JAKARTA – Pemerintah menargetkan Indonesia menjadi salah satu negara maju di dunia pada 2045. Salah satu instrumen mencapai target tersebut adalah melalui pemanfaatan sumber daya alam sektor mineral dan batu bara (Minerba).

Ridwan Djamaluddin, Direktur Jenderal  Minerba Kementerian ESDM, mengakui dari sisi sumber daya alam, Indonesia memiliki modal kuat untuk menjadi negara maju tapi dari sisi sumber daya manusia justru memiliki masalah yang harus bisa dibenahi.

Ia mencontohkan, kurangnya mental untuk menjalankan ketentuan yang sudah disepakati sesuai dengan aturan yang berlaku.

Menurut Ridwan, good mining practice tidak hanya semata-mata hal teknis. Jajarannya di Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM harus berjuang agar kebijakan yang sudah diputuskan oleh pemerintah dan disepakati dengan badan usaha dapat dilaksanakan sesuai ketentuan.

“Misalnya akhir-akhir ini kita masih melihat opsi-opsi pembangunan smelter yang belum berjalan sesuai ketentuan. Itu memerlukan kekuatan culture yang hebat di kami. Kalau tidak, kita akan hanyut bersama arahan-arahan bukan itu yang digariskan dalam ketentuan,” kata Ridwan disela diskusi virtual, Selasa (17/11).

Poin yang disinggung Ridwan adalah terkait tarik ulurnya pembangunan smelter oleh PT Freeport Indonesia. Manajemen Freeport Indonesia telah melayangkan usulan adanya kelonggaran terhadap target penyelesaian smelter menjadi 2024. Padahal sesuai kesepakatan awal saat Freeport Indonesia  berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan mendapatkan perpanjangan kontrak selama 2×10 tahun di Papua adalah mereka akan membangun smelter baru yang akan selesai pada 2023. Belakangan Freeport  terus menggaungkan tentang kerugian bagi perusahaan karena harus membangun smelter baru.

Menurut Ridwan, pemerintah juga kerap menerima laporan ada surveyor yang melaporkan kadar nikel yang tidak sesuai dengan tidak kebenarannya.

“Nah ini harus disikapi. Disisi lain kami juga mengundang para ahli, para praktisi, industri, untuk juga memperbaiki mentalitas kini. Kita tidak boleh tipu-tipu kadar nikel, itu adalah kriminal. Kalau ini jauh lebih sulit dalam membina SDM regulator pertambangan di bidang ini dibanding hal hal teknis,” ungkap Ridwan.

Ridwan mengingatkan untuk bisa menuju target Indonesia maju 2045 maka sumber daya manusia di sektor pertambangan harus jauh lebih berkembang dan bisa maju tidak menunggu hingga 2045. Dia menuturkan kapasitas teknik profesional bisa dikejar dan dari sisi itu tidaklah sulit untuk dikejar tapi aspek karakter individu itu yang tidak mudah karena dalam hal teknis sudah didapatkan melalui pendidikan. Tapi pada aspek kedua (karakter) didapatkan saat proses di lapangan.

“Di sektor pertambangan kita harus lebih cepat daripada itu, modal dasar kita sudah bagus. Kemudian dalam aspek pembinaan sumber daya manusia ini. kalau aspek formal yang lain lebih tepat,” kata Ridwan.(RI)