JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menyatakan rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) merupakan instrumen yang digunakan untuk merencanakan dan menyetujui pengembangan suatu lapangan minyak dan gas bumi. Oleh karena itu PoD juga menjadi alat penting bagi SKK Migas untuk melakukan pengawasan dan pengendalian kegiatan hulu migas.

Fatar Yani Abdurrahman, Wakil Kepala SKK Migas, mengungkapkan dalam rangka percepatan usaha peningkatan produksi, SKK Migas menyederhanakan proses evaluasi yang diajukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang ingin melakukan kegiatan peningkatan produksi dari lingkup tertentu.

Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan sumur step out, sumur infield/nearfield, tambahan sumur dari jumlah sumur PoD existing, dan non producing zone yang sudah ditembus oleh sumur pengembangan. KKKS dapat mengajukan pelaksanaan kegiatan maksimal dua sumur, dengan mengacu pada PoD yang telah ada di sekitar kegiatan yang dilaksanakan.

“Penyederhanaan proses ini dilatarbelakangi oleh banyaknya potensi yang secara subsurface sudah teridentifikasi dan dapat dilakukan percepatan produksi, namun belum dapat dikerjakan dan dimonetisasi,” kata Fatar Yani, Rabu (18/11).

Menurut Fatar, kebijakan percepatan produksi tersebut tentu tidak menghilangkan pengawasan oleh SKK Migas. Sebab untuk mengusulkan kegiatan tersebut, KKKS harus tetap mengikuti proses pembahasan dan evaluasi teknis subsurface, operasional, biaya dan keekonomian serta mengacu pada kaidah keteknikan yang baik (good engineering practices) dengan memperhitungkan faktor keekonomian. Mekanisme inilah yang menjadi sarana pengawasan dan pengendalian kegiatan hulu migas untuk mendukung kebijakan percepatan produksi.

“Apabila disetujui, maka KKKS juga harus mengajukan Authorization of Expenditure (AFE),” kata dia.

Ruang lingkup kebijakan percepatan produksi ini dibatasi dengan kegiatan maksimal untuk dua sumur. Pembatasan tersebut dilakukan sebagai bentuk mitigasi risiko yang mungkin terjadi, baik secara teknis subsurface maupun biaya. Usulan kegiatan dengan jumlah lebih dari dua sumur, harus dilakukan melalui proses POD/OPL (optimasi pengembangan lapangan) sesuai dengan aturan Pedoman Tata Kerja SKK Migas yang berlaku.

Fatar Yani mengatakan kegiatan ini merupakan salah satu usaha ekstra effort yang dilakukan SKK Migas dalam rangka percepatan produksi dari akselerasi program resource to production. Kegiatan ini merupakan bagian dari pilar utama untuk mencapai target produksi minyak nasional 1 juta barel per hari dan gas sebesar 12 ribu juta kaki kubik gas per hari (MMscfd) pada  2030 yang saat ini sedang gencar dikerjakan oleh SKK Migas bersama-sama dengan KKKS.

SKK Migas berharap, kebijakan ini berdampak langsung pada peningkatan gairah dan jumlah investasi di industri hulu migas sebagai upaya melakukan turn around sehubungan dengan penurunan produksi migas karena pandemi Covid-19 dan penurunan harga minyak di 2020, agar industri migas nasional dapat segera kembali ke jalurnya guna merealisasikan visi bersama pada 2030.

“Seluruh mekanisme ini tidak ada pelepasan pengawasan terhadap usulan kegiatan yang disampaikan oleh KKKS’” kata Fatar.(RI)