JAKARTA – Pemerintah akan menginstruksikan PT PLN (Persero) menjadwal ulang proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW). Kebijakan tersebut diambil sebagai upaya menahan pelemahan nilai tukar rupiah. Bank Indonesia mencatat kurs jual rupiah terhadap dolar AS pada Selasa (4/9) sudah mencapai Rp 14. 914 dan kurs beli Rp14.766.

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan sesuai arahan Presiden Joko Widodo, penjadwalan ulang penyelesaian proyek ketenagalistrikan diambil sebagai langkah mengendalikan impor sebagai salah satu pemicu pelemahan rupiah. Impor terbesar salah satunya berasal dari proyek ketenagalistrikan PLN.

Proyek pembangkit yang ditunda hanya yang belum mencapai tahap financial closing. Total kapasitas proyek pembangkit yang digeser ke tahun-tahun berikutnya sekitar 15.200 MW.

“Sebesar 15,2 GW atau 15.200 MW awalnya selesai 2019, sekarang ditunda ke 2021-2026. Jadi digeser sesuai kebutuhan permintaan listrik. Enggak dibatalkan, tapi mundur,” kata Jonan saat konferensi pers di Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (4/9).

Proyek ketenagalistrikan menjadi salah satu penyumbang terbesar impor yang berarti Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) masih rendah.

Data Kementerian ESDM menyebutkan untuk TKDN di sektor kelistrikan realisasi rata-rata baru sekitar 20%-40% dari berbagai kapasitas.

PLTU sampai 15 MW TKDN 70,20%. Untuk PLTU berkapasitas 15-20 MW memiliki TKDN 60,46% dan PLTU 25-100 MW TKDN 37,82%.

Untuk PLTU 100-600 MW TKDN 37,21%. Kemudian untuk PLTU yang di atas 600 MW TKDN sebesar 33%.

PLTA realisasi TKDN sekitar 20% dan PLTS sekitar 57%. PLTP untuk kapasitas 5 MW TKDN sekitar 5%; untuk 10-60 MW 30%; dan untuk kapasitas 60-110 MW sekitar 21,8%. Untuk PLTG TKDN sekitar 43% dan PTLGU sekitar 30-60%.

“Memang ada data dari Kemenko Perekenomian dikatakan TKDN hanya separuh dari rencana,” kata Jonan.

Penundaan proyek ketenagalistrikan juga dipengaruhi pertumbuhan konsumsi listrik yang tidak sesuai asumsi atau perkiraan. Estimasi pemerintah, pertumbuhan konsumsi listrik pada tahun ini maksimal sekitar 6% dari target APBN 8%.

“Dengan pergeseran tersebut tentu tekanan untuk pengadaan barang impor berkurang.  Total investasi US$24 miliar-US$25 miliar,” ungkap Jonan.

Seiring penundaan penuntasan proyek pembangkit dengan kapasitas total 15,2 GW, pemerintah memproyeksikan beban impor bisa dikurangi hingga US$8 miliar-US$10 miliar.

Jonan menjamin, penundaan proyek pembangkit tidak akan mempengaruhi target pemerintah dalam mencapai rasio elektrifikasi nasional.

“Tidak mengurangi target pemerintah untuk mencapai rasio elektrifikasi 99% di 2019. Jadi rasio tetap, hari ini 97,14% akhir tahun kalau 97,5% saya masih yakin,” tandas Jonan.(RI)