NEW YORK-Harga minyak mentah naik pada akhir perdagangan Rabu atau Kamis (19/7) pagi Waktu Indonesia Barat, setelah data Pemerintah Amerika Serikat (AS) menunjukkan permintaan bensin dan distilasi meningkat, dibayangi kenaikan tak terduga persediaan minyak mentah AS dan produksi minyak mentah AS yang mencapai 11 juta barel per hari untuk pertama kalinya.

Patokan internasional, minyak mentah Brent untuk pengiriman September 2018 meningkat US$0,74 atau satu persen menjadi ditutup pada US$72,90 per barel di London ICE Futures Exchange. Kontrak mencapai terendah sesi di US$71,19 per barel, terendah sejak 17 April 2018.

Sementara itu, patokan AS, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus, menambahkan US$0,68 atau 1%, menjadi menetap di US$68,76 per barel di New York Mercantile Exchange.

Stok minyak mentah AS mengejutkan pasar dan naik 5,8 juta barel pekan lal karena produksi minyaknya mencapai 11 juta barel per hari untuk pertama kalinya, Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan pada Rabu (18/7). Sementara itu, impor bersih minyak mentah AS pekan lalu naik 2,2 juta barel per hari, data menunjukkan.

Jim Ritterbusch, Presiden Ritterbush and Associates, dalam sebuah catatan, mengatakan pergeseran mingguan dalam stok minyak mentah AS sedang kian dipengaruhi oleh perdagangan internasional dan ini pasti terjadi dengan data minggu ini.

“Sementara kami telah memperkirakan peningkatan impor dan penurunan ekspor, perubahan dalam kedua kategori jauh melebihi harapan kami terutama pada sisi impor.”

Minyak mentah berjangka memperpanjang kerugiannya segera setelah rilis data, sebelum merayap lebih tinggi karena pasar mempertimbangkan beberapa poin yang lebih mendukung dalam laporan, seperti penarikan yang lebih besar dari perkiraan dalam stok bensin.
Data EIA memperlihatkan, persediaan bensin turun 3,2 juta barel, sementara stok distilasi, yang termasuk solar dan minyak pemanas, turun 371.000 barel.

Pasar minyak telah jatuh selama seminggu terakhir karena Arab Saudi dan anggota lain dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Rusia meningkatkan produksi dan beberapa gangguan pasokan mulai berkurang.

Pemenuhan OPEC dan non-OPEC dengan pembatasan produksi minyak telah menurun menjadi sekitar 120 persen pada Juni dari 147 persen pada Mei, dua sumber yang akrab dengan masalah tersebut mengatakan kepada Reuters pada Rabu (18/7) seperti dikutip antaranews.com.

Esther George, Presiden Federal Reserve Bank Kansas City. (foto: The Denver Post)

Para investor juga mulai khawatir tentang dampak pada permintaan energi dari sengketa perdagangan antara Amerika Serikat dan mitra dagangnya, termasuk Tiongkok. BMI Research menyebutkan, ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok dapat menyeret ekonomi global.

“Prospek ekonomi secara luas positif, tetapi sejumlah headwinds muncul, paling tidak dolar yang lebih kuat, meningkatnya tekanan inflasi dan pengetatan likuiditas,” kata BMI. “Perlambatan pertumbuhan perdagangan akan membebani permintaan fisik untuk minyak.”

Esther George, Presiden Federal Reserve Bank Kansas City,mengatakan pada Selasa (17/7) ketidakpastian atas kebijakan perdagangan AS dapat memperlambat ekonomi, sekalipun jika tarif yang dikenakan baru-baru ini terlalu kecil untuk memiliki dampak besar. “Kebijakan perdagangan adalah risiko kerugian ‘signifikan’ terhadap prospek pertumbuhan ekonomi,” ujarnya. (DR)