JAKARTA – PT Pertamina Hulu Energi (PHE), subholding hulu PT Pertamina (Persero), akan berbenah dan belajar dari pengalaman insiden YY yang status daruratnya baru saja dinyatakan berakhir oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. Taufik Aditiyawarman, Direktur Pengembangan dan Operasi PHE, menuturkan kejadian YY merupakan pelajaran yang berharga bagi Pertamina sebagai sarana untuk tumbuh menjadi perusahaan migas kelas dunia.

Selain itu, menurut Taufik, penutupan status darurat bukan berarti tugas Pertamina selesai. PHE akan berkomitmen terhadap penyelesaian kompensasi terhadap masyarakat yang terdampak.

“Kami bersyukur dengan kondisi ini pemerintah sudah menutup keadaan darurat tapi kami masih ada PR fokus penyelesaian satu finalisasi kompensasi final,” kata Taufik kepada Dunia Energi, Kamis (9/7).

Taufik mengatakan, PHE berkomitmen dalam pemulihan lingkungan. Apalagi rencana pemulihan sudah berdasarkan arahan dan persetujuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Pemulihan lingkungan sesuai dengan rencana pemulihan lingungan hidup yang disetujui Kementerian LHK proses pemulihan tersebut itukita diberikan waktu hingga 2021, itu masih ada tapi itu adalah bukan kondisi emergency,” jelasnya.

Sebelumnya, Ahmad, Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), mengatakan Direktrorat Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub bekerjasama dengan Pertamina serta instansi terkait telah bergerak cepat dan menanggulangi musibah kebocoran minyak dan gas di sekitar Anjungan Lepas Pantai YYA-1 milik PHE ONWJ yang terjadi pada 12 Juli 2019 di Pantai Utama Jawa Karawang, Jawa Barat.

“Berdasarkan laporan pelaksanaan penanggulangan tumpahan minyak dari PT. PHE ONWJ dan dari survei lokasi yang kita lakukan, sudah tidak ditemukan lagi tumpahan minyak di perairan sekitar Anjungan YYA-1. Karena itulah status daruratnya dapat kita tutup,” jelas Ahmad.

Terkait dengan kompensasi terhadap masyarakat yang terdampak, Ahmad menjelaskan bahwa kompensasi kepada masyarakat di daerah Karawang, Bekasi dan Kepulauan Seribu telah dilaksanakan oleh pihak PHE ONWJ.

“Saat ini, PHE ONWJ tengah melanjutkan penetapan perhitungan final besaran kompensasi yang rencananya akan mulai dibayarkan kepada seluruh warga yang terdampak pada bulan Juli/Agustus 2020,” ujarnya.

PHE ONWJ beserta seluruh pihak terkait, termasuk Kementerian Perhubungan akan berupaya untuk menyempurnakan Oil Spill Contingency Plan (OSCP) untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya musibah tumpahan minyak di masa mendatang.

Taufik menjelaskan, secara tenis kejadian YY bagi Pertamina bisa menjadi momentum peningkatan kualitas serta kapabilitas Pertamina dalam kegiatannya di industri migas.

Dengan skema holding saat ini, keuntungan dari sisi sinergi yang pasti jauh lebih bisa meningkat. Subholding harus bisa meningkatkan persiapan baik dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM), peralatan dan perlengkapan serta siap dari sisi organisasi dalam menghadapi situasi atau kondisi darurat. “Sekarang subholding hulu semua kegiatan eksplorasi dan eksploitasi satu komando resources organisasi akan lebih mudah dan cepat responsnya,” kata Taufik. (RI)