JAKARTA – Proses penutupan sumur YYA-1 di Blok Offshore North West Java (ONWJ) yang dikembangkan PT Pertamina Hulu Energi (PHE), anak usaha PT Pertamina (Persero) ditargetkan segera dilakukan pekan ini. Tajak atau pengeboran vertikal akan dilakukan PHE dan selanjutnya dilakukan  Boots & Coots, anak usaha Halliburton.

Djoko Siswanto, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan untuk pelaksanaan penutupan sumur akan dilakukan dengan metode relief well. Persetujuan lokasi sudah didapatkan dari marine warranty survey di YYA-1RW. Rig Soehanah sudah disiapkan dan sudah dilakukan progress pre-load di lokasi di area YYA-1RW. Selanjutnya final program trajectory & drilling program oleh Boots & Coots status 95%. Peer review akan dilakukan pada 29 Juli 2019.

“Tajak diharapkan mulai  2 Agustus 2019 dimulai drive conductor 30” (diameter inchi),” kata Djoko di Kementerian ESDM, Jakarta (29/7).

Berdasarkan data yang masuk, pemerintah mencatat sejak kebocoran dimulai sejak 12 Juli lalu kebocoran minyak yang keluar mencapai sekitar 3 ribu barel per hari (bph). Pemerintah juga meminta Pertamina untuk segera melakukan langkah-langkah untuk mencegah perluasan tumpahan minyak agar tidak langsung menyentuh daerah pemukiman di pesisir pantai. “Laporan dari tim di lapangan, kira-kira semburan minyak itu 3.000 BOPD konstan sejak 12 Juli,” ungkap Djoko.

Untuk menanggulangi tumpahan minyak di laut, saat ini penampung tumpahan minyak dengan tandon dilengkapi pelampung sebanyak 45 unit berada di Marunda jetty, lima unit telah berada di seapup. Dry test ROV jenis Falcon DR telah dilakukan. Persiapan untuk seafastening ROV dan peralatan pendukung di kapal PETEKA 5401.

Sukandar Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengatakan Pertamina harus memanage dengan baik kebocoran minyak dan gas di perairan Laut Jawa agar tidak menimbulkan dampak negatif lebih luas.

Berdasarkan pengamatannya di lapangan minyak sekarang ini bergerak 52 mil dari sumber kebocoran ke arah barat atau menuju ke arah pemukiman. Sebanyak delapan desa di Karawang, dua desa di Bekasi, dan tujuh pantai ditemukan tumpahan minyak. Limbah yang berhasil dikumpulkan di wilayah Karawang dan Bekasi mencapai 17.830 karung.

Untuk penanggulangan tumpahan minyak di shoreline sudah dipasang Oil Boom Onshore sebanyak 1.430 mtr, dan melanjutkan pembersihan limbah di area mangrove. Secara paralel, tim mulai membuat rencana penanganan dampak masyarakat dan lingkungan tiga bulan ke depan.

“Kebocoran gas dan minyak ke surface ya harusnya dihandle dengan baik karena tidak boleh create damage lebih besar, kepada publik dan lingkungan. Tidak bisa main-main harus all out karena damage yang timbul bisa sangat besar. Ini handling harus cepat agar oil spill tidak kemana-mana, platform jangan sampai miring lagi,” ujar Sukandar.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, mengatakan pencegahan agar daerah terpapar minyak tidak meluas harus segera diimplementasikan misalnya dengan memperbanyak oil boom kearah aliran minyak kemudian meningkatkan intensitas penyedotan minyak. “Target jangan sampai minyak terbawa ke pantai. Ada upaya upaya lebih keras lagi ke depan,” kata Dwi.

“Kedua, menutup sumur tadi dengan drilling well tadi, nanti kita harapkan bisa dipercepat prosesnya. Selama belum tertutup, kepastian akan terus ada. Jadi tidak bisa jamin bahwa dampak yang ini sudah berhenti, tidak bisa definisikan itu. Sampai reliefe well selesai,” kata Dwi.(RI)