JAKARTA –  Keberadaan sumur migas tua dan potensi cadangan yang dimilikinya berpotensi meningkatkan produksi minyak nasional sekaligus meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat lokal, jika dikelola dengan baik. Julius Wiratno, Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengatakan sumur tua menurut ketentuan dalam Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi pada Sumur Tua pada pasal 1 ayat 2 adalah sumur-sumur minyak bumi yang di bor sebelum tahun 1970 dan pernah diproduksi. Serta terletak pada lapangan yang tidak diusahakan pada suatu wilayah kerja yang terikat kontrak kerja sama dan tidak diusahakan lagi oleh kontraktor.

Menurut Julius, untuk meningkatkan produksi minyak nasional, maka salah satu potensi yang bisa dikembangkan adalah sumur tua yang tersebar di seluruh Indonesia. “Sejak keluarnya Permen ESDM No 1 Tahun 2008, mulai 2009 telah berproduksi pengusahaan sumur tua. Dan pada puncak produksi pernah berkontribusi sebesar 2.143 BOPD,” kata Julius, Selasa (25/2).

Menurut Julius, meskipun sudah berumur tua, standar hulu migas yang ketat dan tinggi, serta pemenuhan regulasi sektor hulu migas tetap diterapkan pada pengelolaan sumur tua.

Masa puncak pengelolaan sumur tua terjdi pada 1993. Saat itu sumur yang dikelola melibatkan 20 KUD/BUMD di berbagai wilayah Indonesia. Hingga saat ini jumlahnya hanya tersisa 1.400 sumur tua.

Pengusahaan sumur tua memiliki potensi strategis dan ekonomis. Visi bersama meraih kembali 1 juta BOPD perlu implementasi yang masif termasuk didalamnya adalah pemanfaatan sumur tua yang masih memiliki potensi.

“Pada sisi lain, pengusahaan sumur tua oleh BUMD/KUD akan memberikan dampak positif bagi peningkatan ekonomi lokal, termasuk kesejahteraan masyarakat setempat,” kata Julius dalam keterangan tertulisnya.

Julius mengatakan selain memiliki potensi, sumur tua juga memiliki dampak negatif, dikelola tidak sesuai ketentuan yang ada. Maraknya sumur-sumur ilegal perlu menjadi perhatian serius dengan memperhatikan aspek keamanan operasi, lingkungan dan safety melalui pendekatan sosial ekonomi dan politik bersama dengan seluruh stakeholder di pusat maupun daerah.

Satya W Yudha, Penasehat Kepala SKK Migas, meminta agar peraturan drilling pada sumur tua dimungkinkan untuk di lakukan dengan kedalaman (deepening) lebih dari 50 meter mengingat Sumur yang sudah ditinggalkan pada sekitar tahun 1970, masih menggunakan teknologi lama.

Salah satu perusahaan yang harus dapat perhatian dalam pengelolaan sumur tua ada Pertamina EP, anak usaha Pertamina. Pertamina EP pun diminta untuk meneliti formasi cadangan pada lokasi sumur tua dengan deepening lebih dari 50 meter. “Apabila faktor teknis ditingkatkan untuk sumur tua di seluruh Indonesia, tambahan produksi dan juga lifting akan terjadi cukup baik,” kata dia.

Nanang Abdul Manaf, Direktur Utama Pertamina EP, mengatakan pengelolaan sumur tua oleh perusahaan berjalan dengan baik dan di beberapa wilayah kerja juga sudah dikerjasamakan dengan BUMD atau KUD setempat.

”Pengelolaan sumur tua di wilayah kerja Pertamina EP bekerja sama dengan KUD/BUMD. Saat ini kontribusi sumur tua tersebut sebanyak 1.905,23 barel per hari (bph) yang berasal dari 1.400 sumur tua,” kata Nanang.(RI)