JAKARTA– Kementerian Keuangan akan memangkas anggaran subsidi energi secara bertahap hingga menjadi 0,3T dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2019, dibandingkan 1,2% atau sebesar Rp137 triliun pada tahun anggaran 2015. Suahasil Nazara, Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, mengatakan uang negara yang selama ini banyak disimpan di pagu subsidi energi, akan direlokasikan ke anggaran untuk sektor belanja produktif.

Di sisi lain, mekanisme penyaluran subsidi akan diperkuat agar insentif tersebut tepat sasaran kepada masyarakat yang membutuhkan, serta dipergunakan untuk belanja kebutuhan pokok.

“Kami ingin belanja dapat maksimal mendorong produktivitas ekonomi, bukan hanya untuk konsumsi saja,” kata Suahasil. Sejauh ini, Suahasil belum merinci skema pemangkasan subsidi energi tersebut, termasuk perubahan pengalokasian subsidi.

Berdasarkan data Badan Kebijakan Fiskal, subsidi energi yang tahun ini sebesar 1,2% dari PDB akan diturunkan menjadi 0,8% pada 2016 dan  0,5% pada 2017. Subsidi akan turun jadi  0,4% pada 2018 dan 0,3% pada 2019.

“Skenarionya, relokasi dari subsidi energi tersebut akan meningkatkan anggaran belanja modal di APBN yang pada 2015 baru sebesar 2,2% dari PDB menjadi 2,5% pada 2016 dan 4,0% pada 2017 dan  4,6% di 2018 serta 5,3% pada 2019,” katanya seperti dikutip Antara.

Pengurangan subsidi juga akan dibarengi dengan peningkatan alokasi anggaran program sosial yang pada 2015 baru 0,9% dari PDB. Pada 2019, anggaran program sosial naik menjadi 1,0% dari PDB.

Suahasil mengatakan peningkatan belanja modal negara diharapkan dapat mengakselerasi pembangunan infrastruktur. Dengan peningkatan belanja produktif itu juga diharapkan dapat menarik minat investor dan partisipasi swasta dalam pembangunan sehingga kekurangan pendanaan pembangunan dapat ditutupi dari partisipasi investor dan kerja sama swasta.

Sedangkan peningkatan belanja program sosial diperlukan untuk melindungi masyarakat miskin dari berbagai tekanan. Peningkatan anggaran belanja program sosial juga untuk megupayakan agar manfaat pertumbuhan ekonomi dapat lebih merata dirasakan seluruh lapisan masyarakat.

Badan Kebijakan Fiskal menurut Suahasil saat ini mengkaji mekanisme pemberian subsidi dalam program sosial, agar tepat sasaran dan tepat penggunaannya.

“Misalnya, ide di negara berkembang, beras untuk rakyat miskin pake tunai saja. Dari dunia akademik usulkan transfer tunai pakai Program seperti Program Keluarga Harapan. Menurut kajian temen-temen akademis, memberikan tunai jauh lebih efisien daripada salurkan beras. Namun penggunaan uang tunai itu untuk apa, akan dipastikan dulu,” ujarnya. (DR)