JAKARTA – PT Pertamina (Persero) akan mulai aktif kembali menjalankan strategi akusisi blok migas. Ini dilakukan sebagai salah satu upaya meningkatkan produksi.

Seiring dengan itu, Pertamina menyiapkan strategi khusus, sehingga jeratan hukum yang menimpa Karen Agustiawan, mantan Direktur Utama Pertamina, tidak terulang.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina,  menegaskan kasus Karen telah menyadarkan manajemen akan pentingnya kepastian hukum dalam setiap kebijakan korporasi, termasuk di sektor hulu yang berisiko tinggi. Salah satu strategi untuk terhindar dari kasus hukum, Pertamina hanya akan mengambil alih blok migas yang sudah berproduksi.

“Akuisisi luar negeri, kami fokus ke wilayah kerja (blok) yang produksi. Itu untuk mengurangi risiko,” kata Nicke disela diskusi bersama media di Jakarta, Kamis (12/12).

Strategi selanjutnya adalah dengan menggandeng aparat penegak hukum dalam setiap proses akuisisi, mulai dari awal hingga proses akhir saat sudah mulai terjadi transaksi dan penyelesaian akuisisi.

“Kami kerja sama dengan aparat penegak hukum dari tahap perencanaan. Jangan sampai ada hal hal yang terlewat,” ujar Nicke.

Karen terjerat kasus hukum lantaran aksi Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase – BMG Project ditandatangani pada 27 Mei 2009 dengan nilai transaksinya mencapai US$31 juta. Seiring akuisisi tersebut, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari (bph).

Namun ternyata Blok BMG hanya bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari. Tidak sedikit praktisi maupun penganat migas yang menyatakan bahwa Kasus karen bukanlah ranah pidana malinkan salah satu resiko yang harus dilalui sebuah perusahaan migas.

Karen pernah menyatakan,  keputusan akuisisi Blok BMG hanya untuk kepentingan Pertamina yang sedang membutuhkan terobosan dalam berinvestasi pada saat itu.

“Banyak sekali fakta persidangan tidak terpakai, yang penting saya melakukan akuisisi untuk Pertamina, bukan untuk yang lain,” kata Karen.

Aksi akuisisi aset migas oleh Pertamina di luar negeri merupakan atas dorongan pemerintah. Dalam buku nota keuangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020 disebutkan, pemerintah mendorong penugasan baru kepada Pertamina untuk mengakuisisi perusahaan-perusahaan minyak di luar negeri. Hal ini guna mendukung kebijakan yang ada untuk mengakselerasi penurunan defisit transaksi berjalan baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek

Untuk tahun depan Pertamina sudah mengalokasikan dana investasi sektor huku khusus untuk kegiatan akuisisi sebesar US$ 150 juta.(RI)