JAKARTA – PT Pertamina (Persero) akhirnya menandatangani kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC) Blok Rokan. Namun yang menjadi perhatian penandatanganan salah satu blok dengan produksi minyak terbesar di Indonesia dilakukan “diam-diam”. Ini tentu berbeda jauh saat pemerintah dengan bangga menunjuk Pertamina untuk mengelola Blok Rokan pada Juli 2018.

Kepastian penandatanganan kontrak sendiri dinyatakan oleh Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Bumi).

“Iya sudah (tandatangan PSC) tadi, ini sebagai tanda setelah kontrak Chevron berakhir berarti Pertamina. Jadi ini  tanda tangan PSC namanya,” kata Dwi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta, Kamis (9/5).

Saat dikonformasi penandatanganan cenderung dilakukan secara diam-diam, Dwi mengungkapkan bahwa penandatanganan tersebut hanya bersifat administrasi. “Itu kan sudah lama, jadi cuma penyelesaian administrasi saja,” tukasnya.

Penunjukkan Pertamina sebagai pengelola Blok Rokan pada 31 Juli 2018. Penetapan tersebut didasari dengan signature bonus yang disodorkan Pertamina sebesar US$784 juta atau sekitar Rp11,3 triliun dan nilai komitmen pasti lima tahun pertama sebesar US$500 juta atau Rp7,2 triliun.

Blok Rokan termasuk blok migas yang bernilai strategis. Produksi migas Rokan menyumbang 26% dari total produksi nasional. Blok yang memiliki luas 6.220 kilometer itu memiliki 96 lapangan, tiga lapangan menghasilkan minyak sangat baik, yaitu Duri, Minas dan Bekasap. Tercatat, sejak beroperasi 1971 hingga 31 Desember 2017.

Blok Rokan akan dikelola Pertamina melalui anak usaha PT Pertamina Hulu Rokan yang  dibentuk pada 20 Desember 2019.

Setelah kontrak PSC ditandatangani maka Pertamina secara hukum sudah diperbolehkan untuk melakukan pembiayaan maupun investasi saat masa transisi kontrak.

Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 3 Tahun 2019 tentang pengelolaan wilayah kerja migas yang akan berakhir kontrak kerja sama-nya. Pada pasal 13A disebutkan bahwa kontraktor dapat mengajukan usulan perubahaan dan/atau pengalihan KKP ke wilayah terbuka berdasarkan pertimbangan teknis dan/atau ekonomis kepada Menteri melalui SKK Migas. Perubahan atau pengalihan ini dapat dilakukan setelah PSC diteken dan sebelum tanggal efektif PSC tersebut.

Pasal 20 disebutkan bahwa setelah ditandanganinya kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud dalam 19, untuk meningkatkan cadangan dan/atau meningkatkan produksi migas di wilayah kerja, Pertamina atau kontraktor baru yang telah ditetapkan sebagai pemenang lelang dapat melakukan pembiayaan atau kegiatan operasi termasuk pelaksanaan komitmen kerja pasti yang diperlukan sebelum tanggal efektif kontrak kerja sama baru.

Dalam pelaksanaannya nanti, Pertamina atau kontraktor baru wajib membuat perjanjian dengan kontraktor eksisting terkait pembiayaan dan kegiatan operasi, termasuk pelaksanaan KKP. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan antara kedua kontraktor, menteri dapat mengambil kebijakan hal tersebut.(RI)