama RBP Indonesia-Norwegia saat ini proses realisasi pembayaran RBP Norwegia tahap pertama senilai US$56 juta sudah melalui serangkaian tahapan proses yang panjang dimana kedua belah pihak sudah mencapai kesepakatan. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia sudah memenuhi semua syarat-syarat yang diminta, namun pembayaran belum terealisasi hingga saat ini.

“Semua sudah kami penuhi tinggal pihak Norwegia bayar. Janjinya akhir 2020 yang lalu akan dikucurkan dananya. Indonesia sudah berkomitmen, BPDLH sudah siap, syarat-syarat sudah kita penuhi tinggal kita tunggu komitmen pemerintah Norwegia untuk menyelesaikan pembayaran itu,” kata Alue Dohong, dalam paparan yang digelar secara daring baru-baru ini.

Kesepakatan atas angka capaian pengurangan emisi GRK yang terverifikasi dan rencana pembayarannya telah diumumkan bersama antara Wamen LHK dan Dubes Norwegia melalui konferensi pers pada 27 Mei 2020. Kesepakatan tersebut kemudian juga telah diformalkan lewat forum Joint Consultation Group (JCG) meeting antara pemerintah Indonesia dan Norwegia yang dilaksanakan pada 2 Juli 2020.

Pemerintah Norwegia pun sudah mengumumkan melalui rilis resmi Menteri Iklim dan LH pada tanggal 3 Juli 2020 yang menyatakan bahwa bersedia untuk membayar US$ 56 juta atau equivalent 530 juta NOK kepada pemerintah Indonesia.

RBP Norwegia merupakan pembayaran atas kinerja pengurangan emisi GRK dari kegiatan REDD+ untuk periode 2016-2017 sebesar 11,23 juta ton CO2eq, dengan nilai sebesar US$ 56 juta. Sementara RBP GCF diberikan atas kinerja penurunan emisi GRK dari kegiatan REDD+ periode tahun 2014-2016 sebesar 20,3 juta ton CO2eq dengan nilai US$ 103,8 juta.

Selanjutnya RBP dari kerjasama FCPF Carbon Fund World Bank di Provinsi Kaltim diberikan atas kinerja penurunan emisi GRK dari kegiatan REDD+ sebesar 22 juta ton CO2eq dengan nilai US$ 110 juta untuk tiga kali tahap pembayaran antara tahun 2021 – 2025.

“Untuk RBP GCF, saat ini dalam proses menyelesaikan project document yang menyajikan detail pemanfaatan dana yang harus disampaikan oleh Indonesia kepada GCF selambat lambatnya pada April 2021,” ujar Alue Dohong.

Sedangkan untuk RBP FCPF Carbon Fund World Bank sudah dilakukan penandatanganan Emission Reduction Purchase Agreement (ERPA) antara Kementerian LHK dan World Bank pada 27 November 2020 dan proses pembayaran RBP sebesar 22 juta ton CO2eq senilai US$ 110 juta, direncanakan akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu pada tahun 2021 sebesar 5 juta ton CO2eq senilai US$ 25 juta, pada tahun 2023 sebesar 8 juta ton CO2eq senilai US$ 40 juta, dan pada tahun 2025 sebesar 9 juta ton CO2eq senilai US$ 45 juta.

Djoko Hendratto, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), mengatakan pihaknya selain mengelola dana dari program REDD+ sebagaimana tersebut di atas, juga diberikan mandat untuk mengelola dana reboisasi dengan total nilai Rp2,014 triliun yang didistribusikan dengan skema dana bergulir untuk usaha kehutanan.

“Usaha kehutanan yang dapat dibiayai dengan dana tersebut bervariasi, mulai dari usaha kehutanan on-farm, antara lain pembiayaan terhadap usaha pembuatan tanaman kehutanan, tunda tebang tanaman kehutanan, pemungutan tanaman kehutanan dan usaha kehutanan off-farm, antara lain pengelolaan hasil hutan dan sarana produksi,” kata dia.

Total dana yang telah disalurkan sampai akhir tahun 2020 sebesar Rp 1,434 triliun, dimana pada tahun 2019 telah disalurkan sebesar Rp 578.910.150, dan pada tahun 2020 sebesar Rp 151.414352.390. Sisa dana sekitar Rp 580 miliar telah masuk dalam pipeline BPDLH, dimana pada tahun 2021-2022 akan disalurkan kepada 4.220 debitur yang telah berkomitmen sebelumnya dengan nilai sebesar Rp 606,393,430,862. Selain itu, sisa dana tersebut juga akan disalurkan kepada debitur baru. Beberapa proposal baru telah diterima BPDLH sebanyak 2430 proposal dengan nilai sebesar Rp 777,500,000,000 dan sedang dalam proses penilaian.

Alue Dohong menambahkan, untuk dana RBP dari beberapa kerjasama internasional tadi tidak diarahkan untuk pembiayaan sektor mikro.

“Pemerintah sudah membuat investment plan yang diarahkan untuk memperkuat aksi-aksi mitigasi untuk mengurangi emisi di lapangan seperti salah satu contohnya untuk pemulihan mangrove dan gambut,” tandas Alue Dohong.(RA)